tirto.id - Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) menggunakan jenis soal pilihan ganda. Peserta tinggal memilih jawaban yang paling tepat dari beberapa pilihan yang diberikan.
Akan tetapi tidak jarang soal-soal pilihan ganda malah menyulitkan para peserta. Soal-soal dengan pilihan jawaban yang hampir sama atau menyematkan pilihan “semua benar” adalah contoh pilihan ganda yang merumitkan para peserta.
Penelitian yang diterbitkan Journal of Applied Research in Memory and Cognition menjelaskan soal pilihan ganda terkadang malah memperumit dan membingungkan para siswa dalam memilih dan menjawab soal.
Para peneliti menawarkan tips membuat pertanyaan pilihan ganda yang efektif untuk menilai pengetahuan para siswa dan memperkuat pembelajaran.
Pendidik disarankan untuk tidak memasukkan pertanyaan jebakan atau menawarkan opsi seperti "semuanya benar” atau "tidak ada yang benar" di antara daftar kemungkinan jawaban.
Andrew Butler, psikolog kognitif dalam Seni & Sains yang menulis penelitian mengatakan, format pertanyaan pilihan ganda memang penting, karena tes ini banyak digunakan di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat di mana mereka berasal sebagai bagian dari upaya awal untuk mengukur kecerdasan.
Manfaat pilihan ganda, menurut Butler ialah mengarah pada retensi jangka panjang yang lebih baik, mengubah representasi informasi, dan menciptakan pemahaman yang lebih dalam. Akan tetapi soal pilihan ganda harus diterangkan dengan jelas.
“Tes pilihan ganda, terutama pengujian berulang, memiliki potensi untuk memperkuat daya ingat kita, tetapi pertanyaan tes yang diformat dengan buruk dapat memiliki efek sebaliknya. Pertanyaan yang salah bentuk itu dapat memperkeruh ingatan kita akan jawaban yang benar dan megacaukan ingatan untuk jawaban yang tidak akurat,” kata Butler.
Tinjauan penelitian Butler menegaskan format pertanyaan dan presentasi yang tepat sangat penting untuk menciptakan tes pilihan ganda yang efektif. Ini juga menunjukkan banyak tes pilihan ganda yang gagal mematuhi praktik terbaik berbasis penelitian ini.
Butler memberikan lima rekomendasi berbasis penelitian untuk menyusun format pilihan ganda yang baik. Ia juga menjelaskan ilmu kognitif di balik lima rekomendasi itu.
Salah satu yang disarankan Butler adalah membuat pertanyaan yang melibatkan proses kognitif "dunia nyata".
Untuk benar-benar menguji kemampuan, pertanyaan harus disusun sehingga jawaban yang benar memerlukan penggunaan proses kognitif spesifik yang diperlukan untuk mengatasi masalah serupa di dunia nyata.
Pertanyaan yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi akan meningkatkan pembelajaran dan meningkatkan kinerja di masa depan.
Misalnya, pertanyaan pilihan ganda dapat mengharuskan peserta tes untuk menganalisis serangkaian kondisi untuk membuat keputusan seperti "Mengingat gejala pasien, diagnosa berikut mana yang paling mungkin?"
Lalu, hindari menggunakan opsi "tidak ada yang benar" dan "semua benar" sebagai pilihan jawaban.
Ketika "tidak ada yang benar" benar, siswa mungkin tidak perlu mengambil informasi yang benar untuk menjawab pertanyaan dan mereka banyak terpapar informasi yang salah.
Menggunakan "semua benar" menghadapkan siswa pada banyak informasi yang benar, hal ini memperburuk ingatan siswa. Kedua jenis pertanyaan dapat merusak penilaian yang akurat dan potensi manfaat memberikan pembelajaran sangat kecil.
Butler juga menyarakan agar siswa meninjau kembali jawaban mereka setelah tes dilakukan. Karena pertanyaan pilihan ganda membuat siswa terpapar banyak informasi palsu yang disajikan dengan masuk akal.
"Satu hal yang dapat diambil dari rekomendasi ini adalah bahwa item pilihan ganda paling efektif membuat siswa berpikir dengan cara yang produktif untuk belajar dan memungkinkan pengukuran yang valid apakah mereka telah memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diinginkan," ujar Butler.
"Untuk memaksimalkan efektivitas dan efisiensi yang terbaik adalah menjaga proses menjawab item pilihan ganda tetap sederhana karena menambah kompleksitas sering kali memiliki efek negatif pada pembelajaran dan penilaian," tambah Butler dilansir Universitas Washington di St. Louis.
Editor: Dipna Videlia Putsanra