Menuju konten utama

Terusan Panama: Pintu Ajaib Menuju Pasifik

Setelah digagas sejak tahun 1500an, Terusan Panama dibuka sejak 15 Agustus 1914. Amerika Serikat cukup lama mengelolanya sebelum dikelola oleh Panama.

Terusan Panama: Pintu Ajaib Menuju Pasifik
Kapal kargo mendekati gerbang transit di terusan Panama. Miraflores Locks, Kota Panama. Foto/iStock

tirto.id - Tanah Panama yang menghubungkan Amerika Utara dengan Amerika Latin adalah tanah yang diapit Samudra Atlantik dan Pasifik. Dalam bukunya Historical Dictionary of Panama, Thomas M. Leonard menulis bahwa Vasco da Gama, pada pagi 25 September 1513, membayangkan bisa menuju Samudra Pasifik dari Atlantik tanpa harus berputar ke selatan terlebih dahulu. Caranya? Dengan menyeberangi daratan Panama.

Pada 1524, ide itu sampai ke telinga Raja Charles V dari Spanyol yang menerima proposal untuk membangun terusan di Panama yang bisa menghubungkan Samudra Atlantik dan Pasifik. Namun, selama ratusan tahun, ide itu tak mewujud. Panama yang menjadi koloni Spanyol akhirnya ikut masuk dalam Republik Kolombia yang merdeka dari Spanyol pada 1821.

Kesuksesan Terusan Suez yang dibangun oleh tangan pengembang bernama Ferdinand de Lesseps membuat ide membangun Terusan Panama bangkit lagi. Setelah Terusan Suez dibuka pada 17 November 1869, sebelas tahun setelahnya de Lesseps dan anak termudanya naik kapal dari Liverpool ke Panama pada 1880. Namun, kali ini de Lesseps tak mengulang kesuksesan di Suez. Proyek itu gagal terselesaikan.

Penyakit kuning dan malaria menjangkiti pekerja mereka. Kebocoran keuangan juga membuat proyek itu terhenti di tahun 1888. Ferdinand de Lesseps sendiri harus divonis 5 tahun penjara dengan tuduhan penggelapan, meski kemudian bebas di tingkat banding. Menurut David McCullough dalam The Path Between the Seas: The Creation of the Panama Canal, 1870–1914 (1977), Ferdinand de Lesseps baru menyelesaikan proyek itu 40 persen saja.

“Perang melawan Spanyol membangkitkan kembali niat Amerika untuk membangun kanal melewati tanah genting di Panama, yang akan menyatukan dua samudera besar. Manfaat kanal seperti ini telah dipikirkan lama sebelumnya oleh negara-negara perdagangan di seluruh dunia; Perancis telah berusaha menggali pada akhir abad ke- 19 tapi tidak mampu mengatasi masalah-masalah engineering. Setelah menjadi kekuatan besar di Laut Karibia dan Samudera Pasifik, Amerika Serikat sadar bahwa kanal akan menguntungkan secara ekonomi dan akan menyediakan jalan cepat untuk transportasi kapal perang antara kedua lautan,” demikian tercatat dalam Garis Besar Sejarah Amerika Serikat (2005) yang dirilis Biro Program Informasi Internasional.

infografik-kronik-panama

Setelah kematian de Lesseps pada 1894, Amerika mulai tergiur dengan terusan tersebut. Pada bulan Juni 1902, Kolombia ditawari $10 juta untuk membeli Terusan Panama oleh Amerika Serikat. Setelah melalui perdebatan, Senat Kolombia menolak tawaran itu pada Agustus 1903. Presiden Theodore Roosevelt pun marah besar.

“Pada pergantian abad, apa yang sekarang Panama dulunya adalah provinsi utara Kolombia yang pemberontak. Ketika pemerintahan Kolombia menolak mengesahkan perjanjian kerjasama pembangunan dan pengoperasian kanal dengan Amerika Serikat pada 1903, sekelompok pejuang Panama yang tidak sabar, didukung angkatan perang AS, bangkit dalam pemberontakan dan mengumumkan kemerdekaan Panama,” tulis pemerintah AS dalam Garis Besar Sejarah Amerika.

Sebuah plot kemudian disusun dengan restu Roosevelt. AS akan mendukung pemberontakan dr. Manuel Amador yang hendak memisahkan Panama dari Kolombia. Sebelumnya, pada 17 Oktober 1903, orang-orang Panama anti-pemerintah Kolombia berkunjung ke Washington. Lalu bersepakatlah mereka: AS mendukung mereka memberontak pada 3 November sore pukul enam. Esoknya, pada 18 Oktober 1903, deklarasi kemerdekaan, bendera Panama, bahkan konstitusinya, telah siap.

Tepat pukul enam sore 3 November, garnisun militer Kolombia yang sudah disuap meletakkan senjatanya. Kapal AS, USS Nashville berlayar ke Pelabuhan Celon untuk mendukung kemerdekaan Panama. Tiga hari kemudian, tepat pukul satu siang 6 November 1903, dinyatakan: “Negara pecahan ini langsung mendapat pengakuan oleh Presiden Theodore Roosevelt.”

Tanpa menunggu lama, esoknya 7 November, Pemerintah AS segera memerintahkan duta besarnya di Panama untuk membahas perjanjian Pakta Terusan Panama. Sebelas hari kemudian, pakta itu ditandatangani kedua belah pihak. Panama menyewakan lahan selebar 16 kilometer (daerah Kanal Panama) kepada AS dengan imbalan $10 juta dan biaya tahunan $250.000. Kolombia juga kemudian memperoleh $25 juta sebagai bagian kompensasi.

“Sebuah upacara kecil diadakan di Panama City pada 4 Mei 1904 sebagai simbol pengalihan dari Perusahaan Terusan milik Prancis kepada AS. Letnan Dua Mark Brooke dari Korps Teknik (Militer AS) menerima kunci gudang perusahaan dan Rumah sakit di Panama tengah,” tulis Jon T. Hoffman dalam buku The Panama Canal: An Army's Enterprise: An Army's Enterprise (2014).

Penyelesaian Kanal Panama pada 1914 dipimpin oleh Kolonel George W. Goethals. Selain pembangunan yang didukung teknisi militer AS, penyakit malaria dan kuning yang sebelumnya menjadi penghambat besar pun akhirnya diatasi. Buku terbitan AS menyebut penyelesaian Terusan Panama ini “merupakan kejayaan besar dunia engineering. Dan penemuan penyembuhan penyakit malaria dan penyakit kuning secara bersamaan, merupakan salah satu prestasi besar dunia kedokteran.”

Selama puluhan tahun, Panama menjadi semacam negara satelit yang penting bagi Amerika. Penguasanya pun biasanya adalah sosok kesayangan Amerika. Ada kepentingan AS akan terusan Panama yang juga menghubungkan antara pesisir timur Amerika Serikat dengan Hawaii dan Filipina. Tentu, AS juga punya pangkalan militer di sana.

Setelah 31 Desember 1999 Terusan Panama ini diambil alih oleh Otoritas Terusan Panama. Selama setahun, terusan ini bisa dilewati 12 ribu kapal. Di tahun 2007, terusan ini mengalami perluasan. Terusan macam Panama ini belakangan sedang digarap di Thailand. Terusan Kra diperkirakan bakal membikin sepi kota dagang Singapura.

Baca juga artikel terkait AMERIKA SERIKAT atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani