tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, Indonesia mengalami dampak negatif akibat kenaikan komoditas pangan meski ada keuntungan di balik kondisi tersebut. Ia bahkan menyebut bahwa tantangan Indonesia saat ini bukan lagi soal pandemi, tetapi soal kenaikan harga komoditas internasional.
"Kalau dulu tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah pandemi, sekarang tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah kenaikan dari barang-barang tersebut," kata Sri Mulyani usai rapat dengan Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna tentang Antisipasi Situasi dan Perkembangan Ekonomi Dunia di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
Ia mengaku, pemerintah berupaya menyiapkan anggaran lewat APBN. Hal tersebut tidak terlepas dari kenaikan komoditas seperti gas, minyak, batu bara, nikel hingga CPO. Kenaikan tersebut memang membuat penerimaan negara naik, tetapi harga komoditas di dalam negeri juga ikutan naik.
Oleh karena itu, pemerintah merumuskan langkah mitigasi kenaikan harga komoditas di dalam negeri dengan mengalokasikan kenaikan penerimaan secara tepat. Jokowi pun sudah memberikan sejumlah instruksi untuk memitigasi hal tersebut.
"Nah dari sisi APBN kita akan merumuskan langkah-langkah bagaimana tambahan kenaikan penerimaan ini bisa dialokasikan secara tepat," tutur Sri Mulyani.
"Tadi bapak presiden telah mengistruksikan seperti yang disampaikan pak menko untuk kita melihat detail harga-harga pangan dan harga energi dan pilihan-pilihan kebijakan yang bisa kita ambil untuk bisa di satu sisi kita bisa menjaga daya beli masyarakat, menjaga momentum ekonomi tapi juga menjaga APBN, ini 3 hal yang sangat penting untuk terus dilakukan," kata mantan Direktur World Bank ini.
Di saat yang sama, Sri Mulyani juga menyampaikan agar para menteri segera melakukan program pemulihan ekonomi. Ia mengaku, dana pemulihan ekonomi di PCPEN masih tersisa Rp455 triliun. Jokowi menginstruksikan agar dana tersebut diarahkan untuk program ketenagakerjaan seperti labor intensive atau peningkatan ketahanan dan penciptaan lapangan kerja.
Sri Mulyani juga mengaku bahwa Jokowi ingin agar pemerintah fokus pada ketahanan pangan.
"Tadi disampaikan untuk mulai terus ditingkatkan langkah-langkah koordinasi untuk bidang ketahanan pangan seperti bagaimana pembukaan pangan, irigasi, dan ketersediaan pupuk serta bibit untuk barang-barang yang sebetulnya bisa tumbuh di Indonesia," kata Sri Mulyani.
Perempuan yang juga dosen FEB-UI ini menambahkan, seluruh dunia mengalami gangguan pangan. Oleh karena itu, Jokowi meminta agar masalah ketahanan pangan dan ketahanan energi menjadi prioritas. Ia pun meminta pemerintah pusat untuk turun dalam menindaklanjuti arahan ini.
"Semua negara di dunia sekarang sedang menghadapi situasi yang tidak mudah oleh karena itu ketahanan pangan dan ketahanan energi menjadi salah satu hal yang harus ditingkatkan dan tadi bapak presiden instruksi untuk pangan ini kan siklusnya biasanya untuk padi, jagung, kedelai itu tidak lebih dari 3 bulan. Jadi seharusnya bisa direspon secara lebih cepat oleh kementerian terkait bekerja sama dengan pemerintah daerah," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky