tirto.id - Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto menyatakan upaya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membentuk tim gabungan kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ialah bentuk transparansi Korps Bhayangkara.
“Langkah ini diharapkan bisa memastikan bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan sesuai dengan aturan, objektif. Semua analisis [serta] kesimpulan itu berdasarkan fakta lapangan yang sudah teruji,” kata Benny di Mabes Polri, Rabu (13/7/2022).
Keterujian itu bisa ditempuh melalui investigasi berbasis ilmiah, para ahli, juga mengkroscek kesaksian.
“Kami juga menyarankan semua masukan dari publik, saya yakin, pihak tim akan terbuka,” kata Benny.
Benny berharap semua isu dapat dibuat terang dan dikaitkan dengan temuan di lapangan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat, dipercaya, serta dipertanggungjawabkan.
Selain Kompolnas, pihak eksternal Polri yang diajak bergabung dalam penanganan kasus ini ialah Komnas HAM. Selain berkoordinasi dengan kepolisian, Komnas HAM diberi kesempatan untuk menunjukkan independensi. Bahkan lembaga itu pun akan mendapatkan aksesibilitas.
Sementara, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan bahwa pihaknya bukanlah bagian dari tim gabungan.
“Kami bukan bagian dari tim khusus atau tim gabungan, tapi ada pelibatan dari Komnas HAM untuk memantau, atau bahkan melakukan penyelidikan, atas jalannya proses pengungkapan kasus,” kata Beka.
Bagi siapapun yang memiliki informasi soal baku tembak dua polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ini, Komnas HAM akan menerima informasi tersebut. Komnas HAM juga akan transparan dan akuntabel dalam pengerjaan kasus.
“Itu akan jadi pertimbangan langkah Komnas HAM dan juga menambah terang peristiwa,” imbuh Beka.
Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, yang merangkap sebagai ketua tim khusus, mencontohkan bentuk kerja sama. Misalnya Komnas HAM menemukan fakta sosial lantas dilaporkan kepada polisi, usai dianalisis ternyata fakta sosial itu menjadi fakta yuridis. Maka temuan Komnas HAM bisa disertakan dalam kepentingan penyidikan.
Peristiwa penembakan ini melibatkan dua polisi aktif yakni Brigadir J dan Bharada E, pada Jumat, 8 Juli, sekira pukul 17.00. Berdasar penelusuran kepolisian, Brigadir J memasuki kamar pribadi Sambo.
Di kamar itu ada istri Sambo yang tengah. Brigadir J menodongkan pistol ke kepala istri Sambo dan diduga hendak melecehkannya. Istri Sambo berteriak, suaranya didengar oleh Bharada E yang saat itu berada di lantai dua.
Bharada E bertanya "ada apa?", namun Brigadir J, diduga panik, langsung angkat kaki dari kamar dan mulai menembak Bharada E. Jarak keduanya sekira 10 meter dan dipisahkan oleh tangga. Baku tembak terjadi, Bharada E melepaskan lima tembakan dan mengenai tubuh lawannya.
Imbasnya, Brigadir J tewas di tempat usai melontarkan tujuh tembakan kepada Bharada E. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengklaim tembakan yang dilakukan Bharada E merupakan pembelaan diri. Kedua polisi itu pun diketahui sebagai staf di Divisi Propam Polri. Brigadir J adalah sopir pribadi istri Sambo, sedangkan Bharada E adalah asisten Sambo.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto