Menuju konten utama

Soal Polemik RKUHP, Mahfud MD: KPK Tetap Harus Jadi Lembaga Khusus

Menurut Mahfud MD, penyusunan RKUHP harus tetap menerapkan politik hukum yang memberikan kewenangan khusus bagi KPK dalam pemberantasan korupsi.

Soal Polemik RKUHP, Mahfud MD: KPK Tetap Harus Jadi Lembaga Khusus
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Kamis (31/5/2018). tirto.id/Lalu Rahadian.

tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyampaikan pendapatnya tentang polemik mengenai keberadaan pasal-pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di RKUHP.

Menurut dia, pengesahan RKUHP atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana harus tetap membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga khusus untuk menangani kejahatan rasuah.

"Kalau saya menyampaikan [soal polemik] RKUHP itu, sebaiknya KPK tetap menjadi satu lembaga pemberantasan korupsi, sebagai lembaga yang khusus," kata Mahfud pada Senin (25/6/2018) seperti dikutip Antara.

Pakar hukum tata negara tersebut menyatakan hal itu usai menjadi pembicara dalam acara "Silaturahmi Bersama Insan KPK dan Alumni" di Gedung KPK, Jakarta.

Mahfud mengakui Indonesia memang memerlukan kodifikasi hukum pidana seperti melalui RKUHP. ”Terkodifikasi dalam artian terbukukan di satu kitab. Nah itu teorinya memang bagus sehingga semua tindak pidana itu masuk," kata dia.

Meskipun demikian, menurut Mahfud, kodifikasi itu dalam praktiknya sulit dilakukan mengingat kebutuhan hukum selalu berkembang.

"Kebutuhan hukum itu selalu berkembang, pasti ada yang di luarnya yang harus selalu direspons sehingga hukum itu harus responsif terhadap perkembangan masyarakat," kata Mahfud.

Untuk konteks Indonesia, dia menambahkan, perlu ada kewenangan dan undang-undang khusus dalam penanganan tindak pidana korupsi. Hal itu sebagai bagian dari politik hukum nasional.

"Jangan dikatakan politik hukum nasional itu harus kodifikasi. Tetap harus ada hukum khusus yang memang merupakan wadah untuk memberikan treatment khusus terhadap jenis tindak pidana tertentu. Itu aspirasi yang saya sampaikan dan mungkin ada kesamaan dengan [pendapat] KPK," ujar dia.

"Pokoknya KPK jangan sampai mati, dan keberadaan KPK itu sama sekali tidak melanggar politik hukum, tidak melanggar konstitusi. Yang penting kalau ada kritik-kritik, jadikan perbaikan ke depan. Tetapi lembaga ini ternyata terbukti sangat efektif melaksanakan tugasnya di tengah keterbatasannya," Mahfud menambahkan.

Pimpinan DPR dan pemerintah telah menargetkan pengesahan RKUHP bisa dilakukan pada 17 Agustus 2018 sebagai kado peringatan kemerdekaan Indonesia ke-73. Namun, KPK keberatan dengan pemuatan sejumlah pasal tipikor dalam RKUHP. KPK sudah menjelaskan alasan sikap lembaga itu melalui surat yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo.

Setidaknya ada 10 alasan KPK menilai keberadaan pasal-pasal tipikor di RKUHP berisiko buruk bagi masa depan lembaga itu sekaligus nasib pemberantasan korupsi.

Pertama, kewenangan kelembagaan KPK tidak ditegaskan dalam RKUHP. Kedua, RKUHP belum mengatur kewenangan KPK menangani perkara, sebagaimana tertuang dalam United Nations Convention againts Corruption (UNCAC), seperti korupsi sektor swasta. Ketiga, RKUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti.

Keempat, RKUHP mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif. Kelima, RKUHP justru mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi. Keenam, beberapa tindak pidana korupsi dari UU Tipikor masuk kategori Tindak Pidana Umum di RKUHP.

Ketujuh, UU Tipikor berisiko menjadi lebih mudah direvisi. Kedelapan, kodifikasi RKUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab Undang-undang. Kesembilan, terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi. Kesepuluh, tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RKUHP.

Tim Perumus RKUHP sudah pernah membantah kekhawatiran tentang adanya pelemahan KPK. Tim itu mengklaim pasal-pasal Tipikor di RKUHP tidak mengurangi kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Baca juga artikel terkait RKUHP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom