tirto.id - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menegaskan bahwa Vaksin Nusantara telah disepakati bukan sebagai produk yang diproduksi massal, sehingga pengawasannya tak lagi ada di BPOM.
Hal itu sesuai dengan nota kesepahaman atau memorandum Of understanding (MoU) yang telah ditandatangai 19 April 2021 oleh Kementerian Kesehatan, BPOM dan TNI AD. Isi MoU itu ialah tidak ada lagi pengembangan vaksin massal yang disebut "Vaksin Nusantara" dan hanya untuk riset serta pelayanan.
"Sudah bukan melalui jalur BPOM. Bukan produk yang akan digunakan massal, diproduksi massal, tapi itu pelayanan individual, berbasis pelayanan kesehatan. Jadi bukan melalui BPOM. Pengawasannya oleh Kemenkes," kata Penny kepada reporter Tirto, melalui pesan singkat, Kamis (17/6/2021).
Oleh karena itu, menurutnya sudah jelas bahwa tidak ada lagi uji klinis apapun yang membutuhkan pengawasan BPOM untuk vaksin yang digagas oleh mantas Menkes Terawan Agus Putranto tersebut.
"Sudah tidak ada kaitannya dengan BPOM untuk persetujuan uji klinis apapun," ujar Penny.
Saat mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Rabu (16/6/2021), Terawan mengakui dengan adanya MoU tersebut, maka pihaknya harus menghentikan uji klinis.
Namun dalam kesempatan itu juga Terawan kemudian meminta bantuan kepada Komisi VII. Ia meminta agar Komisi VII membantu mendorong adanya legalitas yang dapat digunakan untuk melanjutkan uji klinis.
“Kami mohon bantuan dari Komisi 7 ini tentunya supaya izinkan kami bisa melakukan riset di Indonesia menyelesaikan hal ini, karena tinggal selangkah lagi uji klinis fase 3,” kata Terawan.
Komisi VII menyatakan dukungan untuk dilaksanakan riset serta uji klinis yang tuntas terhadap seluruh vaksin yang diproduksi oleh seluruh anak bangsa baik itu Vaksin Merah Putih maupun Vaksin Nusantara yang digagas Dokter Terawan.
Namun demikian Komisi VII tidak akan memaksa BPOM untuk bisa mengeluarkan izin untuk sebuah uji klinis.
"Kami tidak akan menganjurkan ke BPOM agar dilaksankan uji klinis berikutnya karena itu bukan kewenangan dari komisi VII. Komisi VII pengawasannya [terbatas] terkait riset," ujar Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.
Sebelum MoU dibuat, BPOM sejatinya telah menyatakan bahwa uji klinis fase 1 dan 2 Vaksin Nusantara tidak memenuhi sejumlah syarat sehingga meminta agar untuk melakukan perbaikan sebelum melangkah ke fase berikutnya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Restu Diantina Putri