tirto.id - Wulan baru usai bertugas di Amerika Serikat dan mendarat di Jakarta ketika pandemi membuat banyak kantor di ibu kota tutup sementara. Para kolega Wulan di tanah air menerapkan working from home (WFH), begitu pula dirinya. Ya, kantor pusatnya yang berada di Dallas meminta Wulan menerapkan remote working saja.
“Awalnya agak bingung sih, karena semua kondisi berubah mendadak. Biasanya bekerja dalam satu tim dengan tatap muka, dan melakukan kerja ini itu bareng-bareng, sekarang sendirian,” ujar pekerja perusahaan teknologi informasi ini.
Namun, Wulan tak mau lama-lama kebingungan. Ia dan timnya menyiapkan segala sesuatu: membiasakan diri mengerjakan semua dari jauh, melatih satu sama lain agar terbiasa berkoordinasi lewat dunia virtual.
Secara personal, Wulan pun menyiapkan rumahnya untuk jadi kantor darurat. Di meja kerja, jika dulu bertumpuk CD musik dan buku-buku fiksi, kini tampak dokumen-dokumen dan alat tulis. Kursi pun ia ganti mirip dengan miliknya di kantor, yang bikin punggung dan pantat tak pegal-pegal ketika harus duduk seharian.
Di luar dugaan, di tengah suasana kerja yang sulit ini produktivitas Wulan malah meningkat. Ia mengakui hal itu dengan malu-malu. Dalam situasi normal, ujarnya, tak jarang waktu yang ada banyak digunakan untuk berbincang dengan rekan kerja, pergi ke luar kantor untuk beli kopi dan kudapan, hingga pergi ke mall terdekat untuk menonton bioskop.
“Kalau di rumah, delapan jam benar-benar dipakai untuk kerja, kerjaan yang dulu sering tertunda malah jadi lekas kelar. Paling istirahat satu jam untuk makan dan melakukan senam pelemasan badan,” kata perempuan yang menjabat sebagai Project Manager di kantornya ini.
Fenomena meningkatnya produktivitas saat bekerja dari rumah sudah dianalisis oleh Nicholas Bloom, pengajar di Universitas Stanford, sejak tujuh tahun lalu. Dalam penelitian tentang produktivitas pekerja jarak jauh di sebuah perusahaan Cina, Bloom menuturkan: pegawai perusahaan ternyata malah lebih produktif sekitar 13 persen ketika WFH.
“Pandemi akan membuat WFH yang dulu jarang diterapkan menjadi sesuatu yang mainstream dan umum dipakai di banyak negara,” ujar Bloom kepada BBC.
Dilansir Forbes, Claire Eldrige, CEO sebuah perusahaan komunikasi kesehatan, malah berpikir akan menjadikan kerja remote sebagai opsi permanen, mengikuti berbagai perusahaan besar lain seperti Shopify, Fujitsu, dan Twitter.
Tentu ada kendala yang dihadapi Wulan dan banyak pekerja dengan nasib serupa. Yang sering dibahas, di samping perkara kesehatan tubuh dan mental, adalah perkara teknis: internet kacrut sering kali bikin video conferencing tersendat, ada suara-suara dan gambar yang tak diinginkan, atau dalam kasus Wulan: gonggongan empat ekor anjingnya.
Bagi Wulan, tantangan terbesarnya bukan itu, melainkan sukarnya mencari aplikasi yang menyediakan layanan terintegrasi. Hal demikian bikin dia harus memasang berbagai aplikasi agar semua pekerjaan bisa dibereskan. Persoalan semacam itu juga disinggung oleh Brian X. Chen. Dalam tulisannya untuk The New York Times, Chen menulis betapa WFH bikin kepala pusing. Dan yang paling kentara, ya perkara teknis itu tadi.
“Masalah umum WFH adalah hal-hal menyangkut perkara teknologi yang bisa bikin produktivitas menurun: internet yang tak bisa diandalkan, video call dengan kualitas buruk, perangkat lunak yang fungsinya terbatas, dan tempat kerja yang tak nyaman,” tulis Chen.
Bertolak dari pengalamannya, Wulan menuturkan sejumlag tips yang biasa ia terapkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kesehatan selama WFH. Pertama, sadari kalau kamu tetap bekerja, jadi tetap harus fokus. Kedua, ambil jeda tiap satu atau dua jam untuk melakukan peregangan dan minum air putih banyak-banyak. Ketiga, tetapkan jadwal kerja seperti biasa.
“Dan, yang juga penting, cari alat kerja yang memudahkan pekerjaanmu, seperti kursi yang nyaman, meja luas, dan working platform yang pas,” tutur Wulan.
Semua Dalam Satu
Apa yang dicari Wulan sekilas tampak utopis. Mencari semua fungsi dalam satu platform sama saja mencari kesempurnaan dalam sebuah benda elektronik. Nyaris mustahil. Akan selalu ada kekurangan atau fitur-fitur yang tak hadir.
Nyata-nyatanya, anggapan itu keliru. Kini, jawaban atas harapan banyak pekerja jarak jauh itu ada: Lark.
Ia adalah platform kolaborasi generasi baru yang menjadikan pengguna bisa bersinergi secara maksimal dalam sebuah tim. Fiturnya lengkap, menawarkan semua yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Dari Lark Messenger, Lark Docs, Lark Calendar, Lark Video Conferencing, Lark Mail, dan Lark Workplace. Semua fitur itu terintegrasi dengan sejumlah aplikasi pihak ketiga, dan semua fungsi itu ada dalam aplikasi Lark yang tersedia untuk Mac, PC, iOS, dan Android.
Dalam Lark, ada tiga kata kunci yang bisa dipakai untuk menggambarkan betapa platform ini sangat penting bagi pekerja jarak jauh: integrasi, kemudahan, dan one stop features.
Perkara integrasi, dengan menggunakan Lark, artinya kamu akan tetap bisa tersambung ke aplikasi-aplikasi yang kamu pakai. Di Lark Workplace, misalkan, kamu masih bisa terhubung dengan aplikasi pihak ketiga seperti Asana, Jira , atau Salesforce. Sedangkan di Lark Mail, kamu bisa menautkan akun Gmail untuk bisa menggunakan layanan seperti surel, messenger, juga drive.
Perkara Messenger, misal yang lain, pengguna lama dan pengguna baru akan tetap terintegrasi. Satu grup bisa menampung hingga 5.000 anggota, dan ada fitur unlimited searchable chat history yang memungkinkan anggota baru bisa membaca informasi yang sudah ada di percakapan masa lampau. Tak hanya itu, anggota bisa saling menelpon, memeriksa jadwal di kalender, juga mengirim dokumen. Membuat anggota dalam tim tetap merasa terhubung dan tidak teralienasi satu sama lain.
Tak kalah menarik adalah Lark Video Conferencing yang bisa digunakan untuk durasi tak terbatas dan bisa diisi oleh hingga 100 peserta. Secara teknis, kualitas video juga ditingkatkan, kebisingan berkurang, latar belakang dikaburkan—bayangkan, saat melangsungkan video call dan tiba-tiba pasanganmu lewat sembari menenteng handuk, itu tidak menyenangkan, lho— juga tata letak yang dinamis.
Keunggulan lain yang ditawarkan Lark adalah kemudahan dan semua fungsi dalam satu platform. Dalam Lark, kamu bisa menggambar berbagai bentuk chart maupun diagram. Mulai dari flow diagram, structure chart, atau pie chart. Mudah sekali. Kamu juga bisa memasukkan formula dengan fitur Equation yang ada di toolbar. Bahkan, kamu bisa dengan mudah mengotomatisasi alur kerja internal, semisal penggantian biaya dan kehadiran, tanpa perlu repot-repot membuat kode. Semua itu dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang, seperti kapasitas surel hingga 500GB yang dapat digunakan dengan gratis.
Dengan menggunakan Lark, WFH terasa sebagai hal ringan belaka. Semua fungsi yang kamu butuhkan untuk bekerja betul-betul tersedia di sana. Lark juga membuat tim terasa tetap berdekatan. Selain itu, Lark membuatmu bisa fokus ke hal lain, karena perkara pencarian platform all in one sudah teratasi. Bisa dibilang, Lark memuluskan jalan WFH sebagai kultur baru dalam dunia kerja. Jika sudah begitu, saatnya kamu memikirkan hal-hal menarik lain untuk lebih memudahkan kegiatan WFH.
Menu panganan baru dan kursi kerja yang juga baru, mungkin?
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis