tirto.id - Pada Februari 2019, DPR sudah mengesahkan RUU Kebidanan menjadi UU. Hal ini merupakan angin segar bagi profesi bidan sebagai bentuk perlindungan hukum, meningkatkan mutu kebidanan, serta menciptakan pemerataan keberadaan bidan di Indonesia.
Penanganan proses pelayanan kesehatan, khususnya proses persalinan dan ibu hamil merupakan masalah krusial di Indonesia. Di daerah pedalaman, kita masih sering mendengar mengenai urusan persalinan ditangani oleh dukun beranak, yang kompetensinya belum teruji pasti. Oleh sebab itu, salah satu tujuan UU No. 4 Th. 2019 tentang Kebidanan adalah untuk pemenuhan proses kebidanan yang bertanggung jawab, aman, serta akuntabel.
Bagi bidan yang sudah menyelesaikan pendidikan kebidanannya, kemudian bermaksud mendirikan praktik, juga sudah diatur regulasinya di UU Kebidanan dari Pasal 21 hingga Pasal 30.
Paling awal, disebutkan orang yang ingin menjalankan praktik kebidanan wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), yang merupakan bukti tertulis, diberikan Konsil Kebidanan, orang bersangkutan memenuhi persyaratan profesi. STR berlaku selama lima tahun sejak diterbitkan.
STR tentu diperoleh usai uji kompetensi, serta sudah memiliki ijazah perguruan tinggi dengan menempuh pendidikan kebidanan; memiliki sertifikat kompetensi atau profesi bidan, dan memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental. Bidan tersebut juga sudah memiliki surat pernyataan sumpah profesi atau janji profesi bidan. Tidak lupa, ia juga sudah melengkapi pernyataan tertulis mematuhi dan melaksanakan ketentuan etik profesi bidan.
Sebelum mengajukan izin, bidan bersangkutan juga wajib memiliki izin praktik berupa Surat Izin Praktik Bidan (SIPB), yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kebidanan.
Berikut syarat-syarat rinci yang harus dipenuhi sebagaimana dilansir oleh Dinas PM dan PTSP DKI Jakarta.
- Surat permohonan yang di dalamnya terdapat pernyataan kebenaran dan keabsahan dokumen dan data di atas kertas, serta di beri materai senilai Rp6.000.
- Identitas pemohon atau penangung jawab, yang mencakup fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); bagi orang berwarganegara Indonesia, mengumpulkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), sedangkan bagi orang berkewarganegaraan asing, mengumpulkan fotokopi Kartu Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau VISA atau paspor.
- Jika dikuasakan kepada orang lain, harus menyertakan surat kuasa di atas kertas bermaterai Rp6.000, dilengkapi KTP orang yang diberi kuasa.
- Mengumpulkan fotokopi izin operasional atau izin usaha fasilitas pelayanan kesehatan tempat pemohon akan bekerja.
- Fotokopi yang sudah dilegalisasi dari Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku.
- Menyiapkan fotokopi ijazah.
- Fotokopi sertifikat Pendidikan dan Pelatihan (kontrasepsi, APN PONED, dan lain-lain) yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan nasional atau organisasi profesi terkait yang diakui oleh pemerintah.
- Surat keterangan dari pimpinan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau POLRI.
- Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan bekerja pada sarana yang bersangkutan.
- Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak tiga lembar.
- Rekomendasi dari Organisasi Profesi Kebidanan.
- Terakhir, surat pernyataan di atas kertas bermaterai Rp6.000 dari pemohon yang menyatakan: Akan bekerja sama dengan puskesmas kecamatan setempat, Tidak melakukan tindakan aborsi, dan Akan melakukan penapisan pada ibu bersalin.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dipna Videlia Putsanra