Menuju konten utama

Tak Capai Target, PNRI Diragukan Bisa Kerjakan Proyek e-KTP

Pemenang tender proyek e-KTP Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) diragukan kompetensinya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tak bisa menggarap proyek e-KTP.

Tak Capai Target, PNRI Diragukan Bisa Kerjakan Proyek e-KTP
Mantan Direktur Utama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Isnu Edhi Wijaya memberikan kesaksian dalam persidangan kasus korupsi KTP Elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/5). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Pemenang tender proyek e-KTP Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) diragukan kompetensinya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tak bisa menggarap proyek e-KTP. Pasalnya, PNRI tak mencapai target mencetak 67 juta keping e-KTP, hanya sekitar 1,6 juta saja keping e-KTP yang berhasil ditangani.

"Pak Isnu dalam dakwaan dua terdakwa ini. Kayaknya Anda tidak bisa penuhi target awal yang mencetak 67 juta keping e-KTP. Tapi hanya 1,6 juta e-KTP yang progres-nya kelihatan," tanya JPU Abdul Basir di persidangan proyek e-KTP ke 12 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis, (4/5/2017).

Menimpali rekan sejawatnya, Jaksa Irene Putri menanyakan mengenai kompetensi PNRI. "Sebenarnya anda mampu enggak sih, Pak? Kenapa jauh sekali targetnya?," tanya Irene Putri.

Mantan Direktur PNRI Isnu Edhi Wijaya menjelaskan alasan pihaknya tidak bisa mencapai target.

"Bukan begitu. Jadi pada 2011 kami menghadapi kendala-kendala. Pertama kami dalam dokumen kontrak, misalnya kami mendapatkan down payment (uang muka). Ternyata kami tidak mendapatkannya. Itu salah satu yang membuat kami kesulitan. Dan tentu juga dengan anggota konsorsium,"jawab Isnu Edhi Wijaya.

Isnu menambahkan proyek yang sudah dimenangkannya itu awal mula tak berjalan mulus. Sejak 1 Juli 2011, kontrak proyek ditandatangani, DP tak kunjung cair. Sampai sekitar dua bulan setelahnya, DP pun belum juga cair.

"1 Juli 2011, kami sudah menandatangani kontrak. Beberapa bulan setelahnya, DP belum juga cair," jelas Isnu Edhi Wijaya.

Jaksa Abdul Basir menanyakan lagi, bagaimana solusi yang diambil oleh mantan Dirut PNRI tersebut. Ketika DP belum turun. "Kalau belum turun apakah proyek batal. Apa langkah anda setelahnya?," tanya Abdul.

Dirut PNRI itu lalu menjawabnya dengan mencari solusi agar proyek ini tetap berjalan. Salah satunya dengan mencari pinjaman ke bank. "Kami berusaha mencari pinjaman ke bank. Kami berhasil mendapatkannya. Walaupun tetap tidak capai target," jelas Isnu.

Tak puas dengan jawaban Isnu. JPU KPK Abdul Basir kembali mengajukan pertanyaan. "Sudah pinjam uang ke bank tapi gagal juga. Sebenarnya konsorsium PNRI punya kemampuan enggak sih mencetak 67 juta keping ID penduduk itu?," tanya Abdul Basir.

"Bukan begitu. Kami bisa menjalankannya. Hanya saja kalau melihat dari waktu masa kontrak kalau lancar sebetulnya kita mampu. Tapi DP sulit, kelengkapan mesin yang dijanjikan juga tidak lengkap," jelas Isnu Edhi Wijaya.

Isnu terdiam sejenak. Dia lalu menerangkan mengenai konsorsium perusahaan yang bertugas mencetak kartu adalah PNRI dan PT Sandhipala. Akibat DP yang tak kunjung cair menyebabkan proyek sempat mandek.

"Jadi rekanan kami PT Sandhipala tak bisa membeli mesin cetak karena DP enggak ada. Padahal dari proyeksi mesin aman. Ternyata pas pengerjaannya kurang," jelas Isnu Edhi Wijaya.

Perlu diketahui bahwa saat pekerjaan tahun 2011 berupa pengadaan blangko KTP berbasis chip sebanyak 67 juta keping. Chip ini direncanakan akan di salurkan ke 197 Kabupaten/Kota. Sayang PNRI hanya sanggup mencetak 1,6 juta keping.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri