Menuju konten utama

Soal Surat Eni Saragih, Kuasa Hukum: Itu Tulisan Tangan Beliau

“Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt."

Soal Surat Eni Saragih, Kuasa Hukum: Itu Tulisan Tangan Beliau
Penyegelan ruangan Eni Maulani S di Ruang 1121, DPR RI. tirto.id/M Bernie Kurniawan

tirto.id - Eni Maulani Saragih ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Batang Riau-1. Ia diduga menerima uang Rp500 juta dalam kesepakatan pembangunan proyek tersebut.

Kemarin, beredar surat yang ditulis tangan oleh Eni. Pada surat itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR ini menyatakan bahwa perbuatan yang ia lakukan dalam konteks sebagai penyelenggara negara adalah salah, maka dia siap mempertanggungjawabkan aksinya.

“Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt,” salah satu kalimat di surat tersebut.

Kemudian, Fadli Nasution, kuasa Hukum Eni mengatakan bahwa surat itu betul dibuat oleh kliennya.

“Ya, benar. Tulisan tangan beliau sendiri,” ujarnya ketika dihubungi Tirto, Selasa (17/7/2018).

Dia menambahkan Eni membuat surat tersebut di dalam tahanan KPK dan tidak ada pihak yang mengintimidasi ataupun memaksa perempuan itu membuat pernyataan. Fadli juga ditunjuk sebagai kuasa hukum Eni sejak 16 Juli kemarin.

Tidak hanya Eni, kasus suap ini juga menyeret pemegang saham Blackgold Natural Resiurces Limited Johannes Budisutrisno Kotjo. Ia diduga sebagai pemberi suap dengan total Rp4,8 miliar. Uang tersebut merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangunan PLTU Mulut Batang.

Ada empat kali transaksi dalam kasus itu. Pertama Desember 2017 (Rp2 miliar), Maret 2018 (Rp2 miliar), Juni 2018 (Rp300 juta) dan Juli (Rp500 juta). Hingga kini KPK masih terus menyelidiki dan mengembangkan kasus serta mencari siapa saja yang diduga terlibat dalam perkara suap PLTU ini.

Surat Eni Maulani Saragih

"Proyek PLTU 2x300 Riau I, yang saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar. Ini bukan proyek APBN. Proyek Riau I, proyek dimana negara melalui PLN menguasai saham 51%, tidak ada tender maka dari itu tidak ada peran saya untuk mengintervensi untuk memenangkan salah satu perusahaan. Dari proyek 35 ribu MW, baru Riau I yang PLN menguasai saham 51%, PLN hanya menyiapkan equity 10%, lebihnya PLN akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga yang sangat murah 4,25/th.

Harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat. Saya merasa bagian yang memperjuangkan proyek Riau I ini menjadi proyek “contoh” dari proyek 35 ribu MW, yang semua kondisinya baik, harga bagus, negara menguasai, bunga sangat rendah.

Dibandingkan dengan PLTU “BATANG 2x1000”, saya pernah kunker disana bersama Komisi-7, investasi proyeknya mahal 5,2 M Dollar, full swasta negara tidak ada sama sekali sahamnya, harganya pun mahal diatas 5 sen, padahal dengan proyek yang sangat besar ini 2x1000, seharusnya harga bisa dibawah 5 sen, dan yang luar biasa lagi negara menjamin proyek ini sampai 30 tahun, tanpa ada kepemilikan negara di proyek ini –NOL- Ada apa dengan proyek ini? Makanya saya perjuangkan proyek Riau I karena saya yakin ada sesuatu yang bisa saya lakukan buat negara ini.

Kepada Pak Jokowi, Bapak Presiden RI, maka jangan digagalkan model proyek Riau I ini karena model ini yang Bapak mau. Banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yang tidak mau model seperti ini bisa jalan. Mereka tidak mau negara menguasai asset (51%), mereka hanya mau kepetingannya saja.

Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu MW. Ada lagi yang lebih gila lagi, proyek Paiton diatas 9 sen, luar biasa gilanya. Saya membantu Riau I, karena saya tahu semangat Pak Kotjo dan Pak Sofyan Basyir adalah semangatnya buat negara.

Semua di press, ditekan agar hasil jualnya ke PLN menjadi murah dengan begitu listrik buat rakyat pun menjadi murah.

Kesalahan saya, karena saya menganggap Pak Kotjo sebagai teman, satu tim, bukan orang lain, sehingga kalau ada kebutuhan yang mendesak saya menghubungi beliau untuk membantu sponsor kegiatan organisasi, kegiatan ummat, maupun kebutuhan pribadi, dan Pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yang sama kepada saya.

Kesalahan saya juga adalah merasa kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proyek ini karena saya merasa proyek ini proyek investasi dimana swasta menjadi agen yang legal, proses dari proyek ini benar, kepentingan negara nomor 1 (karena menguasai 51%), rakyat akan mendapatkan listrik murah (karena harga jualnya ke PLN murah), sehingga kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya.

Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt."

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Yantina Debora