tirto.id - Susanto, seorang pria lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) nekat menjadi dokter gadungan yang berpraktik di Surabaya, Jawa Timur. Kini langkahnya harus terhenti setelah rangkaian kebohongannya terungkap.
Wasekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Telogo Wismo mengatakan Susanto telah menjalankan aksinya sejak 2006. Kala itu dia berpraktik di wilayah Grobogan, Jawa Tengah.
"Sejak 2006 hingga 2008 lalu di Grobogan, Jawa Tengah, dia mengaku sebagai dokter, dengan semua syarat terpenuhi, dan sempat bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI), serta beberapa rumah sakit dan kemudian pindah," ucapnya dikutip dari Antara pada Minggu (17/9/2023).
Telogo yang merupakan Mantan Ketua IDI Grobogan mengaku pernah mendapatkan telepon dari Kalimantan. Dari panggilan itu ia dikabarkan bahwa Susanto menjadi dokter gadungan spesialis kandungan.
Panggilan itu berawal dari kecurigaan perawat yang mendampingi Susanto saat hendak melakukan tindakan operasi caesar kepada seorang pasien.
"Perawatnya ragu, kemudian menghubungi direktur rumah sakit, dan kemudian melaporkannya ke pihak berwajib. Sempat dihukum, namun sekarang kembali lagi dengan kasus yang sama (di Surabaya)," tuturnya.
Sementara, Ketua IDI Kabupaten Bandung, Azis Asopari mengungkapkan pihaknya mendapat laporan dari anggota yang identitasnya digunakan oleh dokter gadungan tersebut untuk berpraktik.
Azis menyebut awalnya Susanto melakukan praktik di Surabaya, namun dimutasi ke Blora, Jawa Tengah karena dia melakukan praktik di rumah sakit salah satu perusahaan BUMN.
Setelah diselidiki, sambungnya, ternyata dokter gadungan tersebut melakukan praktik tanpa sepengetahuan IDI Blora.
"Ternyata betul, izin praktik ada, namun menggunakan surat milik anggota kami dengan mengganti fotonya," jelasnya.
Dalam keterangan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menekankan, proses mekanisme kredensial merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang dokter sebelum dapat melakukan praktik.
"Seharusnya pada kontrak pertama, proses kredensial dari komite medik harus dilakukan untuk menentukan tenaga medis tadi, apakah kompetensinya sesuai dengan yang dibutuhkan atau tidak," ucapnya.
Selain itu, Nadia mengatakan sebuah rumah sakit seharusnya memiliki peraturan tata kelola khusus (hospital by laws), serta menjalankan fungsinya dengan baik untuk mencegah praktik dokter gadungan terjadi kembali.
Oleh karena itu, Nadia menyatakan Kemenkes bersama sejumlah asosiasi rumah sakit dan Dinas Kesehatan akan terus melakukan pembinaan terhadap rumah sakit-rumah sakit di Indonesia.
Editor: Fahreza Rizky