Menuju konten utama

Tanggapan Afi Nihaya Soal Intoleransi di Indonesia

Afi Nihaya yang viral karena tulisan berjudul Warisan mengatakan keberagaman menjadi masalah yang fundamental di Indonesia.

Tanggapan Afi Nihaya Soal Intoleransi di Indonesia
Afi Nihaya Faradisa. FOTO/instagram.com/afi.nihayafaradisa

tirto.id - Nama Afi Nihaya Faradisa belakangan menjadi viral di dunia maya karena tulisan berjudul Warisan yang ia unggah di laman Facebook pribadinya. Setelah mengunggah tulisan tersebut, akun Facebook dengan pengikut lebih dari 500ribu itu ditangguhkan. Sebabnya, diduga karena tulisan-tulisan kritis yang diunggah Afi.

Tema soal keberagaman yang diangkat Afi melalui tulisan berjudul Warisan tersebut menurutnya memang menjadi persoalan penting yang tengah dihadapi bangsa Indonesia.

“Keberagaman itu adalah rahmat, berkah dan keuntungan jika kita dewasa dan bijak menanggapinya, tapi sayangnya tidak semua dari kita seperti itu, jadi sangat mengancam jika kita tidak menyikapi secara benar,” kata Afi saat menjadi narasumber dalam Talkshow Kebangsaan yang diadakan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Senin (29/5/2017).

Tulisan berjudul Warisan tersebut diakui Afi sebagai bentuk curahan hatinya terhadap keragaman di Indonesia. Ia menjelaskan, poin utama tulisannya bukan pada apakah agama itu warisan atau bukan, tapi lebih kepada ajakan untuk berpikir soal keragaman dan menyadari bahwa Tuhan menciptakan manusia tidak seragam.

Melalui tulisan tersebut, Afi ingin mengajak pembaca untuk menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

“Kita harus hidup rukun bersama-sama dengan warisan masing-masing. Warisan yang tidak bisa kita pilih seperti ras, jenis kelamin, warna kulit. Setelah kita lahir, kita punya hak untuk memilih agama dan keyakinan, kita punya hak untuk mengubah itu, jika saya melakukan pencarian dan menemukan [agama] kok saya ditekan, dihina untuk memeluk agama saya,” kata Afi.

Ia mengatakan, setiap orang di Indonesia bebas untuk berpikir, bebas untuk berpendapat, yang tidak boleh adalah memaksakan buah pikiran mereka ke orang lain.

“Kita tidak bisa menunjuk orang lain, kamu Jawa. kamu lebih miskin, kamu orang Kristen, Tuhan kamu tidak benar yang benar adalah Tuhan saya, kita bebas meyakini agama yang paling benar, tapi tidak perlu memaksakan kepada orang lain,” ujarnya, menegaskan.

Dalam kesempatan tersebut, Afi juga sempat menyinggung soal terminologi minoritas dan mayoritas di Indonesia. Menurutnya, pemeluk nonmuslim di Indonesia memang minoritas itu adalah fakta. Namun, di mata hukum setiap orang, baik nonmuslim atau bukan, memiliki derajat dan hak yg sama.

Ia mengutip kalimat dari Imam Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan jika kita tidak bersaudara dalam keimanan, kita bersaudara dalam kemanusiaan. Menurut Afi, kutipan tersebut harus menjadi semangat keberagaman di Indonesia.

“Dengan bangga saya katakan saya memilih sebagai muslim, atas pilihan saya sendiri, saya tidak memungkiri kebenaran agama lain, mereka juga meyakini hal yg sama terhadap agamanya, warisan itu saya perthaankan karena itulah yang menurut saya paling benar, tapi saya tidak menyalahkan kebenaran agama lain,” kata remaja yang memiliki nama asli Asa Firda Inayah ini.

Terkait soal pro dan kontra yang muncul terhadap tulisannya, Afi mengaku ia tidak membaca semua komentar di laman Facebook miliknya yang sudah mencapai puluhan ribu. Menurutnya, banyak dari warganet yang berkomentar melenceng dari topik diskusi dan tema tulisannya. “Konteks diskusinya jadi jauh, ya lebih baik diabaikan saja, menanggapi itu ngurang-ngurangin jatah umur aja,” katanya.

Afi juga membantah isu yang mengatakan tulisannya malah memecah belah bangsa, karena menuai pro dan kontra. Menurutnya, tulisan itu bertujuan untuk mempersatukan dan yang lebih utama ia ingin mengajak orang untuk berpikir.

Melalui tulisannya, ia ingin orang menyadari bahwa manusia diciptakan tidak seragam. Jika mengajak berpikir itu bagian dari memecah belah bangsa, lanjutnya, sebegitu bahayakah jika orang-orang beragama diajak berpikir.

“Ada begitu banyak dalil, ayat yang megajak orang berpikir, lalu yg diambil hanya yang mengkafir-kafirkan. Mengapa kalau kita berpikir malah terpecah, harusnya kita berpikir, kita menyadari bahwa kita diciptakan tidak seragam,” kata siswa asal Banyuwangi ini.

Baca juga artikel terkait KEBERAGAMAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra