Menuju konten utama

Sully & Flight, 2 Film Pendaratan Pesawat dalam Kondisi Darurat

Sully dan Flight adalah dua film yang menceritakan tentang bagaimana pilot berusaha menjalankan prosedur pendaratan pesawat dalam keadaan darurat.

Sully & Flight, 2 Film Pendaratan Pesawat dalam Kondisi Darurat
Ilustrasi mendarat darurat di air. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dunia penerbangan Indonesia kembali dikejutkan dengan tragedi jatuhnya pesawat Lion Air di perairan Karawang.

Senin, 29 Oktober 2018, JT-610 lepas landas pukul 06.20 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkal Pinang dengan mengangkut 178 penumpang dewasa, 1 anak 2 bayi infant, 2 kru dan 6 awak kabin.

Setelah mengudara selama kurang lebih 13 menit, JT-610 yang dipimpin oleh Kapten Pilot Bhavye Suneja tersebut dinyatakan lost contact oleh ATC Soekarno Hatta.

Pukul 6.50 WIB, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) mendapatkan laporan perihal JT-610 tersebut, dan langsung melakukan kroscek.

Selanjutnya, pukul 9.50 WIB, secara resmi Basarnas memastikan bahwa pesawat itu jatuh di perairan dekat Tanjung, Karawang, dengan koordinatnya itu 05 derajat 46 menit 15 detik S. 107 derajat.

Tak ada yang selamat dalam tragedi tersebut. Hingga kini, tim gabungan masih terus melakukan evakuasi terhadap seluruh korban, dan potongan badan pesawat yang diduga berada pada kedalaman 30 meter.

Dalam keadaan darurat, sebuah pesawat bisa melaksanakan prosedur pendaratan di air, yang merupakan salah satu materi pembelajaran yang wajib dikuasai oleh calon pilot.

Saat mesin mati, misalnya, pilot mesti segera mempertimbangkan dan memutuskan metode pendaratan darurat dengan kemungkinan keselamatan tertinggi.

Jika opsi mendarat di daratan tidak memungkinkan, maka mendarat di perairan pun jadi. Dalam dunia penerbangan internasional, pendaratan darurat di perairan kerap diistilahkan sebagai ditching.

Di Indonesia, Kapten Pilot Abdul Rozaq pernah berhasil mendaratkan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan GA 421 rute Jakarta-Yogyakarta-Surabaya-Mataram, di Sungai Bengawan Solo pada 15 Januari 2002 lalu.

Kapten yang kini berusia 61 tahun tersebut berhasil mendarat darurat setelah kedua mesin pesawatnya mati total karena terjebak di kumpulan awan badai.

Setelah beberapa kali gagal menghidupkan mesin, kru pesawat melakukan pendaratan darurat di sungai Bengawan Solo dekat dengan kota Solo di pulau Jawa.

Dari total 60 orang di atas pesawat, satu awak kabin tewas, 12 penumpang mengalami luka fatal dan 10 penumpang mengalami luka ringan.

Kejadian serupa juga pernah dialami oleh Penerbangan 1549 US Airways, yang kisahnya diangkat ke layar lebar berjudul "Sully" dan dirilis pada 2016.

Pesawat US Airways itu beroperasi dari Bandar Udara Laguardia di New York menuju Bandar Udara Internasional Charlotte/Douglas di North Carolina pada 15 Januari 2009. Pilot utamanya Chesley “Sully” Sullenberger. Ia ditemani Jeffrey Skiles selaku ko-pilot.

Dua menit usai mengudara, Sully menyadari bahwa kedua mesin pesawat mati. Ia kemudian dihadapkan pada dua keputusan penting: disetir hingga Bandara Teterboro di New Jersey atau mendarat darurat di lokasi yang lebih dekat?

Sully memilih opsi kedua. Bukan di darat, sebab ia terbang di atas rimba beton yang dipenuhi gedung pencakar langit dan jalanan kota yang ramai oleh kendaraan pribadi. Ia memilih Sungai Hudson, area perairan yang cukup luas, pemisah teritori New York dan New Jersey.

Sully sukses mengeksekusi pendaratan darurat karena terbantu oleh permukaan sungai yang tenang. Cuaca sore itu juga cukup cerah, sehingga tidak mengganggu penglihatan Sully.

Tim evakuasi datang ke lokasi dengan cepat. Sebanyak 155 orang yang berada di dalam pesawat, baik penumpang maupun kru, selamat. Beberapa di antaranya hanya luka-luka kecil.

Pengalaman Sully kini dianggap sebagai teladan bagi proses ditching. Sayangnya, tidak semua percobaan ditching menuai tingkat keberhasilan yang sama.

Ambil contoh Penerbangan 111 Swissair yang beroperasi dari Bandara Internasional John F. Kennedy di New York ke Bandara Internasional Cointrin di Jenewa, Swiss.

Di saat mengudara pada 2 September 1998, pesawat tiba-tiba mengalami kebakaran. Ko-pilot tak mampu mendaratkannya dengan mulus di atas Samudera Atlantik.

Pesawat hancur berkeping-keping dan menewaskan ke-229 penumpang plus awaknya. Film lain tentang kecelakaan pesawat adalah "Flight" yang dirilis pada 2012.

Film itu menceritakan tentang seorang pilot, Whip Whitaker (Denzel Washington) yang berhasil mendaratkan pesawat secara darurat. Ia menyelamatkan ratusan penumpang dari bencana akibat kerusakan pesawat.

Dikutip dari The Guardian, "Whip" Whitaker Sr ada malam sebelumnya menggunakan kokain karena mengalami sulit tidur. Keesokan harinya ia menerbangkan pesawat jenis SouthJet Flight 227 ke Atlanta, yang mengalami turbulensi parah saat lepas landas.

Kopilot Ken Evans (Brian Geraghty) mengambil alih sementara kemudi, sementara Whip diam-diam mencampur vodka dengan jus jeruk dan tidur siang.

Whip tersentak bangun saat pesawat condong dalam posisi vertikal dan sempat terbang dalam posisi terbalik. Karena tidak bisa mendapatkan kembali kendali, Whip dipaksa melakukan pendaratan darurat terkontrol di lapangan terbuka.

Tindakannya itu memang menyelamatkan tragedi. Namun dalam sidang, Whip mengakui dirinya tengah mabuk. Dua botol kosong vodka di tempat sampah pesawat menjadi buktinya. Ia pun akhirnya dipenjara.

Laporan BBC News Magazine usai kejadian yang menimpa pesawat Sully menjelaskan bagaimana pilot pertama-tama harus melakukan panggilan darurat (mayday). Pilot kemudian memberitahu kru kabin dan memastikan roda pesawat tidak dalam posisi terjulur ke luar. Penyejuk udara juga harus dimatikan untuk mencocokkan tekanan di dalam dan luar kabin.

Waktu (timing) adalah segalanya. Jika sempat, pilot disarankan untuk mengosongkan bahan bakar agar bobot pesawat semakin ringan. Saat hampir mencapai permukaan air, sayap dibuka lebar-lebar untuk membantu proses pengereman.

Perlahan-lahan adalah kunci, sebab badan pesawat akan mudah patah atau hancur jika terlalu cepat menghantam air.

“Kau perlu mendaratkan pesawat selambat-lambatnya tanpa mogok. Kau juga mesti mendaratkan kedua mesin di air dalam waktu bersamaan. Kena ujung salah satu sayap duluan, pesawat akan memutar,” kata Frank Ayers, profesor ilmu aeronautika di Embry Riddle Aeronautical University, Florida, kepada jurnalis NPR Andrew Prince.

Prince kemudian meminta pendapat beberapa ahli penerbangan lain, yang memberi tips agar bagian pertama yang menyentuh air adalah ekor pesawat. Setelahnya, selama menyeimbangkan posisi pesawat, biarkan air bekerja memperlambat laju pesawat.

Usai berhasil mendarat, pilot harus mempertahankan sayap pesawat agar tetap dalam posisi horizontal. Di masa-masa inilah para penumpang seharusnya bisa melakukan prosedur penyelamatan sesuai panduan kru pesawat atau yang tertera dalam lembaran instruksi keselamatan.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN PESAWAT atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Film
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo