tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan komitmen pemerintah dalam membelanjakan 20 persen anggaran untuk pendidikan. Ia pun mengatakan, pemerintah menggelontorkan uang hingga 40 miliar dolar AS atau Rp 612 triliun (asumsi kurs Rp15.300 per dolar AS) untuk kepentingan pendidikan pada 2023.
"Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 612 triliun atau sekitar 40 miliar dolar AS," kata Sri Mulyani secara daring dalam seminar Inclusive Lifelong Learning Conference di Bali secara daring, Rabu (5/7/2023).
Sri Mulyani mengatakan sebagian besar anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah. Ia beralasan, komposisi demografi Indonesia masih didominasi usia muda sehingga kapasitas pemerintah daerah penting untuk mengelola anggaran pendidikan secara bertanggung jawab.
Mantan Direktur World Bank ini mengatakan, Indonesia menjadikan isu pendidikan sebagai isu krusial pada 20 tahun terakhir. Komitmen tersebut dibentuk dengan pembangunan sekolah atau pembangunan sumber daya. Hal itu, kata Sri Mulyani menjadi tantangan besar Indonesia karena Indonesia memiliki wilayah yang besar dan populasi dengan tidak merata.
Selain lewat pembangunan sekolah, Sri Mulyani mengatakan pemerintah mengeluarkan program bantuan sekolah dengan nama program 'Bantuan Operasional Sekolah' atau BOS sejak 2005. Program ini dilakukan agar sekolah bisa melakukan pembangunan sumber daya secara optimal.
Pemerintah juga meningkatkan sarana-prasarana sekolah termasuk peralatan multimedia untuk mendukung kegiatan belajar mengajar.
Pemerintah juga memberikan program pembiayaan kepada masyarkat kurang mampu berupa mahasiswa dengan program Indonesia Pintar yang telah berjalan sejak 2014 lalu. Bantuan ini diberikan bagi keluarga miskin sehingga mereka bisa mengenyam pendidikan formal.
"Untuk tahun 2019 di pemerintah. Juga mulai mereformasi cara atau modalitas belajar dengan menyediakan Independent Learning atau Merdeka belajar, dengan cara ini siswa dapat memiliki kebebasan untuk memilih serta modalitas termasuk dengan link and match dengan dunia usaha," kata perempuan yang juga dosen FEB-UI ini.
Berkat aksi tersebut, Sri Mulyani mengklaim pendidikan Indonesia telah mengalami kemajuan substansial. Pendaftaran Pendidikan Usia Dini telah meningkat dari 35,18 persen menjadi 35,28 persen. Selain itu angka pendaftaran untuk usia 7 hingga 12 tahun meningkat dari 97,2 menjadi 99,10; anak usia 13-15 SMP juga meningkat dalam hal pendaftaran dari 82,6 (persen) menjadi 95,9 (persen) dan anak-anak, usia 16 - 18 SMA, mereka mengalami peningkatan dalam hal pendaftaran dari 52,8 (persen) menjadi 73,15 (persen).
Akan tetapi, Sri Mulyani mengaku pemerintah masih menghadapi tantangan yang sangat besar salah satunya upaya berinvestasi di bidang pendidikan. Menurut Sri Mulyani, masalah pendidikan bukan sekadar soal alokasi anggaran, bukan hanya membangun citra dan pendidikan, tetapi juga perlu meningkatkan kompetensi guru dan juga kurikulum dan bagaimana kita memastikan bahwa untuk anak-anak, yang tidak berada di wilayah yang padat penduduknya, dapat menghubungi Anda untuk mengakses pendidikan.
"Pemerintah Indonesia terus meningkatkan hal ini dan juga berkomitmen untuk melakukan pembelajaran sepanjang hayat untuk semua usia, sepanjang hayat, kontak putih, dan melalui berbagai modalitas," kata Sri Mulyani.
Pemerintah, kata Sri Mulyani bekerja sama dengan industri dan bisnis juga mencoba untuk terus menghubungkan keterampilan maksimal diantara itu semua, kami masih belajar dengan industri. Ia mengaku, pemerintah ingin memastikan bahwa angkatan kerja muda di Indonesia akan mampu mendapatkan pekerjaan atau bahkan menciptakan pekerjaan. Hal ini selaras dengan prioritas pemerintah untuk terus melakukan reformasi dan restrukturisasi serta memperkuat industri kita baik di sektor manufaktur maupun jasa.
"Dengan adanya otomatisasi digitalisasi, serta transisi hijau, hal ini tentunya akan menggeser kebutuhan tenaga kerja dan oleh karena itu, Indonesia dalam hal kebijakan pembangunan terus mendukung transisi disrupsi melalui otomatisasi digitalisasi ini, serta transisi hijau bagi perekonomian kita. Hal ini perlu diletakkan pada sistem pendidikan," kata Sri Mulyani.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Anggun P Situmorang