Menuju konten utama

Tolak Pencabutan KK, Freeport Belum Ambil Langkah Arbitrase

Presiden Direktur PT Freeport-McMoran Richard C. Adkerson tetap pada sikap menolak pencabutan Kontrak Karya (KK) yang dipegang sejak tahun 1991. Terkait hal itu, pihaknya belum melakukan langkah arbitrase ke mahkamah internasional.

Tolak Pencabutan KK, Freeport Belum Ambil Langkah Arbitrase
Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang terbuka pt freeport indonesia di timika, papua, sabtu (19/9). foto antara/muhammad adimaja.

tirto.id - Presiden Direktur PT Freeport-McMoran Richard C. Adkerson tetap pada sikap menolak pencabutan Kontrak Karya (KK) yang dipegang sejak tahun 1991. Terkait hal itu, pihaknya belum melakukan langkah arbitrase ke mahkamah internasional.

"Hari ini, Freeport tidak melakukan arbitrase tetapi melakukan proses untuk menyelesaikan masalah," ujar Richard, di Jakarta, Senin (20/2/2017).

Freeport sudah mengirimkan surat ke Kementerian ESDM untuk menanggapi permintaan pemerintah tentang perubahan izin kontrak karya PT Freeport Indonesia ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Jumat (17/2/2017) lalu.

Presiden Direktur PT Freeport-McMoran Richard C. Adkerson mengatakan Freeport Indonesia bisa saja mengajukan gugatan arbitrase kepada mahkamah internasional. Akan tetapi, saat ini, Freeport lebih mengajak dialog pemerintah dalam menyikapi perubahan kontrak karya Freeport ke IUPK.

Dalam surat tersebut, Freeport memaparkan keberatan diikuti sejumlah pertimbangan perusahaan untuk tidak melepas kontrak karya. Richard mengatakan, Freeport mengajak pemerintah untuk berdialog dalam waktu 120 hari untuk menyamakan persepsi antara pemerintah dengan Freeport.

"Jika tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu tersebut, Freeport bisa menggunakan haknya saat itu untuk mengajukan arbitrase," ujar Richard.

Hingga saat ini, Richard mengatakan, Freeport sudah tidak beraktivitas secara optimal akibat tidak melepaskan status kontrak karya. Freeport sudah tidak mengekspor konsentrat ke luar negeri per Januari 2017.

Selain itu, mereka juga tidak bisa mengolah konsentrat di Gresik secara optimal karena smelter Gresik hanya mampu menampung 40 persen dari total produksi. Apalagi, sekarang terjadi gangguan akibat demo para pekerja beberapa waktu lalu.

"Konsekuensinya kami mengurangi atau menutup operasi kita karena kita tidak punya lagi tempat untuk menyimpan dan tidak bisa mengirim konsentrat," kata Richard.

Richard mengatakan, mereka akan mengurangi pengeluaran sebesar 1,1 miliar dolar AS. Mereka harus mengurangi biaya operasi sebanyak 2 miliar dolar AS selama setahun untuk beroperasi. Semua berlaku baik di Papua atau seluruh Indonesia. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Freeport akan memberhentikan sejumlah karyawan.

"Kami harus mengurangi jumlah karyawan untuk tetap menjaga kestabilan keuangan perusahaan," tutur Richard.

Mereka mematuhi ketentuan pemerintah sesuai UU Mineral dan Batu Bara dan diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2014. Belum lagi pemerintah mengeluarkan PP Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur perusahaan tambang mineral harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Baca juga artikel terkait FREEPORT INDONESIA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri