tirto.id - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan mengatakan tingkat korupsi dalam dua tahun terakhir masih tinggi, terutama saat masa pandemik.
LSI melakukan survei terhadap 2000 responden dengan hasil 39.6 persen warga menilai bahwa tingkat korupsi meningkat,13.8 persen menyatakan menurun, 31.9 persen menyatakan tidak mengalami perubahan, dan 14.8 persen tidak berpendapat.
LSI juga mencatat terjadi peningkatan persepsi korupsi dalam tiga bulan terakhir 2020: 38,4 persen pada Agustus dan 42,1 persen pada September dan 39,6 persen pada Oktober. Menurut Djayadi hal itu dipengaruhi penanganan COVID-19, penilaian atas kondisi ekonomi nasional, dan apakah mendapat bansos atau tidak.
"Hal ini artinya bahwa persepsi atas tingkat korupsi sangat erat terkait dengan penanganan wabah COVID-19, khususnya penanganan yang terkait dengan ekonomi yang efeknya dirasakan langsung oleh warga," ujarnya dalam webinar pada Selasa (3/11/2020).
Dalam survei tersebut, LSI mencatat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi bantuan penanganan COVID-19 berada di posisi ketujuh, dengan perolehan nilai: 7 sangat percaya, 60 cukup percaya, 24 tidak percaya, 3 sangat tidak percaya dan 6 tidak merespons.
KPK di bawah Presiden Joko Widodo, pemerintah provinsi, Kemensos, pemerintah daerah, pemerintah desa dan gugus tugas COVID-19. Sementara KPK di atas LSM, Polri, media massa, Ombudsman RI dan paling buncit DPR.
Eks Kabiro Humas KPK Febri Diansyah yang kini bekerja untuk Visi Integritas mendaku kaget dengan hasil survei yang menempatkan bekas tempatnya bekerja di posisi bawah. Sebab, menurutnya KPK sudah menaruh fokus pada persoalan pencegahan korupsi dalam masa pandemik.
"Misalnya di siaran pers KPK, disebutkan ada 15 program pemerintah dan 6 skema penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang dikaji KPK, dimana 3 di antaranya sudah selesai, yaitu kartu prakerja," ujar Febri dalam kesempatan yang sama.
Menurut Febri survei LSI, menunjukkan dampak kinerja KPK yang belum dirasakan masyarakat. Ia menilai hal tersebut dampak dari terlalu banyak gimik dan kerja yang hanya bersifat seremonial semata.
Sehingga hal ini bisa menjadi catatan penting, menurutnya, agar upaya-upaya pencegahan korupsi yang dilakukan KPK dapat memberikan efek langsung kepada masyarakat.
"KPK tidak mungkin bisa mencegah seluruh kasus korupsi, semestinya ada prioritas terhadap kasus yang punya efek langsung pada masyarakat," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Restu Diantina Putri