tirto.id - Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) dalam penyelidikan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum diperlukan.
"TPGF belum diperlukan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/11/2017), seperti dikutip Antara.
Menurut dia, waktu yang diperlukan untuk mengungkap suatu kasus dapat berbeda-beda. "Ada yang cepat terungkap, ada yang agak lama, ada yang sangat lama," katanya.
Rikwanto mengatakan desakan sejumlah pihak terkait pembentukan TPGF tidak akan membantu mempercepat pengungkapan kasus bahkan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan bila pengungkapan kasus belum selesai dalam waktu tertentu.
"TPGF ini jangan dibiasakan. Nanti siapapun yang merasa agak lama penanganan kasusnya menuntut (dibentuk) TPGF. Jadi bukan hak spesial kasus Novel ini saja, semua orang punya hak yang sama, tapi itu (TPGF) tidak menyelesaikan masalah," katanya.
Tidak ada niat Polri untuk memperlambat atau tidak bersungguh-sungguh dalam mengungkap kasus Novel tersebut, dikatakan Rikwanto.
Saat ini baik penyidik Polda Metro Jaya maupun penyidik Bareskrim terus berupaya menyelidiki kasus ini. Pihaknya mengakui bahwa hingga saat ini belum ada titik terang mengenai pelaku penyiraman.
"Pelakunya masih blank. Belum ada bukti cukup kuat untuk menetapkan seseorang sebagai pelaku," katanya.
Pihaknya pun mengimbau sejumlah pihak yang mengetahui informasi mengenai dugaan pelaku agar menyampaikan kesaksian kepada penyidik Polri ataupun ke KPK.
"Siapapun yang punya informasi bagus mengenai siapa pelakunya, infokan ke penyidik untuk didalami. Kalau ke penyidik kurang berkenan, silakan sampaikan ke KPK," katanya.
Menurut rencana, Presiden Joko Widodo akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk melaporkan perkembangan penyelidikan kasus Novel.
"Nanti Pak Kapolri akan menjelaskan ke Presiden apa langkah-langkah yang dilakukan Polri, baik yang sudah dilakukan, sedang dilakukan dan akan dilakukan terkait kasus Novel," katanya.
Saat ditanya kapan rencana panggilan tersebut, pihaknya menjawab dalam waktu dekat. "Sesegera mungkin. Bisa pekan ini," kata jenderal bintang satu itu.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mengatakan bahwa TGPF boleh saja dibentuk asalkan demi tujuan membantu terungkapnya kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Saat kasus Munir pun, TGPF dibentuk untuk pemecahan kasus, meski tidak ada status formal secara hukum.
“Negara ini kan negara hukum, ujung-ujungnya nanti balik ke polisi," ujar Poengky, Sabtu (4/11/2017) lalu.
Dukungan pembentukan TGPF juga diungkapkan oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Ia beranggapan bahwa TGPF bisa menuntut peran sipil agar membantu pihak kepolisian dalam memberikan fakta-fakta kasus.
Pada 31 Oktober 2017 lalu, sebanyak 23 orang tokoh bertemu pimpinan KPK untuk menandatangani petisi permintaan pembentukan TGPF guna menindaklanjuti kasus penganiayaan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang sudah berjalan 200 hari tanpa hasil. Dua mantan pimpinan KPK yakni Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Alissa Wahid, Mochtar Pabotinggi, Bambang Widjojanto, Dadang Trisasongko, Usman Hamid, dan Haris Azhar turut dalam petisi tersebut.
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh berjamaah di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri