Menuju konten utama

Tema Hari Ibu 2022, Sub Tema, dan Makna Peringatan 22 Desember

Apa tema Hari Ibu 2022 dan makna peringatannya pada 22 Desember?

Tema Hari Ibu 2022, Sub Tema, dan Makna Peringatan 22 Desember
Anak-anak penari tradisional Ranup Lampuan mencium ibunya seusai tampil pada peringatan hari Ibu ke-93 di gedung Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Banda Aceh, Aceh, Rabu (22/12/2021).ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/aww.

tirto.id - Peringatan Hari Ibu 2022 akan dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema Hari Ibu 2022.

Menurut KemenPPA, catatan penting dari Peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain.

Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.

Oleh karena itu, tema dan sub tema PHI setiap tahun akan berlandaskan catatan penting tersebut.

Tema Hari Ibu 2022 dan Sub Tema

Tema utama PHI ke-94 adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Selain tema utama, ditetapkan sub-sub tema untuk mendukung tema utama dimaksud.

Sub-sub tema tersebut adalah:

1. Sub Tema 1 Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan

Latar Belakang : Telah terbukti bahwa perempuan muncul sebagai penyelamat keluarga, dengan memulai usaha dan memasuki angkatan kerja sebagai dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak pekerja yang

mengalami PHK.

Namun perempuan mengalami banyak kesulitan dalam bekerja, memulai, mempertahankan dan mengembangkan usaha dibanding laki-laki, beberapa sebabnya:

  • norma gender yang diskriminatif,
  • tingginya beban pekerjaan
  • pengasuhan tak berbayar (unpaid care work),
  • rendahnya akses terhadap aset produktif,
  • kurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan,
  • sulitnya akses finansial,
  • kurangnya mentor dan jejaring usaha,
  • serta kebijakan-kebijakan yang tidak ramah gender (UNICEF & UNDP, Adressing Gender Barriers to Entrepreneurship and Leadership Among Girls and Young Women in South-East Asia, 2021).
Tujuan:

  • Mendorong kewirausahaan perempuan dengan mendorong adanya kebijakan publik untuk mengatasi unpaid care work.
  • Mendorong peningkatan kemampuan wirausaha perempuan dalam pemanfaatan teknologi dalam berusaha.
  • Mendorong kemampuan berwirausaha bagi perempuan penyintas kekerasan.
2. Sub Tema 2 Perempuan dan Digital Economy

Latar Belakang:

  • Kapasitas perempuan Indonesia di bidang digital masih menghadapi berbagai tantangan. Perempuan mengisi 49,5% dari populasi Indonesia sehingga merupakan setengah dari kekuatan SDM Indonesia.
  • Platform digital membantu perempuan mengatasi dampak Covid-19. Di antara UMK baru, UMK yang dimiliki perempuan paling diuntungkan – penggunaan platform digital membantu 41% UMK formal dan 40% UMK informal untuk berkembang, sebuah keuntungan 8–10% dibandingkan dengan UMK milik laki-laki
  • Sekitar 58,1% perempuan pengguna internet yang harus meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya karena hamil/bersalin atau kembali ke pekerjaan rumah tangga terlibat dalam e-commerce.
  • E-commerce menyediakan satu jalan bagi perempuan untuk tetap terlibat secara produktif. Ecommerce menyediakan jalur diversifikasi pendapatan, terutama bagi perempuan yang tergusur sementara dari pasar tenaga kerja.
Tujuan:

  • Mendorong digital perempuan dengan mendorong adanya kebijakan publik untuk mengatasi kesenjangan gender dalam digital.
  • Mendorong peningkatan kemampuan perempuan dalam pemanfaatan teknologi sehingga mendukung peningkatan usahanya.
  • Mendorong kemampuan digital bagi perempuan dalam kaitannya dengan bidang lain.
3. Sub Tema 3 Perempuan dan Kepemimpinan

Latar Belakang:

  • Kepemimpinan perempuan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Hal ini dapat terlihat salah satunya dari profil pejabat publik.
  • Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif baru mencapai 20,8% (KPU, 2019). Demikian pula di lembaga eksekutif, dalam Kabinet Kerja Jilid II saat ini, 5 posisi Menteri diduduki oleh perempuan dari 34 Menteri (14,7%).
  • Berdasarkan BPS (2020), untuk posisi jabatan Eselon I dan II, dari 51,29% pegawai negeri sipil perempuan, hanya sekitar 13% PNS perempuan yang menduduki jabatan struktural Eselon II atau sebesar 2.660, dibandingkan dengan PNS laki-laki yang mencapai 17.649 pada tahun 2018.
  • Sedangkan untuk posisi perempuan di lembaga yudikatif, Perempuan Hakim Agung hanya berjumlah 4 orang dari 47 (atau sekitar 8,5%) Hakim Agung yang menduduki jabatan sebagai hakim anggota (MA, 2020) dan hakim perempuan baru mencakup 27% dari jumlah hakim (Pernyataan Ketua MA, Januari 2018).
  • Perempuan juga belum banyak berkiprah sebagai kepala desa. Persentase perempuan kepala desa seluruh Indonesia hanya mencakup 5% dari 71.447 Kepala Desa (Data Kepala Desa Kemendes PDTT, 2018).
  • Dalam SDGs (SustainableDevelopmentGoals), Kepemimpinan perempuan telah ditegaskandimana
  • Indonesia ikut berkomitmen mewujudkan tujuan-tujuannya. Poin ke-5 dari Tujuan SDGs ke-5 terkait kesetaraan gender menjamin partisipasi penuh dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.
Tujuan:

  • Mendorong kepemimpinan perempuan di berbagai ranah dan tingkatan.
  • Mendorong peningkatan kapasitas leadership perempuan dan memberikan peluang melalui langkah afirmasi agar semakin banyak perempuan yang menjadi leaders dan terlibat/dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
4. Sub Tema 4 Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya

Latar Belakang:

  • Bentuk kekerasan yang dialami perempuan di antaranya meliputi kekerasan fisik, kekerasan emosional atau psikologis, kekerasan seksual, pembatasan aktivitas, dan lain-lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan, salah satunya adalah faktor budaya yang masih menempatkan perempuan lebih rendah posisinya daripada laki-laki. Perempuan acap kali malu dan takut atas kekerasan yang dialaminya, mereka terkadang tidak mengetahui apa yang dialami adalah bentuk kekerasan dan belum mengetahui harus melapor kemana.
  • Akar masalah dari kekerasan terhadap perempuan adalah pola pikir masyarakat yang belum menjunjung kesetaraan. Perlindungan yang menyeluruh dan sistematis bagi perempuan perlu diwujudkan, karena perempuan berdaya dan terlindungi merupakan modal bangsa untuk menjadi negara yang maju. Kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sudah sangat genting, sehingga tidak hanya pemerintah saja, perlu sinergi dan kerjasama dari berbagai pihak terutama perempuan sendiri harus berani untuk bersuara untuk mencegah kekerasan yang terjadi.
Tujuan:

  • Mendorong kesadaran perempuan untuk tidak serta merta menerima segala bentuk kekerasan yang dialaminya.
  • Mendorong korban kekerasan untuk berani melapor dan memelopori upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
  • Mendorong peningkatan pengetahuan dan wawasan tentang sistem perlindungan perempuan terhadap tindak kekerasan yang ada baik di tingkat nasional, daerah, dan masyarakat/komunitas.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Iswara N Raditya