Menuju konten utama

Sinopsis Novel Ca Bau Kan yang Dikarang oleh Remy Sylado

Novel Ca Bau Kan karangan Remy Sylado berkisah tentang cinta beda etnis antara perempuan Betawi dan pedagang Tionghoa.

Sinopsis Novel Ca Bau Kan yang Dikarang oleh Remy Sylado
Sinopsis Film Ca Bau Kan yang Tayang di TVRI Malam Ini. (Screnshoot/Youtube/FLIK TV)

tirto.id - Novel Cau Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa merupakan salah satu karya penulis Remy Sylado.

Novel ini diterbitkan pertama kali pada bulan Maret 1999 oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan sudah dicetak berulang kali.

Mengutip laman Ensiklopedia Kemendikbud, novel ini merupakan awal dari proyek penerbitan Seri Sastra Tionghoa Peranakan yang sedang digarap oleh penerbit KPG saat itu. Proyek ini dikerjakan dengan tujuan menunjukkan proses kebangsaan di Indonesia.

Secara garis besar, novel Ca Bau Kan bercerita tentang kisah cinta beda etnis antara perempuan Betawi dan pedagang Tionghoa. Meski termasuk novel fiksi, Ca Bau Kan tetap menggambarkan realita di Indonesia pada zaman kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan.

Sinopsis Novel Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa

Awal kisah dari novel ini dinarasikan oleh Ny. Dijkhoff yang tinggal di Belanda. Ia diceritakan datang ke Jakarta karena ingin mencari tahu asal-usul keluarganya.

Cerita pun bergulir tentang ibu Ny. Dijkhoff yang bernama Siti Noerhaijati atau yang kerap disapa Tinung. Tinung lahir saat terjadinya hujan abu Krakatau di tengah keluarga miskin yang minim pendidikan.

Tinung lantas menikah di usia muda, namun kemudian menjanda setelah sang suami meninggal. Karena dorongan dari orang tuanya sendiri, Tinung pun menjadi ca bau kan, wanita penghibur bagi orang Tionghoa kala itu.

Tinung menjadi ca bau kan yang cukup terkenal di Kali Jodo karena memiliki paras cantik. Ia lalu menjadi simpanan pria Tionghoa asal Bandung yang bernama Tan Peng Liang.

Akan tetapi, kehidupan Tinung justru dipenuhi ketakutan karena Tan Peng Liang termasuk orang yang sering melakukan kekerasan. Tinung pun memilih kabur dan kembali menjadi ca bau kan di Kali Jodo.

Tinung lagi-lagi bertemu dan menjadi simpanan pria bernama Tan Peng Liang. Berbeda dengan yang dulu, Tan Peng Liang yang sekarang adalah pedagang Tionghoa asal Semarang dan sangat baik pada Tinung.

Kali ini Tinung benar-benar jatuh cinta dan tidak mau menjadi ca bau kan lagi karena ingin setia pada Tan Peng Liang. Namun kisah cinta Tinung dan Tan Peng Liang tidak berjalan mulus dan diwarnai berbagai konflik.

Banyak masalah bermunculan, mulai dari konflik status sosial, sulitnya masa penjajahan, hingga kembali munculnya Tan Peng Liang pertama.

Di tengah-tengah kisah cinta Tinung dan Tan Peng Liang asal Semarang, novel ini juga menceritakan peran orang-orang Tionghoa dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Biografi Remy Sylado

Remy Sylado lahir pada tanggal 12 Juli 1943 di Malino, Makassar, Sulawesi Selatan. Ia memiliki nama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong.

Setelah menamatkan sekolah dasar di kota kelahirannya, Remy Sylado melanjutkan pendidikannya di Semarang pada tahun 1954 hingga lulus SMA tahun 1959.

Dari tahun 1959 sampai 1960, Remy sempat belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Solo, lalu di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Solo, serta Akademi Bahasa Asing di Jakarta.

Sebagai seorang seniman, Remy Sylado dikenal serba bisa dan menekuni banyak profesi. Tak hanya mendalami dunia literasi sebagai penyair dan novelis, ia juga terjun ke dunia musik, menjadi aktor, wartawan, penata rias, hingga dosen.

Remy Sylado dikenal sebagai pelopor puisi mbeling, yaitu puisi yang bebas, tidak baku, dan tidak mengikuti aturan atau pakem puisi yang ada pada saat itu.

Bagi Remy Sylado, seni berpuisi yang terlalu baku dan banyak aturan hanya akan membuat generasi muda takut untuk berkreasi. Yang terpenting adalah puisi tersebut berfaedah dan dapat menggugah kesadaran masyarakat.

Mengutip dari Ensiklopedia Kemendikbud, istilah mbeling diperkenalkan pada tahun 1972 saat Remy Sylado menggelar pentas drama Genessis II di Bandung. Saat itu Remy Sylado menyebut pertunjukan teaternya dengan nama Teater Mbeling.

Di bidang jurnalistik, Remy Sylado pernah menjadi wartawan Sinar Harapan pada tahun 1963 sampai 1965. Ia juga tercatat pernah menjadi redaktur di beberapa media, sebut saja Tempo, majalah Top, majalah Fokus, majalah Vista, dan majalah Aktuil.

Remy yang pernah menjadi dosen di Akademi Sinematografi Bandung ini memang hobi membaca sejak kecil dan mulai menulis di usia 16 tahun. Selain menulis, Remy juga menyukai musik dan mengidolakan beberapa band seperti Led Zeppelin dan The Beatles.

Di bidang sastra, Remy Sylado telah menulis lebih dari 50 novel, baik novel keluarga maupun anak-anak. Karyanya selalu menyiratkan makna kemanusiaan, menyadarkan setiap orang bahwa sifat baik dan buruk manusia tidak berdasarkan ras atau jenis kelamin.

Selain Ca Bau Kan, novel-novel Remy Sylado antara lain Gali Lobang Gila Lobang (1977), Kerudung Merah Kirmizi (2002), Parijs Van Java (2003), Sam Po Kong (2004), dan masih banyak lagi.

Berkat kepiawaiannya menulis, Remy Sylado pernah beberapa kali dianugerahi penghargaan sastra. Salah satunya adalah mendapatkan Khatulistiwa Award 2002 lewat novel Kerudung Merah Kirmizi.

Baca juga artikel terkait HIBURAN atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Aditya Widya Putri