Menuju konten utama

Terdeteksi LSD, RI Setop Impor Sapi dari 4 Peternakan Australia

Kementan telah menangguhkan impor sapi yang berasal dari empat fasilitas peternakan di Australia pasca terdeteksi virus LSD.

Terdeteksi LSD, RI Setop Impor Sapi dari 4 Peternakan Australia
Petugas memeriksa mulut hewan kurban sapi yang dijual di kawasan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/6/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

tirto.id - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) telah menangguhkan impor sapi yang berasal dari empat wilayah peternakan di Australia. Penangguhan dilakukan pasca terdeteksi virus Lumpy Skin Diseases (LSD) atau penyakit kulit berbenjol.

"Penangguhan ini dilakukan sampai dengan hasil investigasi temuan penyakit LSD lebih lanjut. Ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan atau premises dari total 60 yang terdaftar,” kata Kepala Barantan Bambang dalam keterangan tertulis, Selasa (1/8/2023).

Temuan LSD pada sapi impor ini telah dilakukan tindakan karantina seperti pengecekan berupa dokumen hingga fisik dari sapi impor di atas alat angkut. Pemeriksaan tersebut dilakukan diatas kapal oleh petugas karantina pertanian Tanjung Priok, Jakarta pada 25 Mei sampai 26 Juli 2023.

Kemudian petugas memberikan tanda khusus pada sapi-sapi impor yang menunjukkan gejala klinis untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel sesaat setelah bongkar dari alat angkut. Dari hasil pemeriksaan yang di dapat, sapi impor tersebut ternyata positif LSD dan segera dilakukan tindak pemotongan yang diawasi oleh dokter hewan karantina.

"Kami dapati temuan gejala klinis LSD pada sapi impor terus bertambah, karena itu kami putuskan untuk menangguhkan importasi dari empat fasilitas tersebut," ungkapnya.

Bambang menuturkan, pihaknya telah melakukan tindakan yang sesuai dengan standar prosedur impor komoditas pertanian. Salah satunya, hewan yang akan masuk ke Indonesia akan dilakukan karantina terlebih dahulu. Itu dilakukan agar memastikan kesehatan serta keamanannya.

Virus Lumpy Skin Diseases

Bambang menuturkan penyakit LSD tidak bersifat zoonosis atau tidak menular kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, antara lain nyamuk, lalat dan caplak, yaitu penyakit yang menyerang sapi dan kerbau.

Masa inkubasi atau waktu yang diperlukan dari awal infeksi sampai munculnya gejala klinis penyakit LSD secara alamiah cukup memakan waktu yang lama, yaitu bisa mencapai lima minggu.

"Sehingga penyakit tidak mungkin muncul secara tiba-tiba dalam waktu singkat (1-3 hari)," ungkapnya.

Bambang menuturkan, virus dapat bertahan di keropeng selama 33 hari dan pada leleran mulut dan hidung selama 28 hari. Pada saat itu pula serangga berperan menularkan dari satu hewan ke hewan lainnya. Pencegahan dapat dilakukan dengan biosekuriti dengan desinfeksi dan desinsektisasi yang ketat, serta vaksinasi.

Sampel serum darah, kerokan kulit dan swab mulut diambil pada sapi yang belum dilakukan vaksinasi LSD, hasil positif ditemukan setelah diuji menggunakan real time PCR. Pengujian dilakukan di laboratorium Karantina Pertanian Tanjung Priok dan diuji konfirmasi di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian dan Balai Besar Veteriner Wates.

Sementara itu, pemerintah Indonesia terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Australia melalui Department Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF) untuk menginvestigasi terhadap temuan LSD pada empat peternakan/premises yang ditangguhkan.

Dari data sistem otomasi Barantan, IQFAST tercatat dari Pelabuhan Laut Belawan, Tanjung Priok, Lampung, Cilacap dan Bandar Udara Soekarno Hatta, jumlah sapi impor asal Australia di tahun 2022 berjumlah 303.867 ekor dan 153.384 ekor untuk periode 1 Januari hingga 31 Juli 2023.

"Selaku otoritas karantina pertanian negara, Barantan memastikan sapi dan komoditas pertanian lainnya yang masuk ke tanah air harus dalam kondisi sehat dan aman," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait IMPOR SAPI atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin