tirto.id -
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius K. Ro, optimistis pembentukan dua holding tersebut dapat meningkatkan kapasitas BUMN dalam mendukung pembangunan nasional.
Sebab, pembentukan induk usaha dua sektor tersebut akan mendorong kenaikan nilai aset dan mendongkrak kemampuan leverage sehingga kemampuan BUMN pun meningkat.
"Dengan holding, BUMN bisa melakukan join financing. Balance sheet perseroan pun akan menjadi lebih kuat. Kemudian ditopang dengan skema bisnis yang lebih terintegrasi," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Tirto, Senin (19/11/2018).
Holding BUMN Infrastruktur terdiri dari enam perusahaan dengan PT Hutama Karya (Persero) sebagai lead holding. Sementara perusahan yang jadi anggota holding adalah PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero) dan PT Indra Karya (Persero).
Sementara Holding BUMN Perumahan dan Pengembangan Kawasan akan beranggota tujuh perusahaan dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) sebagai lead holding.
Tujuh anggota holding tersebut terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) dan PT Bina Karya (Persero).
Pembentukan kedua holding tersebut, kata Alot, akan memiliki empat tahapan. Pertama, legalitas hukum berupa Peraturan Pemerintah sehubungan dengan penambahan penyertaan modal negara pada Hutama Karya dan Perumnas.
Kedua, penetapan Keputusan Menteri Keuangan sehubungan dengan nilai inbreng pada Hutama Karya dan Perumnas. Ketiga, yakni penetapan akta inbreng. Ketiga tahap tersebut ditargetkan untuk dilakukan pada Desember 2018.
Sementara, tahap keempat yakni proses mengubah nama entitas anggota holding dengan menghilang kata "Persero" melalui Rapat Umum Pemegang Saham anggota holding rencananya dilaksanakan paling lambat pada Mei 2019.
Dasar hukum pembentukan holding mengacu pada Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2005 juncto PP No. 72 Tahun 2016. Di mana Negara dalam hal ini Pemerintah Indonesia tetap bertindak sebagai ultimate shareholder dengan memiliki satu saham Seri A Dwiwarna (Golden Share).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yulaika Ramadhani