tirto.id - Taiwan mengadakan pelatihan militer tahunan yang ditujukan untuk memamerkan kesiapannya jika mendapat serangan dari Cina pada Kamis (16/07/2020), seperti dilansir Al Jazeera.
Presiden Tsai Ing Wen mengatakan, hal tersebut penting untuk menunjukan tekad dan upaya perlindungan pulau dari dominasi Cina. Pelatihan militer tersebut melibatkan angkatan udara, laut dan darat sebagai simulasi jika terjadi serangan nantinya.
Kegiatan tersebut salah satunya merupakan respons atas merebaknya aktivitas militer Cina di kepulauan Taiwan, termasuk mendekatnya pesawat tempur dan bomber di wilayah tersebut. Dikutip dari Stripes, Cina juga sempat mengadakan pelatihan militer secara langsung di selat Taiwan pada April 2020.
Cina melihat Taiwan sebagai bagian dari kesatuan Cina dan tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk membawa kepulauan tersebut di bawah kendalinya. Meskipun demikian Presiden Tsai mengatakan, Taiwan adalah negara yang independen tanpa bantuan Cina.
Taiwan juga merupakan salah satu negara yang berhak memiliki bagian dari Laut Cina Selatan dibawah UNCLOS. Kementerian Luar Negeri Taiwan pada 25 April menentang klaim Cina atas Laut Cina Selatan dengan menyatakan, Cina tidak memiliki hak katas LCS.
Melihat hal tersebut Amerika Serikat meningkatkan dukungannya kepada Taiwan, salah satunya dengan menjual alutsista kepada Taiwan dengan kesepakatan resertifikasi misil pertahanan udara senilai 620 miliar dolar AS, demikian diwartakan Global News CA.
Kemudian pada Akhir Maret, Donald Trump mengesahkan UU TAIPEI (Taiwan Allies International Protection and Enchancement Initiative) untuk meningkatkan bantuan bipartisan serta meningkatkan hubungan diplomatis kepada Taiwan.
Taiwan merespons bantuan Amerika Serikat dengan baik. Lewat akun Twitter, Presiden Tsai menyelipkan gambar Bendera Taiwan dan Amerika Serikat dengan tulisan “friend in freedom, partner in society” dalam cuitannya.
"Sungguh membahagiakan melihat UU Taiwan Allies International Protection and Enchancement Initiative (TAIPEI) disahkan menjadi hukum hari ini, sebuah testamen untuk persahabatan dan dukungan mutual #Taiwan-#US sebagaimana kita akan bekerja bersama untuk berurusan denganancaman global untuk kesehatan manusia & nilai demokrasi bersama," demikian twit Tsai.
Lalu pada akhir Mei, AS menambahkan penjualan alutsista yaitu 18 buah Torpedo MK-48 Mod6 senilai 180 juta dolar AS. Sebelumnya Trump juga menjual beberapa alutsista senilai 10 miliar dolar AS termasuk pesawat tempur F-16, tank M1A2T Abrams dan misil anti-pesawat tempur portable.
CNN. com mewartakan, ketika AS melalui Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menolak klaim Cina atas Laut Cina Selatan, Kementerian Luar Negeri Taiwan mendukung hal tersebut.
Joanne Ou, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan juga menegaskan Kepualuan Taiwan yang masuk dalam Laut Cina Selatan tidak terbantahkan merupakan milik Taiwan.
Graham T Allison Professor bidang Ilmu Politik di Harvard University melalui Taiwan News memperingatkan upaya Taiwan atas kemerdekaannya akan berakibat pembalasan militer dari pemerintah Cina.
Kemungkinan, Taiwan mencoba mengambil kesempatan untuk mengejar kemerdekaannya di tengah ketegangan AS dan Cina yang meningkat semenjak hukum keamanan nasional Hong Kong disahkan oleh Xi Jinping.
Namun, menurut Allison, hal tersebut akan sangat berisiko dan dapat mengorbankan kedaulatan atas negara itu.
Ditambah lagi, kurangnya sanksi internasioanl kepada Cina akan membuatnya dapat mengambil alih Hong Kong dan Taiwan tanpa konsekuensi.
Oleh karena itu Allison menekankan, Taiwan saat ini berada dalam posisi yang membahayakan karena tanggapan masyarakat global yang buruk kepada Cina.
Namun menurut Dr, Alan Dupont Peneliti di Hinrich Foundation dalam artikelnya di The Diplomat, jika perang dingin antara Cina dan AS benar terjadi, Taiwan dan Hong Kong akan menjadi salah satu arena konflik atau proksi.
Bukan hanya karena signifikansi politiknya, melainkan Taiwan merupakan produser teknologi penting untuk Amerika Serikat sedangkan Hong Kong adalah portal finansial Cina kepada dunia.
Penulis: Mochammad Ade Pamungkas
Editor: Dipna Videlia Putsanra