tirto.id - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto menanggapi ihwal kasus penyelundupan senjata ilegal, makar, dan rusuh Mei 2019.
Ia menyatakan siapapun sama di hadapan hukum. “Harus disadari bahwa Indonesia itu negara hukum. Tidak ada yang kebal hukum. Siapapun yang melanggar hukum, harus diproses hukum. Itu yang terjadi,” katanya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Sebagai pengawas Korps Bhayangkara, pihaknya wajib memantau polisi dalam mengusut perkara. Bekto menyatakan banyak cara pengawasan seperti masyarakat boleh melapor pada Kompolnas, terhadap bagaimana perilaku polisi yang dianggap tak sesuai.
"Dalam satu tahun bisa sampai 4.000 laporan yang ditangani oleh Kompolnas, itu melalui surat ataupun yang datang langsung ke kami,” jelas Bekto. Namun khusus untuk peristiwa rusuh Mei ini ia menegaskan belum ada masyarakat yang melaporkan.
Berkaitan dengan penyelesaian perkara tersebut, Kompolnas selalu menilai penyelidikan polisi sesuai dengan aturan. Rambu-rambunya kata dia adalah sesuai dengan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan Kapolri mengenai penyidikan, dan mengenai prinsip HAM.
Ia menambahkan Korps Bhayangkara perlu dikritisi tapi harus melihat rambu-rambu tersebut. “Jadi kalau mau mengkritisi polisi, polisi memang perlu dikritisi, ada rambu-rambunya. Selama ini Kompolnas melihat polisi telah melakukan tugas sesuai dengan rambu-rambu,” sambung dia.
Kini, polisi masih mencari aktor intelektual rusuh Mei 2019 serta penembak sembilan orang diduga perusuh yang tewas. Peneliti dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar, mendesak Polri mengungkapkan kepada publik penyebab kematian para korban dan pelaku.
Ia berpendapat hal itu penting untuk segera dipublikasikan. "Saat ini muncul disinformasi dari asumsi-asumsi masyarakat karena tidak adanya informasi yang resmi," kata Rivanlee kepada reporter Tirto, Rabu (12/6/2019).
Rivanlee juga mengkritik klaim kepolisian yang menyatakan tak ada aparat yang menggunakan peluru tajam saat kerusuhan. Polri, lanjut dia, seharusnya bisa memetakan mana petugas yang memegang peluru tajam, peluru karet dan juga peluru hampa.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Irwan Syambudi