Menuju konten utama

Suka Cita Rakyat AS Saksikan Gerhana Matahari Total

Setelah menunggu warga AS akhirnya bisa menyaksikan pemandangan gerhana matahari total. Peristiwa ini menarik perhatian warga dan sorak-sorai dari penonton yang berkumpul.

Suka Cita Rakyat AS Saksikan Gerhana Matahari Total
Gerhana Matahari. FOTO/d.ibtimes.co.uk

tirto.id - Bulan menghalangi matahari pada Senin (21/8/2017) waktu setempat ketika gerhana matahari yang dimulai dari pantai barat muncul pertama kalinya di Amerika Serikat (AS) selama hampir satu abad. Sementara itu, jutaan rakyat AS melihat ke langit dengan takjub melalui kacamata pelindung, teleskop dan kamera.

Setelah mengantisipasi berminggu-minggu, pemandangan siluet bulan yang melintas langsung di depan matahari, menghapus semua kecuali bagian korona sehingga memunculkan halo matahari dan menyebabkan penurunan suhu yang terjal. Peristiwa ini menarik perhatian warga dan sorak-sorai dari penonton yang berkumpul di Madras, Oregon, AS.

Saat langit mulai gelap, sekitar pukul 10.16, suhu mulai turun dan gerhana matahari total terjadi. Penonton mulai berteriak dan bersorak. Seruan yang paling umum adalah: "Ya Tuhan!" Sebuah cincin cahaya berkilau mengelilingi bayang bulan yang hitam. Korona yang telah lama ditunggu itu akhirnya aman untuk dilihat dengan mata telanjang.

Kegelapan hanya berlangsung sesaat karena cahaya kembali dengan cepat. Saat itu, penonton mulai menghela napas dan mengibas-ngibaskan ketegangan dari tubuh mereka. Seseorang berkata, "Saya bisa melihatnya selama 20 menit lagi!"

Gerhana surut dengan cepat karena umbra (lokasi bayangan total) melesat melintasi benua dengan kecepatan rata-rata 1.700 mil per jam. Sementara itu, jutaan orang diperkirakan akan menyaksikan peristiwa itu selama masih berada di jalur perjalanan gerhana sepanjang 70 mil.

Di Madras, Keeman Wong sudah menunggu 15 tahun untuk saat ini. Dia pertama kali membeli filter surya sebagai murid sekolah menengah di Hong Kong pada tahun 1960an, untuk melindungi matanya selama gerhana parsial.

"Saya sampai di sini lebih awal karena saya berkata, 'jika ada kecelakaan di jalan, gempa bumi ... saya akan berada di sana'," katanya. "Ini layak untuk semuanya."

Selama 15 tahun terakhir, Wong, yang sekarang tinggal di Los Angeles, telah berusaha untuk menyaksikan gerhana matahari total - di Zimbabwe, Pulau Paskah dan Cina - namun setiap usaha digagalkan oleh cuaca, ataupun peringatan departemen negara bagian terhadap perjalanan berbahaya.

Dia terpesona melihat bagaimana penonton gerhana berbicara tentang pengalaman mereka. "Mereka menggambarkannya sebagai perubahan hidup," katanya, dikutip dari The Guardian.

Bagi Wong, saat yang paling spektakuler adalah akhir dari gerhana total. "Saya tidak religius tapi saya pikir itu sangat mirip saat Tuhan berfirman, 'Biarlah ada terang'," katanya.

Itu adalah gerhana matahari total pertama yang terlihat dari daratan Amerika Serikat selama lebih dari 38 tahun, dan yang terakhir selama tujuh tahun lagi ketika gerhana berikutnya memotong diagonal berlawanan dari Texas, melalui Midwest serta melalui New York dan New England.

Sementara itu, untuk mempelajari lebih lanjut tentang komposisi dan aktivitas matahari, NASA dan ilmuwan lainnya mengamati dan menganalisis dari teleskop di darat dan di orbit, Stasiun Luar Angkasa Internasional, pesawat terbang serta sejumlah balon ketinggian tinggi yang menyuguhkan video langsung.

Ilmuwan juga merencanakan untuk memantau perilaku hewan dan tumbuhan saat siang hari berubah menjadi senja dan suhu turun. Ribuan orang masuk ke kebun binatang di Nashville, Tennessee hanya untuk menyaksikan reaksi binatang tersebut.

Di Gedung Putih, Donald Trump terlihat mengamati gerhana dari Balkon Ruang Biru bersama istrinya, Melania, putranya Barron dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Pada suatu saat, tanpa mengenakan kacamata pelindung, Trump menunjuk kepada penonton lain dan menunjuk ke langit, sambil berkata: "Jangan lihat".

Baca juga artikel terkait GERHANA MATAHARI TOTAL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari