tirto.id - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi diduga meminta uang kotor dari proyek ganti rugi lahan kepada sejumlah pihak terkait. Bang Pepen, sapaan akrab politikus Partai Golkar itu menyebut pungutan liar itu sebagai "sumbangan masjid".
Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Pemerintah Kota Bekasi memiliki modal Rp286,5 miliar dari APBD-P Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah.
Dana ratusan miliar tersebut diperuntukkan untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Kemudian kelanjutan proyek pembangunan Gedung Teknis Bersama senilai Rp15 miliar.
Dengan status sebagai Wali Kota, Rahmat Effendi didugga memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan tersebut. Firli menyebut Rahmat Effendi mengintervensi lokasi lahan ganti rugi yang telah diatur dalam APBD-P Tahun 2021.
"Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, diantaranya dengan menggunakan sebutan untuk 'Sumbangan Mesjid'," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (6/1/2022).
Uang kotor mengalir melalui perantara. Lai Bui Min selaku pihak swasta memberikan uang Rp4 miliar melalui Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Makhfud Saifudin selaku Camat Rawalumbu memberikan uang Rp3 miliar melalui Camat Jatisampurna, Wahyudin. Bahkan ada aliran uang ke Rahmat Effendi sebesar Rp100 juta dari Direktur PT KBR dan PT HS Suryadi, dengan mengatasnamakan sumbangan ke mesjid milik keluarga Rahmat Effendi.
Selain itu, Rahmat Effendi juga diduga menerima uang kotor dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai kompensasi atas posisi jabatan yang mereka duduki. Saat operasi tangkap tangan tersisa uang Rp600 juta, kata Firli.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi dan dikelola oleh Lurah Jati Sari, Mulyadi. Rahmat Effendi juga diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril, selaku Direktur PT ME melalui Sekretaris Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin; terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi.
"Seluruh bukti uang yang diamankan dalam kegiatan tangkap ini sekitar Rp3 miliar dan buku rekening bank dengan jumlah uang sekitar Rp2 miliar," pungkas Firli.
Para penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Para pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto