tirto.id - Salah satu alasan di balik ngototnya pemerintahan Joko Widodo membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah karena kemacetan Jakarta yang kian tak terkendali. Dan dari awal, IKN memang sengaja dirancang supaya permasalahan Jakarta, termasuk kemacetan, tidak ikut menular ke sana. Salah satu upayanya? Menggunakan taksi terbang.
Apa yang kita biasa saksikan di film-film fiksi ilmiah macam Blade Runner tak lama lagi bakal benar-benar terwujud di negara ini. Diwartakan CNN Indonesia, taksi terbang bikinan perusahaan Korea Selatan, Hyundai, sudah tiba di Balikpapan, Kalimatan Timur.
"Barangnya sudah sampai di Balikpapan, minggu depan dibuka, kemudian dirakit, setelah dirakit nanti kita akan coba," kata Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, pada Rabu (29/5/2024).
Menurut kabar yang beredar, taksi terbang bukan satu-satunya kendaraan canggih yang akan diuji coba di Nusantara. Ada pula kendaraan serta sistem kereta otonom yang bakal ikut dijajal. Itu semua, menurut Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN, Mohammed Ali, bakal membentuk sistem transportasi cerdas (intelligent transportation system) di Nusantara.
Taksi terbang Hyundai tersebut merupakan hasil pengembangan lembaga kedirgantaraan yang dibiayai Institut Penelitian Dirgantara Korea (KARI). Secara resmi, unit taksi terbang tersebut bernama Optionally Piloted Personal/Passenger Air Vehicle (OPPAV). Kendaraan terbang tersebut bisa lepas landas secara vertikal dan digerakkan dengan tenaga listrik dan dikategorikan sebagai EVTOL (electric vertical takeoff and landing).
Model taksi terbang tersebut dilengkapi dengan delapan motor elektrik untuk menggerakkan delapan baling-baling. Empat baling-baling untuk lepas landas, empat baling-baling lainnya untuk mengubah arah gerak. Seperti halnya taksi konvensional yang kita kenal, taksi terbang tersebut juga akan dikemudikan seorang “supir” alias tidak dikendalikan dari jarak jauh.
Baterai EVTOL ini cukup awet karena bisa digunakan untuk menempuh jarak 100 kilometer. Kecepatan maksimumnya pun tak main-main: 200 km/jam. Dengan demikian, taksi terbang IKN nanti tak cuma bisa digunakan di dalam kota, tapi juga ke luar kota terdekat seperti Balikpapan dan Palu.
"Kalau teman-teman mau ke Balikpapan, Kalimantan Timur, atau Palu, Sulawesi Tengah, tidak perlu lagi singgah ke Makassar atau Jakarta dengan penerbangan konvensional, namun bisa langsung ke tujuan dengan menggunakan taksi terbang," ucap Mohammed Ali, dikutip dari Liputan6.
Taksi EVTOL vs Helikopter vs Mobil Terbang
Taksi EVTOL bikinan Hyundai tersebut berbentuk seperti pesawat terbang berpenggerak propeler. Namun, ia bisa lepas landas secara vertikal—tak seperti pesawat propeler yang membutuhkan landasan pacu untuk tinggal landas. Baling-balingnya pun menghadap ke atas, bukan ke depan laiknya pesawat propeler.
Penggunaan empat baling-baling menghadap ke atas itu membuat EVTOL jadi mirip helikopter. Namun, ada cukup banyak perbedaan fundamental antara taksi EVTOL dan helikopter. Situs web penerbangan Pentaxibahkan mencatat ada sepuluh hal yang membedakan keduanya.
Menurut Pentaxi, karena digerakkan dengan tenaga listrik, EVTOL lebih efisien, aman, murah, ramah lingkungan, dan lebih tidak bising. Selain itu, EVTOL juga lebih cepat dan cocok untuk area urban lantaran tidak membutuhkan landasan pacu atau helipad untuk mendarat dan lepas landas.
Sebenarnya, helikopter pun cukup lazim dijadikan taksi terbang di beberapa tempat. Uber bahkan memiliki fitur ini di aplikasinya. Namun, yang membuat helikopter jadi tidak terlalu mudah diakses adalah kebutuhannya akan helipad untuk terbang dan mendarat.
Ditambah lagi, ongkos naik helikopter pun sangat mahal. Sebagai gambaran, untuk naik Uber helikopter di Amerika, seseorang perlu mengeluarkan uang kurang lebih Rp3,2 juta sekali terbang. Lalu, untuk menyewa helikopter di Jakarta, terbang selama 15 menit bakal menguras rekening Anda hingga Rp5 juta.
Tenaga listrik membuat biaya untuk mengoperasikan dan merawat EVTOL menjadi lebih rendah. Konsekuensinya, ongkos naiknya pun jadi lebih murah. Menurut Mohammed Ali, untuk menikmati taksi terbang di IKN, seseorang "hanya" perlu membayar Rp750 ribu untuk jarak 100 km. Seturut pemberitaan Berita Satu, itu setara dengan tarif taksi premium yang ada di Jakarta.
Lalu, bagaimana perbedaan antara EVTOL dan mobil terbang?
