tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menantang kedua pasangan capres-cawapres, tim sukses dan partai-partai pendukungnya membuka laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak ke publik.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama, hal itu bisa terealisasi jika setiap kandidat, tim sukses dan partai secara sukarela membuka SPT pajak-nya ke publik.
Dia menegaskan lembaganya tidak bisa membuka laporan pajak pribadi maupun badan ke publik sebab ada peraturan yang membatasi.
“Aturannya, kami enggak bisa mengungkapkan data-data wajib pajak secara spesifik. Kalau peserta pemilu mau, ya monggo [silakan] saja,” kata Hestu kepada wartawan di sela Kelas Pajak DJP dan Wartawan di Kantor Pusat DJP, Jakarta pada Senin (25/2/2019).
Hestu menambahkan, sebenarnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga bisa membuat aturan yang membuat peserta pemilu membuka SPT pajak-nya ke publik. Misalnya, dokumen SPT dijadikan sebagai salah satu syarat pencalonan peserta pemilu.
“Hanya KPU yang punya wewenang untuk menentukan persyaratan menjadi capres, caleg, hingga cagub,” ucap Hestu.
Saat ini, menurut Hestu, persyaratan untuk pencalonan capres-cawapres maupun caleg yang terkait dengan kewenangan lembaganya baru berupa pelampiran dokumen surat keterangan fiskal (SKF).
SKF merupakan keterangan yang menyatakan bahwa seseorang tak lagi memiliki utang pajak selama 5 tahun terakhir. SKF juga menjadi tanda bahwa seseorang telah menyampaikan SPT tahunannya.
Hanya saja, ketika ditanya mengenai apakah publik dapat mengetahui siapa saja yang telah memiliki SKF, Hestu menyatakan informasi itu tidak dapat disampaikan oleh DJP.
Untuk keperluan verifikasi, Hestu menyebut, masyarakat dapat mengeceknya ke KPU sebab tanpa SKF, seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres-cawapres maupun caleg.
“Yang sudah lolos KPU pasti memiliki SKF. Itu persyaratan sebelum mendaftar ke KPU. Kalau enggak punya ya dicoret sama KPU,” ujar Hestu.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom