Menuju konten utama
16HAKTP

Stop Normalisasi Catcalling! Itu Pelecehan, Bukan Candaan

Catcalling adalah pelecehan seksual verbal berjenis street harassment, yaitu komentar sensual dan menggoda yang dilontarkan di tempat umum.

Stop Normalisasi Catcalling! Itu Pelecehan, Bukan Candaan
Stop Catcalling. tirto.id/Quita

tirto.id - Apa di antara kamu pernah punya pengalaman diberi siulan panjang dengan nada menggoda? Atau disapa, “Hei, cantik!” oleh sekelompok orang tak dikenal di pinggir jalan?

Kalau iya, artinya kamu mengalami catcalling.

Verra (30) mengaku sering mendapatkan catcalling saat ia masih kuliah. Menurut dia, perlakuan itu sering ia terima di jalan raya ke arah menuju kampus.

"Pas kuliah di-catcalling dipanggil, 'cantik.., cantik.." kenang Verra getir.

Verra mengatakan, sapaan cantik yang ia dapatkan dengan nada menggoda itu membuatnya tidak nyaman. Namun ia memilih tak menggubrisnya sama sekali.

"Aku cuekin dan enggak menoleh sama sekali," ujarnya.

Nyatanya, catcalling bukan perkara sepele.

Catcalling termasuk sebuah pelecehan seksual secara verbal berjenis street harassment, merujuk pada komentar sensual dan menggoda yang dilontarkan di tempat umum atau ruang publik.

Mengutip Plan International, catcalling biasanya diartikan sebagai komentar yang kasar, merendahkan, atau tidak menyenangkan.

Catcalling dapat berwujud siulan, teriakan kata-kata vulgar seperti ciuman atau kecupan, hingga membunyikan klakson mobil atau motor.

Sementara menurut kamus Merriam Webster, catcalling adalah tindakan meneriakkan panggilan atau ucapan yang keras, bernada seksual, mengancam, atau melecehkan kepada seseorang di depan umum.

Sampai hari ini, catcalling masih jadi momok menakutkan bagi perempuan di berbagai tempat dan kesempatan, mulai dari kedai kopi bahkan sekadar saat lari pagi.

Baru-baru ini, BBC mengutip statistik yang diterbitkan oleh This Girl Can, sebuah kampanye yang dibentuk oleh Sport England untuk mendukung perempuan agar tetap aktif.

Hasilnya, hampir tiga perempat responden, atau sekitar 72 persen perempuan, mengubah rutinitas aktivitas luar ruangan mereka selama bulan-bulan musim dingin disebabkan kekhawatiran akan catcalling.

Awal tahun ini, University of Manchester menemukan lebih dari dua pertiga perempuan, atau 68 persen responden, mengalami pelecehan saat melakukan aktivitas lari atau joging. Sayangnya, sangat sedikit insiden yang dilaporkan ke polisi.

Hal ini lantas menjadi perhatian dan prioritas kepolisian setempat untuk meningkatkan keselamatan perempuan dari pelecehan dan mengimbau siapapun yang menjadi korban catcalling untuk melaporkannya.

Menghindari Konfrontasi Kerap Jadi Pilihan

Beberapa perempuan yang mendapatkan catcalling mengaku enggan menegur pelaku dan menghindari konfrontasi.

Selain alasan keselamatan, korban merasa pelecehan yang mereka dapatkan masih dalam batas 'wajar.'

"Selama masih bisa aku cuekin, aku memilih cuekin saja. Kalau sudah mengganggu sekali, baru aku tegur," kata Verra.

Senada, Uti (25) yang dalam kesehariannya mengenakan hijab ini juga sering mengalami catcalling di jalan.

Pelaku biasanya menyapanya dengan kalimat, “Assalamu'alaikum, Neng, mau ke mana? Nunduk aja sombong banget."

Sebenarnya, menurut Uti, ia sangat ingin menegur pelaku dan menyampaikan bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang tidak pantas. Hanya saja, niat itu selalu langsung ia urungkan.

"Mereka kan enggak sendiri, karena aku takut, ya aku enggak jadi negur mereka. Khawatir juga kalau aku tegur mereka bakal jawab cuma bercanda," kata Uti.

Lantas, bagaimana cara yang tepat saat kita menghadapi catcalling?

Psikolog Klinis Anak dan Dewasa Be Sha Counseling sekaligus Praktisi HR Marsya Rezkita Dewi, M.Psi., Psikolog menjelaskan, saat mengalami catcalling, penting untuk bersikap tenang agar tidak terpancing emosi negatif.

"Bisa kasih hukuman jelas, dalam artian sesuaikan hukumannya dengan kondisi yang terjadi [tingkat tindakan yang dilakukan si pelaku]," kata Marsya.

Jika catcalling sudah menimbulkan dampak secara psikis sampai mengganggu aktivitas kita, ada baiknya kita berkonsultasi ke psikolog.

Nah, pertanyaan lainnya, tepatkah apabila kita menegur langsung pelaku catcalling di tempat kejadian?

Menurut Marsya, penting untuk memerhatikan beberapa hal, termasuk faktor keamanan korban.

"Boleh saja menegur langsung, tapi perlu paham kondisinya. Contoh, aman enggak dia [pihak pelakunya]. Misal, pelakunya lebih banyak dari dia," imbuhnya.

Dampak Psikologis Catcalling

Sama seperti bentuk pelecehan seksual lainnya, catcalling juga bisa menimbulkan dampak psikologis yang serius baik bagi korban dan pelakunya.

Marsya mengungkapkan, catcalling yang diterima secara terus-menerus dapat menimbulkan rasa cemas, takut, stress, dan hilangnya kepercayaan diri pada korban.

Bahkan, di tingkat yang lebih parah, catcalling bisa menyebabkan gangguan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).

PTSD merupakan gangguan mental yang terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis.

"Biasanya yang parah kalau catcalling-nya sudah sampai hujatan atau kata-kata yang enggak lazim," paparnya.

Sementara bagi pelaku, catcalling berdampak timbulnya penguatan perilaku negatif dan kesalahan dalam memaknai persepsi diri.

"Contohnya, dia merasa berkuasa padahal bisa jadi itu untuk meng-cover rasa tidak percaya diri dia untuk berinteraksi dengan orang lain secara sehat. Selain itu, ya, hukuman sosial yang bisa aja jadi panjang," papar Marsya.

Apabila kamu punya saudara laki-laki atau teman laki-laki yang mewajarkan catcalling, jangan ragu untuk segera menegur mereka.

Ayo bersama-sama kita stop normalisasi catcalling, ya!

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Putri Annisa

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Putri Annisa
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih