tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sebesar 12% hingga 16%. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yakin bila penurunan TBA ini mampu menekan mahalnya harga tiket pesawat karena nilainya sendiri mengacu pada batas yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Budi, penurunan TBA ini memberikan dampak meskipun pada lebaran nanti harga tiket pesawat akan terpengaruh faktor musiman. Budi Karya memastikan perhitungan angka yang ditetapkan juga memperhatikan beban biaya operasional maskapai.
"Kan, sudah cukup tadi [tidak memberatkan maskapai]. Insya Allah bisa [menurunkan harga tiket pesawat]," kata Budi usai konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (13/5/2019) malam.
Namun, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai besaran penurunan TBA itu saja belum cukup untuk menurunkan harga tiket pesawat. Sebab, kenaikan harga tiket yang dilakukan maskapai jauh lebih besar dari persentase penurunan TBA yang baru direvisi Kemenhub.
"Kalau cuma 16 persen masih kurang karena sebelumnya tarif pesawat naik lebih dari 50-70 persen selama 10 bulan terakhir," ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (14/5/201).
Bhima menuturkan penurunan harga tiket yang diharapkan pemerintah tentu sulit terjadi lantaran pada lebaran nanti nilainya biasa melambung atau high season. Ia mengatakan pada saat seperti ini maskapai cenderung berupaya meraup untung.
Bhima justru khawatir di saat pemerintah menurunkan TBA, harga tiket yang ditetapkan maskapai justru dapat melambung mendekati TBA yang dibuat lebih rendah.
“Kemungkinan justru naik meskipun masih di bawah TBA,” jelas Bhima.
Karena itu, kata Bhima, TBA perlu turun signifikan bila ingin dampaknya benar-benar terasa bagi masyarakat. Bila penurunan TBA hanya 16%, kata dia, maka maskapai dapat dengan mudah berkelit menggunakan dalih masih berada dalam koridor batas tarif yang berlaku.
Jika disimulasikan sesuai Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 72 Tahun 2019 (PDF), TBA Jakarta-Padang adalah Rp1,706 juta dan penurunan TBA 16 persen, maka diperkirakan menjadi Rp1,433 juta. Lalu rute Jakarta-Makasaar, misalnya, dari Rp2,144 juta menjadi Rp1,801 juta. Sementara Jakarta-Palangkaraya dari Rp1,651 juta menjadi Rp1,386 juta.
Namun, saat dicek menggunakan aplikasi Google, untuk penerbangan Jakarta-Padang pada 3 Juni 2019 nanti, maskapai seperti Lion Air menerapkan tarif sedikit di bawah TBA yang lama yakni di kisaran Rp1,665 juta.
Hal ini belum termasuk maskapai seperti Wings Air yang membandrol tiketnya di kisaran Rp2 juta dan Garuda di kisaran Rp4 juta. Tren ini pun diperkirakan berlanjut hingga 6 Juni 2019.
Harga tiket mulai berangsur turun pada 7 Juni 2019. Harga tiket maskapai Lion Air untuk rute Jakarta-Padang berada di kisaran Rp1,4 sampai Rp1,7 juta. Sementara itu, tarif yang dikenakan Garuda berada di kisaran Rp1,9 juta.
Persoalan Duopoli
Persoalan lain yang juga disoroti Bhima adalah struktur pasar penerbangan yang terkonsentrasi di dua pemain besar atau duopoli. Menurut Bhima, tanpa ada perhatian pemerintah pada sisi tersebut, maka penurunan tiket sulit terjadi.
Kelompok maskapai yang menguasai lebih dari 90 persen penumpang domestik yakni Grup Lion Air dan Grup Garuda Indonesia.
Menurut Bima, bisnis penerbangan yang kurang baik tak bisa dijadikan alasan. Pasalnya, saat ini harga avtur dan suku cadang dalam kondisi turun. Belum lagi maskapai seperti Garuda juga sudah mulai meraup laba.
“Duopoli juga menjadi penyebab kenaikan signifikan harga tiket," ucap Bhima.
Corporate Communications Strategic Lion Air, Danang Mandala belum mau berkomentar soal masalah ini. Ia berdalih belum ada perkembangan informasi lebih lanjut dari perusahaannya.
“Jika ada update, kami kabari ya,” ucap Danang saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (14/5/2019).
Hal senada juga disampaikan VP Corporate Secretary & Legal Sriwijaya Air, Retri Maya. Ia mengatakan belum memperoleh informasi terbaru dari perusahaannya.
“Aku belum dapat update-nya,” ucap Retri saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (14/5/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan