Menuju konten utama
Misbar

Sleep: Film yang Berhasil Menempatkan Horor dengan Cara Terbaik

Debut Jason Yu yang menjanjikan. Sleep menarik perhatian penonton Festival Film Internasional Toronto 2023 lewat paduan romantis, teror, dan komedi.

Sleep: Film yang Berhasil Menempatkan Horor dengan Cara Terbaik
Header Misbar Sleep. tirto.id/Quita

tirto.id - A Nightmare on Elm Street menggambarkan tidur sebagai keadaan setengah sadar yang rentan dan berbahaya, di mana ketakutan terburuk akan datang dan berujung pada kematian.

Dalam Sleep, sutradara Jason Yu mengambil gagasan itu dan menggunakannya sebagai teror dan komedi yang inventif.

Pada forum Semaine de la Critique yang diadakan oleh Cannes International Film Festival 2023, Sleep sukses meraih hadiah utama Tiger Stripes. Ia juga dipuji oleh para kritikus karena penggunaan metafora yang mengesankan dan gaya pengisahan yang sederhana tapi mampu memberikan paranoia.

Sutradara Bong Joon-ho juga memuji Sleep sebagai, “Film horor Korea paling unik dalam satu dekade ini dan debut paling cerdas.” Pujian itu amat berkesan bagi Jason Yu. Sebelumnya, Yu pernah bekerja sebagai asisten sutradara Joon-ho di film Okja pada 2017.

Sleep berkisah tentang pasangan pengantin baru Soo-jin (Jung Yu-mi) dan Hyun-su (Lee Sun-kyun) yang tengah berbahagia menantikan kelahiran anak pertamanya. Namun, mereka tiba-tiba dihadapkan pada permasalahan rumit karena perilaku aneh Hyun-su dan fenomena nokturnal yang mengelilinginya.

Film dibuka dengan adegan Soo-jin yang terbangun di malam hari dan mendapati suaminya duduk kaku di tepi ranjang sambil berucap, “Ada seseorang di dalam.” Hyun-su mengatakannya dengan nada mengancam sebelum akhirnya kembali tertidur, meninggalkan istrinya dengan rasa penuh ketakutan.

Keesokan harinya, Soo-jin yang penasaran sekaligus khawatir menggeledah rumahnya. Dia pada akhirnya tidak menemukan apapun, kecuali anjing peliharaan mereka, Pepper. Namun, ucapan Hyun-su semalam ternyata sangat memengaruhi Soo-jin hingga nuansa film yang semula hangat segera berubah menjadi mencekam.

Malam-malam Mencekam di Apartemen

Setelah beberapa waktu lalu disinggung dalam Concrete Utopia, apartemen dan denyut sosial di dalamnya kembali jadi latar dalam Sleep.

Dinamika masyarakat urban Korea Selatan terkait pembangunan apartemen secara masif ditampilkan oleh Sleep lewat interaksi Soo-jin dengan tetangga barunya. Si tetangga yang tinggal di lantai bawah itu sering mengeluh tentang suara gaduh di tengah malam selama seminggu berturut-turut yang ditengarai berasal dari apartemen Soo-jin dan Hyun-su.

Sleep memanfaatkan lingkungan apartemen sebagai latar dengan cukup efektif. Dengan satu lokasi apartemen kecil, ia mengurai tiap sudutnya menjadi banyak cerita yang seakan tidak ada habisnya.

Ya, Soo-jin dan Hyun-su tinggal di apartemen sempit dengan dinding tipis ditambah penggunaan interior yang bisa saja mengakibatkan claustrofobia.

Hyun-su dikisahkan berprofesi sebagai “aktor terkenal” dengan banyak penghargaan—atau setidaknya begitulah menurut pandangan Soo-jin. Dia sendiri merupakan seorang wanita karier yang sedang mengandung anak pertamanya.

Soo-jin sangat memercayai Hyun-su, bahkan ketika Hyun-su mulai menunjukkan perilaku yang aneh sekalipun. Saat tertidur lelap, Hyun-su merasakan gatal di pipi dan leher lalu menggaruknya dengan keras. Gara-gara itu, wajahnya jadi penuh luka.

Lantaran wajahnya jadi kurang estetik, Hyun-su kehilangan pekerjaan untuk sementara waktu. Lain itu, dia pun sebenarnya ingin beralih profesi, tapi Soo-jin melarangnya. Soo-jin meyakinkan Hyun-su bahwa dia tetaplah “aktor terbaik” yang punya karir gemilang.

Di sisi lain, Soo-jin rupanya menyembunyikan sesuatu terkait kariernya. Dia membohongi Hyun-su bahwa kariernya bakal bisa menunjang masa depan mereka sebagai orang tua nantinya.

Pada malam berikutnya, perilaku tidur Hyun-su makin bertambah aneh. Dia mulai berjalan dalam tidurnya dan jadi lebih agresif dari sebelumnya. Soo-jin juga menyaksikan Hyun Su memakan daging mentah yang tersimpan di kulkas, mencoba bunuh diri dari balkon, dan bahkan membunuh Pepper.

Meski begitu, Hyun-su sama sekali tidak mengingat kegilaan yang telah dilakukannya pada malam hari. Soo-jin berkata padanya bahwa dia harus melakukan sesuatu. Soo-jin ingin membawanya ke klinik di mana seorang ahli bisa menjelaskan apa yang sebenarnya tengah dialaminya.

Logika vs Supranatural

Plot lalu membawa penonton pada upaya pasangan ini mengatasi masalah Hyun-su. Di titik ini, kita sekaligus diajak menyelami perbenturan antara pilihan saintifik dan supranatural.

Seorang dokter ahli akhirnya mendiagnosis Hyun-su mengalami rapid eye movement-sleep behavior disorder (RSBD). Si dokter lantas menunjukkan sebuah brosur yang ilustrasinya persis mencerminkan perilaku Hyun-su saat tidur. Dokter juga “meyakinkan” mereka bahwa RSBD bisa disembuhkan.

Ibu Soo-jin juga mulai khawatir dengan masalah yang dialami menantunya itu. Dia lalu merekomendasikan bantuan spiritual dari seorang dukun wanita paruh baya bergaya glamor.

Si dukun nyentrik ini akhirnya mendatangi apartemen Soojin dan Hyun-su. Di dalam apartemen, si dukun berjalan mengelilingi tiap-tiap sudut ruangan sambil mengacungkan lonceng keramatnya. Usai melakukan ritual itu, dia sampai pada satu kesimpulan bahwa Soo-jin tinggal bersama dua pria dan salah satu dari mereka adalah roh halus.

Soo-Jin tidak suka dengan cara ini dan lantas mengusir ibunya dan si dukun.

Meski telah mengupayakan sesuatu, perilaku aneh Hyun-su saat tidur belum juga hilang. Soo-jin sendiri mulai khawatir akan keselamatan bayinya. Hyun-su mencoba menenangkan Soo-jin dengan tetap bersikap positif dan mengingatkan pada semboyan hidup mereka—yang terpatri pada sebuah plakat di dinding ruang tamu apartemen—“Bersama Kita Bisa Mengatasi Apa Pun”.

Upaya mereka terus berlanjut pada paruh babak kedua. Namun alih-alih menyelesaikan masalah, yang terjadi justru rangkaian komedi yang bakal membuat Anda terpingkal-pingkal.

Mereka memeriksa seluruh isi apartemen untuk memastikan semuanya aman, menggantungkan bel dan mengunci pintu, membeli kantong tidur yang diikat ketat pada seluruh tubuh Hyun-su, dan tak lupa obat. Lagi-lagi, semua upaya itu tidak ada yang berhasil.

Ketika upaya tersebut diulang berkali-kali, baik dalam dialog maupun visual, pasangan ini tetap bersikeras akan terus bersama menghadapi masalah ini. Soo-jin bahkan menolak tawaran ibunya untuk meninggalkan Hyun-su yang dianggap sudah kerasukan roh halus.

Infografik Misbar Sleep

Infografik Misbar Sleep. tirto.id/Quita

Kekuatan Akting Yang Mumpuni

Drama relationship ini berjalan dengan baik berkat akting dari Jung Yu-mi dan Lee Sun-kyun yang tampil begitu serasi.

Seperti pasangan dalam kehidupan nyata, mereka menunjukkan ikatan emosional yang sangat kuat. Mereka cukup berhasil menampilkan romantisme dan ketulusan pada satu sama lain. Salah satunya ditunjukkan melalui adegan membuat lelucon yang bisa mereka tertawakan bersama.

Misalnya ketika mereka spontan saja melontarkan alasan “karena kami memang bercinta tiap malam” ketika ada tetangga komplain terkait suara gaduh dari apartemen mereka.

Karakter Soo-jin tidak diragukan lagi adalah tokoh protagonis dalam film ini. Hal ini menjadi semakin jelas seiring berjalannya film. Ketika dia mulai menerima kemungkinan campur tangan entitas supranatural di balik masalah Hyun-su, hampir semua adegan film ini mengambil sudut pandang Soo-jin. Sementara itu, peran Hyun-su mulai tereduksi menjadi si karakter penderita.

Di titik ini pulalah, perbenturan upaya saintifik dan supranatural agaknya mulai menemui ujungnya. Soo-jin yang semula menertawakan bantuan spiritual dari ibunya kini akhirnya menerima benar gagasan bahwa memang ada “sesuatu” dari dunia lain yang merasuki suaminya.

Bagi penggemar film horor, adegan-adegan berikutnya bukan lagi sesuatu yang mengejutkan. Dan pada babak ketiga, Sleep berkembang menjadi film “kerasukan” dengan tingkat ketakutan seperti jam dinding yang terus berdetak.

Kisah Romantis Dalam Balutan Horor

Soo-jin mencintai suaminya saat dia dalam kondisi bangun, tapi tidak memercayainya saat tidur. Untuk menunjang kondisi jungkir balik ini, Jason Yu menggunakan teknik gradasi yang kontras. Efeknya pun cukup eksplosif. Adegan suara gemerincing pintu saja sudah terasa begitu keras di tengah horor yang bernuansa senyap.

Akting Jung Yu-mi patut dipuji. Dia mampu memerankan dengan meyakinkan karakter Soo-jin yang sudah berada pada titik keputusasaan. Seperti misalnya dalam adegan di suatu malam, saat Soo-jin bersembunyi di bak mandi bersama bayinya. Saat Hyun-su mencoba mendobrak pintu kamar mandi, dia hanya bisa diam pasrah.

Pada bagian akhir, Soo-jin semakin terpuruk dalam kesuraman hatinya. Kondisi ini juga membuatnya lebih mudah terjerumus dalam hal yang bersifat supranatural. Dia bahkan memaksa Hyun-su untuk percaya pada apa yang diyakininya.

Di titik ini, konklusi seakan tidaklah jadi penting. Pasalnya, naskah Jason Yu cukup sukses mengaburkan batas antara yang konkret dan yang tidak berwujud. Dia mempermainkan penglihatan dan kebutaan, kenyataan dan fantasi, terjaga dan bermimpi, juga perlindungan dan ancaman dengan penuh percaya diri.

Lagi-lagi, kemampuan akting dari Jung Yu-mi dan Lee Sun-kyun menjadi poin plus yang mendukung penyutradaraan Jason Yu.

Soo-jin dan Hyun-su mungkin tidak menganggap apa yang mereka alami ini sebuah komedi, tapi Sleep dengan cerdik menambahkan dosis kegelisahannya hingga menjadi humor yang sangat konyol.

Mengacu pada lebih dari beberapa film horor klasik (termasuk The Shining), Jason Yu menegaskan bahwa dia telah belajar banyak dari para pendahulunya itu.

Baca juga artikel terkait FILM KOREA atau tulisan lainnya dari Wiwid Coreng

tirto.id - Film
Kontributor: Wiwid Coreng
Penulis: Wiwid Coreng
Editor: Fadrik Aziz Firdausi