tirto.id - Agar pernikahan dapat dicatatkan secara resmi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), pasangan yang hendak menikah di Indonesia, harus menikah secara agama terlebih dahulu.
Ketika pasangan tersebut sudah sah secara agama, barulah Negara bisa melaksanakan kewajiban pada warganya, yaitu mencatatkan pernikahan pasangan tersebut.
Pencatatan ini amat penting bagi pasangan ini, karena ke depan, dengan Akta Pernikahan itu, mereka bisa mengurus Akta Keluarga, KTP dan berbagai dokumen kependudukan penting lainnya.
Setiap agama yang diakui di Indonesia, memiliki tata cara pernikahannya sendiri. Salah satunya adalah Gereja Katolik.
Berikut adalah tata cara pernikahan di Gereja Katolik, termasuk prosedurnya seperti dilansir dari Siap Nikah dan laman Keuskupan Agung Jakarta.
Pernikahan di gereja Katolik disebut sebagai Sakramen Pernikahan. Dalam gereja Katolik, ada 7 Sakramen yang harus dijalankan oleh umatnya.
Dua di antaranya adalah pilihan, yaitu Sakramen Pernikahan, dan Sakramen Imamat yang hanya boleh dilakukan oleh orang yang ingin menjadi Pastur.
Untuk melakukan Sakareman Pernikahan, setiap pasangan harus mendaftarkan pernikahan mereka kepada gereja tempat mereka akan menikah.
Yang perlu diingat adalah, gereja Katolik tidak bisa menikahkan pasangan kapan saja. Gereja Katolik memiliki jadwal-jadwal tertentu dimana mereka tidak bisa menjalankan Sakramen Pernikahan, misalnya pada masa Advent (sebulan sebelum Natal) dan masa Prapaskah (sebulan sebelum Paskah).
Biasanya, calon pasangan harus mendaftar minimal 5 bulan sebelum pelaksanaan pernikahan. Selain itu, formulir pendaftaran pernikahan harus diserahkan minimal 4 bulan sebelum pelaksanaan pemberkatan pernikahan. Berikut ini tahapan menikah dalam agama Katolik.
Kursus Persiapan Pernikahan
Untuk melakukan Sakramen Pernikahan, setiap pasangan harus mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan (KPP), yang biasanya dilakukan minimal 6 bulan sebelum pernikahan berlangsung. Untuk durasi waktu KPP sendiri, tiap gereja memiliki kebijakan berbeda-beda.
Hal yang harus dilakukan oleh pasangan yang akan mengikuti KPP adalah demikian:
1. Datang ke gereja yang bersangkutan, lebih tepatnya kantor Sekretariat Gereja, dengan membawa surat pengantar dari lingkungan masing-masing. Jadi, kalau masing-masing berasal dari gereja atau Paroki yang berbeda, masing-masing harus membawa surat pengantar dari Paroki masing-masing.
2. Membawa fotokopi surat Babtis.
3. Membawa fotokopi Akte Kelahiran.
4. Membawa fotokopi KK Gereja katolik masing-masing lingkungan.
Setelah seluruh berkas dipenuhi dan membayar biaya pendaftaran, maka petugas sekretariat gereja akan mencarikan jadwal KPP yang masih tersedia.
Materi KPP biasanya tentang pengenalan diri, ekonomi keluarga, seksualitas, kehidupan berkeluarga dan perencanaan masa depan. Setelah mengikuti KPP, setiap pasangan akan mendapatkan sertifikat yang menjadi syarat pendfataran pernikahan di gereja Katolik.
Penyelidikan Kanonik
Selanjutnya, para pasangan harus melakukan Penyelidikan Kanonik yang biasanya dilakukan 2 bulan sebelum pelaksanaan pernikahan.
Penyelidkan Kanonik adalah wawancara dengan Pastur gereja yang bersangkutan. Biasanya Pastur akan bertanya tentang kesiapan kedua calon pengantin memasuki tahap pernikahan dan kehidupan berkeluarga.
Sebelum Penyelidikan Kanonik, setiap pasangan harus menyiapkan berbagai dokumen, diantaranya:
1. Surat pengantar asli dari lingkungan masing-masing.
2. Surat babtis asli yang sudah diperbarui minimal 6 bulan sebelumnya.
3. Fotokopi sertifikat KPP, masing-masing 1 lembar.
4. Fotokopi Akte Kelahiran masing-masing.
5. Fotokopi KTP masing-masing.
6. Pas foto berdampingan 4x6 sebanyak 4 lembar. Laki-laki berada di sebelah kanan perempuan.
7. Jika calon pengantin berasal dari TNI/POLRI harus ada surat ijin dari komandan atau atasannya.
Bagi pasangan yang salah satunya non Katolik, harus menyediakan 2 saksi pada saat Penyelidikan Kanonik. Saksi itu harus benar-benar mengenal si calon pengantin yang non Katolik.
Dalam Penyelidikan Kanonik yang salah satunya non Katolik, Pastur akan bertanya apakah calon pengantin ini belum atau sudah pernah menikah. Apakah ia tidak sedang terkena halangan menikah, atau kondisi-kondisi lainnya yang bisa menghambat pernikahan.
Bagi yang sama-sama Katolik, maka KPP dan Penyelidikan Kanonik dilakukan di Paroki atau Gereja calon pengantin perempuan.
Namun, jika pasangan ini ingin menikah di gereja yang bukan dari asalnya masing-masing, mereka membutuhkan surat pengantar dari Pastur Paroki setempat.
Pencatatan Sipil
Gereja Katolik sendiri tidak mengurusi pencatatan pernikahan di catatan sipil. Namun, beberapa gereja bisa membantu pasangan untuk mengurusi pencatatan secara sipil itu.
Supaya pernikahan bisa dicatatkan secara sipil, berikut beberap dokumen yang harus disiapkan:
1. Fotokopi surat babtis terbaru, dan fotokopi surat nikah gereja.
2. Fotokopi Akte Kelahiran, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga yang dilegalisir kelurahan.
3. Formulir Surat Keterangan menikah dari kelurahan.
4. Foto calon mempelai berdampingan ukuran 4x6 sebanyak 5 lembar.
5. Fotokopi KTP saksi perkawinan.
6. Pendaftaran tanggal pernikahan yang bisa juga didaftarkan pada saat pendaftaran KPP.
Lebih lanjut, menurut laman Keuskupan Agung Jakarta, seluruh dokumen harus diserahkan paling lambat 1 bulan sebelum pelaksanaan pernikahan.
Jika sampai 1 minggu sebelum pelaksanaan pernikahan dokumen belum lengkap, maka pasangan harus menyertakan surat dispensasi dari camat.
Biaya pernikahan di gereja Katolik sendiri amat variatif, tergantung kebijakan dari masing-masing gereja.
Namun, setiap pasangan biasanya harus mengeluarkan biaya untuk persembahan saat Sakramen Pernikahan berlangsung, seperti buah dan bunga, biaya untuk dekorasi gereja dan persembahan kepada Pastur Paroki yang sudah menikahkan pasangan itu.
Satu lagi, setiap pasangan harus membuat dan mencetak buku misa sendiri yang sebelumnya sudah disetujui oleh Pastur yang akan menikahkan pasangan itu.
Buku misa ini berisi urutan acara pernikahan, doa-doa, bacaan Kitab Suci, serta lagu-lagu pengiring pernikahan pada saat pemberkatan pernikahan di gereja.
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Yandri Daniel Damaledo