Juli tahun lalu, perusahaan Amerika Serikat, Alef Aeronautics, berhasil menciptakan mobil terbang pertama yang mendapat sertifikat layak terbang. Mobil yang mereka ciptakan itu pun benar-benar tampak seperti mobil, bukan pesawat atau helikopter, dan sudah cocok bersanding dengan mobil-mobil dari film Blade Runner.
Seperti halnya EVTOL, mobil terbang bikinan Alef Aeronautics—yang dibekingi SpaceX-nya Elon Musk itu—digerakkan dengan tenaga listrik dan bisa lepas landas secara vertikal. Dengan daya penuh, mobil yang diberi nama Model A ini bisa menempuh jarak 200 mil darat (320 km) dan 110 mil udara (176 km).
Namun, mobil ini sama sekali tidak dilengkapi baling-baling. Kapasitasnya pun hanya untuk dua orang—satu sopir dan satu penumpang. Jadi, mobil terbang seperti ini pun sebetulnya bisa masuk dalam kategori EVTOL. Maka untuk mempermudah, kita dalam artikel ini akan membedakan keduanya dengan sebutan mobil terbang dan EVTOL.
Model A sendiri, menurut CEO Alef Aeronautics, Jim Dukhovny, bakal mulai dipasarkan secara massal mulai 2025 mendatang. Namun, calon pembeli sekarang sudah bisa memesannya dengan membayar Rp2,25 juta atau, untuk akses prioritas, Rp22,5 juta. Nantinya, mobil ini bakal dijual dengan banderol mulai Rp4,5 miliar di Amerika Serikat sana.
Di Australia, mobil terbang yang benar-benar berwujud seperti mobil juga telah dikembangkan serius. Ace VTOL dari Perth, telah sukses mengembangkan mobil listrik terbang berperfoma tinggi yang diberi nama GT Slipstream. Mobil terbang ini tampak seperti muscle car Amerika dan rencananya bakal mulai dipasarkan secara massal pada 2027.
Infrastruktur yang Diperlukan
Tak seperti pesawat terbang atau helikopter, taksi EVTOL dan mobil terbang tak membutuhkan tempat khusus untuk mengudara. Namun, kedua jenis kendaraan ini tetap membutuhkan tempat-tempat khusus untuk perawatan atau sekadar mengganti baterai.
Khusus taksi terbang, fasilitas untuk menaik-turunkan penumpang juga tentunya diperlukan, lengkap dengan akses transit ke moda transportasi lainnya. Sementara itu, mobil terbang tentu membutuhkan dealer untuk distribusi ke konsumen.
Semua infrastruktur itu kini sudah mulai dikembangkan. Di Amerika sudah ada perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang penjualan mobil terbang, yaitu Aeroauto. GT Slipstream juga berencana bakal mendistribusikan produknya di Amerika melalui Aeroauto.
Kemudian, ada pula perusahaan yang memiliki spesialisasi pembuatan fasilitas vertiportalias titik untuk menaik-turunkan penumpang. Perusahaan bernama Volatus Infrastructure ini telah menjalin kerja sama dengan berbagai produsen mobil terbang di seluruh dunia. Nantinya, vertiport itu juga akan dilengkapi dengan stasiun pengisian daya.
Kemudian, untuk perawatan mobil terbang, ada pemain konvensional yang ikut berlaga di industri ini, yaitu DHL Supply Chain. DHL sendiri merupakan perusahaan ekspedisi. Sesuai keahliannya, DHL bakal menyalurkan komponen-komponen (sparepart) mobil terbang yang sekiranya diperlukan untuk proses maintenance nanti.
Meski ekosistem mobil terbang sudah mulai menggeliat, belum ada satu kota pun di dunia ini yang benar-benar siap menyambut mobil terbang. Keseriusan menuju ke arah sana pun belum betul-betul ditunjukkan, kecuali mungkin oleh kota Perth di Australia Barat.
Perth, menurut CEO Volatus, Dan Sloat, adalah salah satu kota paling ideal untuk pertumbuhan mobil terbang. Sebab, Perth cukup terisolasi dari pusat-pusat peradaban lain di Australia.
"Jaraknya dari kota penting lain sekitar 1.300 km. Jadi, penempatan vertiport secara strategis akan membantu pertumbuhan," ujar Sloat, dikutip dari IOT World Today.
Di Indonesia, IKN yang bakal jadi tempat pertama dioperasikannya EVTOL pun sampai sekarang belum selesai dibangun. Jadi, infrastruktur kendaraan terbang ini pun rasa-rasanya belum bisa siap dalam waktu dekat.
Namun, iktikad untuk mewujudkannya tetaplah besar. Itu terbukti dengan adanya lebih dari satu uji coba. Sebelum EVTOL Hyundai, EVTOL buatan Tiongkok sudah dijajal dan kemungkinan drone terbang buatan Boeing Wisk pun bakal diuji coba.
Tentu saja, infrastruktur mobil terbang atau EVTOL takkan hanya berhenti di situ. Peraturan, surat izin mengemudi, rambu-rambu, dll. juga nantinya pasti bakal diperlukan untuk mengatur lalu lintas udara, terlebih jika penggunaannya kian marak kelak.
Jalan menuju ke sana memang masih terlampau jauh. Maka untuk sementara ini, kita nantikan saja seperti apa hasil uji coba EVTOL Hyundai ini.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi