Menuju konten utama
RUU KUP

Soal PPN Sembako, Ditjen Pajak: Hanya Kelas Premium yang Kena

Terkait PPN sembako yang dikritik sejumlah pihak, Ditjen Pajak tegaskan hanya sembako kelas premium yang akan kena.

Soal PPN Sembako, Ditjen Pajak: Hanya Kelas Premium yang Kena
Pembeli memilih daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, Senin (10/5/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak akan dikenai pada bahan pokok atau sembako yang dijual di pasar tradisional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) merumuskan soal PPN yang akan dikenakan pada sektor jasa sembako hanya akan dikenakan PPN pada produk-produk premium saja.

“Dalam usulan RUU KUP terkait dengan PPN sembako ada pembedaan terkait dengan barang-barang sembako yang dijual di pasar tradisional ini tentunya tidak dikenakan PPN akan berbeda ketika sembakonya sifatnya premium,” jelas dia dalam sebuah diskusi, Senin (14/6/2021).

Terkait dengan berapa tarif yang akan ditetapkan dalam pengenaan PPN, Neilmaldrin menjelaskan saat ini Kementerian Keuangan masih melakukan pembahasan mendalam agar kebijakan dari pemajakan ini lebih tepat sasaran.

Ia memberi contoh, daging yang dijual di pasar tradisional dan daging wagyu yang dijual di pasar modern sama-sama tidak dikenakan pajak. Jika kebijakan ini diketok, maka konsumen yang mampu untuk membeli bahan pokok di kelas daging wagyu itu yang akan terkena PPN.

“Jadi diharapkan dengan PPN yang baru nanti pemungutan bisa lebih efisien dan sesuai dengan latar belakang disampaikan diawal, yaitu bisa menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat,” jelas dia.

Pemerintah tengah mengajukan perubahan kebijakan perpajakan melalui revisi undang-undang. Selain mengerek tarif pajak, objek pajak yang bakal dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) akan diperluas. Rencana ini tertuang dalam perubahan kelima atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ada dua pasal yang menjadi sorotan, yaitu pasal 7 ayat (1) yang tertulis: "Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12% (12 persen)."

Dalam aturan yang berlaku saat ini merujuk UU Nomor 42 tahun 2009, PPN adalah 10 persen. Artinya, dalam RUU KUP yang diusulkan ini, bakal ada kenaikan PPN dari semula 10 persen menjadi 12 persen.

Ketentuan lain yang mendapat sorotan adalah Pasal 4A ayat (2b) yang bertuliskan ‘dihapus’. Beleid ini tak lagi menyebutkan sembako atau kebutuhan pokok termasuk dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.

Semula, barang-barang itu dikecualikan sebagai kelompok barang yang kena PPN. Hal ini diperkuat dengan aturan turunan, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017.

Sedangkan dalam draf RUU pasal 4A ayat (2b) yang diusulkan saat ini, kebutuhan pokok dikeluarkan dari kelompok barang yang tak dikenai PPN. Dalam aturan baru, pemerintah mengusulkan soal konsep multitarif untuk sembako.

Baca juga artikel terkait PPN SEMBAKO 2021 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz