tirto.id - Komisi VI DPR RI bakal memanggil Kementerian BUMN ihwal surat persetujuan dari Menteri BUMN Rini Soemarno terhadap aksi korporasi PT Pertamina (Persero). Menurut rencana, pemanggilan yang dilakukan dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu digelar pada Senin (23/7/2018) mendatang.
“Merespons pertanyaan dari rekan-rekan mengenai surat tersebut, kita agendakan untuk mengundang Kementerian BUMN dan jajaran direksi Pertamina juga,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Azam Azman Natawijaya, saat rapat kerja di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Kamis (19/7/2018).
Adapun sejumlah pertanyaan terkait surat sempat ditujukan kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto selaku infal Menteri Rini. Para anggota dewan pun mempertanyakan keputusan Rini yang memberikan lampu hijau kepada Pertamina untuk melakukan pengkajian sejumlah aksi korporasi tanpa melibatkan DPR RI.
Airlangga yang hanya menjadi perwakilan Rini untuk agenda pemaparan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pun menolak menjawabnya. Ia mengatakan bahwa keterangan mengenai surat itu seharusnya dilakukan oleh pejabat terkait di Kementerian BUMN.
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro yang turut mendampingi Airlangga rupanya masih enggan berkomentar. Di hadapan legislator, Imam tak bersedia menjelaskan secara rinci maksud dari surat tersebut secara terbuka. Ia malah berjanji akan menyampaikannya secara langsung kepada pimpinan rapat pada kesempatan lain.
Ditemui seusai rapat kerja, Azam memastikan bahwa rencana pemanggilan itu memang bakal dilakukan pada awal pekan depan. Azam mengindikasikan ada hal yang penting untuk dijelaskan pemerintah mengingat adanya potensi pelanggaran Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016.
“Surat itu melanggar UU karena melepaskan aset tanpa melibatkan DPR RI. Keputusan aksi korporasi yang terkait aset maupun saham harus melalui persetujuan DPR RI,” ucap Azam.
Saat disinggung mengenai langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan kondisi keuangan Pertamina, Azam mengembalikannya kepada pemerintah. Hanya saja dalam konteks surat dari Menteri Rini itu, Azam melihat tidak tercermin kepatuhan terhadap UU dan PP yang seharusnya menjadi landasan.
Pembahasan mengenai surat tersebut mencuat saat salah seorang anggota Komisi VI DPR RI Mohammad Hatta menyinggungnya. Tak hanya menyampaikan pertanyaannya terkait surat Menteri Rini ke Pertamina, Hatta juga mempertanyakan alasan Menteri Rini yang tak pernah lagi menghadiri rapat kerja dengan DPR RI.
Sebagaimana diketahui, Rini Soemarno memang tidak diperkenankan untuk ikut rapat bersama DPR RI sejak rekomendasi Panitia Khusus Angket Pelindo II keluar pada Desember 2015. Selama tak diizinkan mengikuti rapat kerja, kehadiran Rini sebagai Menteri BUMN selalu diwakili sejumlah menteri lain di Kabinet Kerja sebagai infalnya, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Airlangga.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom