tirto.id - Pekan ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengadakan pertemuan dengan para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara. Namun, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dikabarkan menolak undangan pertemuan Menlu AS tersebut.
Seperti dikutip dari Antara, Rabu (3/5/2017), Suu Kyi tidak akan hadir dengan alasan ada komitmen lain, menurut sejumlah pejabat Myanmar.
"Penasihat negara tidak akan berangkat ke AS karena beliau ada pertemuan dengan Uni Eropa pada hari itu," kata Zaw Htay, direktur jenderal pada kantor Suu Kyi.
Suu Kyi pada Senin (1/5/2017) tiba di Brussel untuk kunjungan tak resmi di Eropa. Selain Brussel, ia juga akan berkunjung ke Inggris dan Italia.
Penerima hadiah Nobel, yang saat ini menjabat sebagai menteri luar negeri Myanmar sekaligus pemimpin de facto pemerintahan sipil negara itu, akan mengirim seorang pejabat tinggi untuk mewakilinya, demikian Zaw Htay mengungkapkan.
Pertemuan Washington dilakukan di tengah isyarat bahwa negara-negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), yang termasuk Myanmar, secara diplomatik condong ke arah Cina pada saat kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump di kawasan itu masih belum jelas.
Para menteri luar negeri ASEAN akan bertemu dengan Tillerson pada Kamis (4/5/2017) mendatang untuk membicarakan antara lain masalah perdagangan, klaim kewilayahan di Laut Cina Selatan serta kejahatan.
Sementara itu, pada pertemuan puncak yang selesai akhir pekan ini ASEAN enggan menyoroti sengketa maritim antara negara-negaranya dan Cina, sedangkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte berupaya menjalin hubungan lebih erat dengan Beijing.
Presiden Myanmar Htin Kyaw bulan lalu mengunjungi Cina selama enam hari. Selama kunjungan tersebut, ia menandatangani perjanjian pemompaan minyak melalui saluran pipa dari Myanmar menuju Cina barat daya. Suu Kyi juga dijadwalkan berkunjung ke Beijing untuk menghadiri pertemuan puncak soal prakarsa Presiden Xi Jinping berupa program infrastruktur pada pertengahan Mei.
Suu Kyi dilarang menjabat sebagai presiden berdasarkan undang-undang dasar yang dirancang militer Myanmar namun ia memimpin pemerintahan melalui jabatan yang khusus diberikan padanya sebagai "penasihat negara".
Para diplomat di Yangon mengatakan kebijakan Presiden Donald Trump menyangkut Myanmar, yang dianggap sebagai cerita sukses "poros" Presiden Barack Obama di Asia, masih jauh dari kepastian.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari