tirto.id - Letjen TNI Purnawirawan Sintong Panjaitan mengatakan korban kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tragedi 1965 tidak mencapai jutaan jiwa. Hal tersebut disampaikannya dalam Simposiun Nasional Tragedi 1965 di Jakarta, Senin (18/4/2016).
Mantan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) itu mengatakan bahwa saat itu Presiden Soekarno membentuk Komisi Pencari Fakta untuk menghitung jumlah korban pembantaian.
"Mayjen Soemarno yang waktu itu sebagai Menteri Dalam Negeri menjadi ketuanya (Komisi Pencari Fakta) melaporkan korban ada 80 ribu orang, dan angka 500 ribu pertama kali keluar dari Oei Tjoe Tat (pembantu Presiden Soekarno)," kata Sintong.
Dia juga mengatakan, saat itu ada dua kategori tokoh yang ditangkap yaitu pasif dan aktif. Sintong juga mengaku melepaskan tokoh yang pasif.
"RPKAD tidak hanya melakukan operasi, tapi RPKAD harus melindungi masyarakat juga, baik PKI (Partai Komunis Indonesia) atau tidak," kata Sintong.
Di sisi lain, Psikolog Risa Permanadeli mengatakan bahwa peristiwa 1965 bukan terletak pada masalah angka, tetapi pewarisan kepada generasi seterusnya yang akan terus mengenang peradaban pembantaian tersebut.
"Masalahnya tragedi ini sudah berlangsung 50 tahun dan tidak pernah ada penyelesaiannya. Sejarah itu tersimpan pada warga negara Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah Indonesia akan menyelesaikan kasus HAM berat yang dikenal dengan Tragedi 1965 itu.
"Ada keinginan pemerintah menyelesaikan masalah HAM harus dituntaskan, kami melihat penyelesaian Tragedi 65 ini menjadi pintu masuk menyelesaikan kasus yang lain," kata Luhut saat membuka Simposius Nasional Tragedi 1965 di Jakarta, Senin (18/4/2016).
Luhut menilai, penyelenggaraan simposium tersebut bukanlah proses yang mudah, namun pihaknya yakin, penyelesaian Tragedi 65 melalui simposium ini dapat menjadi pintu masuk penyelesaian kasus lainnya.
Luhut mengatakan, kendala dalam melaksanakan simposium ini adalah terkait dengan banyaknya reaksi yang seolah-olah pemerintah telah dipengaruhi oleh komunis dan lainnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo berharap simposium tersebut tidak menjadi ajang benturan antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Mengingat pentingnya Simposium ini bagi Bangsa Indonesia, Preside juga menginginkan kasus HAM tersebut harus diselesaikan.
“Indonesia bangsa besar, tidak perlu dikasihani, kita dapat menyelesaikan masalah kita sendiri,” kata Presiden Jokowi. (ANT)
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto