Menuju konten utama

Tata Cara Qadha Puasa bagi Orang Tua yang Masih Hidup dan Meninggal

Tata cara qadha puasa bagi orang tua yang masih hidup dan cara membayar hutang puasa orang tua yang sudah meninggal.

Tata Cara Qadha Puasa bagi Orang Tua yang Masih Hidup dan Meninggal
Ilustrasi [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Bagaimana tata cara qadha puasa bagi orang tua yang masih hidup, tetapi sudah cukup lemah atau sakit-sakitan? Apakah utang puasa orang tua yang sudah meninggal dapat dibayar oleh anaknya?

Hukum menjalankan puasa Ramadhan adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu melaksanakannya. Hanya saja, tidak semua muslim bisa berpuasa sepanjang 29 atau 30 hari Ramadhan. Misalnyam karena sakit atau dalam perjalanan.

Syariat Islam memberi keringanan untuk tidak puasa atau berbuka pada setiap muslim yang berhalangan. Hal ini difirmankan Allah dalam Surah al-Baqarah:184.

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ -

"Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Dalam ayat tersebut, seorang muslim dapat saja berbuka atau tidak berpuasa Ramadan ketika sedang sakit atau dalam perjalanan. Kendati demikian, puasa yang tidak dilaksanakan pada hari tersebut, dihitung sebagai utang yang harus diganti di hari lain (qadha), atau dalam kondisi tertentu, diwajibkan membayar fidyah.

Tata Cara Qadha Puasa bagi Orang tua yang Masih Hidup

Bagi sebagian orang yang sudah tua (uzur), menjalankan ibadah puasa barangkali cukup berat. Fisiknya tidak lagi kuat sebagaimana saat dirinya masih muda.

Terkait hal ini, Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab bab puasa, mengutip Imam Asy-Syirazi, bahwa barangsiapa yang tidak mampu berpuasa pada suatu kondisi, yaitu orang tua yang lanjut usia yang tidak sanggup berpuasa, atau orang sakit yangtidak ada harapan sembuh maka keduanya tidak wajib berpuasa.

Dasarnya adalah kutipan Firman Allah dalam Surah al-Hajj:78 "وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ" yang artinya "Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama".

Untuk orang tua yang sudah tidak memungkinkan berpuasa, Imam Nawawi merujuk pada riwayat para Sahabat Nabi, menyebutkan, "Wajibbaginyamengeluarkansatu mudmakananpadasetiapharinya".

Ini merujuk riwayat dari Ibnu Abbas, yang berkata, "orangtuayanglanjutusiahendaknyamemberi

makansatuorang miskin pada setiapharinya". Sedangkan Abu Hurairah meriwayatkan, "Barangsiapayang telah lanjut usiadan tidakmampu berpuasa Ramadhanhendaknyamengeluarkansatumud

gandum setiapharinya".

Bagaimana jika ada seseorang yang lanjut usia masih memiliki tanggungan utang puasa? Penebusan puasa bagi orang tua yang masih hidup bisa dilakukan dua cara seperti yang tertuang pada Surah al-Baqarah ayat 184.

Dalam Suara Muhammadiyah, merujuk pada Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT), orang tua tersebut bisa mengganti puasa pada hari di luar Ramadhan sebanyak puasa yang ditinggalkan.

Namun, bila dirinya sudah tidak mampu karena keadaan uzurnya, maka penggantian puasa melalui pembayaran fidyah sebanyak hari puasa yang ditinggalkan.

Dalam keadaan orang tua masih hidup, anaknya tidak memiliki kewajiban untuk menggantikan qadha puasa. Pilihan qadha tersedia antara mengganti puasa di hari lain atau membayar fidyah tergantung keadaan.

Qadha Puasa bagi Orang Tua yang Sudah Meninggal

Dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab bab Puasa, Imam Nawawi menyebutkan, b arangsiapayangmeninggalduniadan mempunyaiutangpuasa selama RamadanatausebagianRamadan, terdapat 2 hal yang mesti diperhatikan.

Pertama, jika orang tersebut mendapatkan halangan berkepanjangan sampai meninggal dunia sehingga tidak dapat membayarkan utang puasanya. Dalam hal ini tidak ada kewajiban apa pun atas ahli warisnya dan atas warisannya, baik berupa puasa atau membayarkan makanan (fidyah).

Yang kedua, jika orang tersebut berkesempatan mengganti puasa, tetapi tidak mengqadha sampai meninggal dunia. Ada dua pendapat, yang pertama, wajib dibayarkan makanan satu mud pada setiap hari dan tidak boleh digantikan puasanya oleh walinya. Kedua, boleh digantikan puasanya oleh walinya,

dan boleh juga dibayarkan dengan makanan dan tidak perlu digantikan puasanya.

Dalil seorang anak (wali) membayarkan utang puasa yang ditunaikan orang tua, tertuang dalam beberapa hadis berikut,

Dari Aisyah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya” (Muttafaq Alaih)

Dari Ibnu Abbas r.a. [diriwayatkan] bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah saw. lalu berkata, "Ya Rasulullah, sungguh ibu saya telah meninggal, padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan." Lalu Nabi bersabda "Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah kamu akan membayarnya?" Wanita itu menjawab, "Ya. Lalu Nabi bersabda: utang kepada Allah lebih berhak untuk dilaksanakan” [HR Muslim].

Terkait pembayaran fidyah, tebusan untuk melunasi ibadah puasa yang ditinggalkan dengan jalan memberikan makanan pokok kepada fakir miskin sebanyak jumlah hari puasa yang tidak dijalankan.

Mengutip situs Baznas Kota Banjarmasin, besaran 1 mud adalah sekitar 675 gram menurut hitungan yang masyhur seperti yang termaktub pada kitab kitab Al Fiqih Al Islami wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Al Zuhaili.

Akan tetapi, ada pula pendapat yang menyatakan satu mud setara 510 gram makanan pokok sebagaimana tertulis pada kitab Al-Makayil wa Al Mawazin Al Syar’iyyah karya Syekh Ali Jumah.

Satu mud alokasinya untuk satu orang fakir miskin. Tidak boleh satu mud dibagikan kepada dua atau lebih orang. Namun, diperbolehkan memberikan beberapa mud dari kewajiban fidyah beberapa hari puasa yang ditinggalkan untuk diberikan pada satu orang fakir miskin.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fitra Firdaus