tirto.id - Sabtu (27/7/2019) akhir pekan lalu, aparat Polres Jakarta Barat mengungkap jaringan pengedar ganja yang biasa menjadi pemasok ke sejumlah kampus. Dari pengungkapan itu, polisi menyita 11 kilogram ganja dari TWB dan PH di salah satu kampus di bilangan Jakarta Timur.
Menurut Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Erick Frendriz peredaran narkoba jenis ganja di lingkungan perguruan tinggi cukup masif.
"Parahnya mereka tak ada rasa takut memakai ganja di taman kampus," ujar Erick di Mapolres Jakarta Barat, Senin (29/7/2019).
Berdasarkan pengembangan kasus tersebut, polisi kemudian mencokok tiga tersangka lain HK, AT dan FF di Bintara, Bekasi Barat. Polisi kemudian menyita satu kilogram ganja dari ketiga tersangka yang berstatus mahasiswa drop out (DO) ini.
Polisi menduga HK, AT, dan FF sebagai pemasok dan perantara dari kelompok jaringan narkoba kepada mahasiswa di sejumlah kampus di Jakarta. Meski begitu, polisi belum mau mengungkap kampus mana saja yang jadi tempat peredaran ganja tersebut.
Namun yang jadi pertanyaan, mengapa kampus jadi tempat peredaran ganja?
Kampus Dianggap Tempat "Aman"
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Akademik dan Kemahasiswaan Lembaga Layanan Pendidikan Wilayah III Jakarta, Imam Yuwono menjelaskan lingkungan kampus kerap disalahgunakan sebagai tempat peredaran narkoba lantaran dianggap aman dari pantauan aparat penegak hukum.
"Karena kampus dianggap 'aman' dari polisi, sehingga dijadikan sasaran empuk untuk peredaran narkoba," kata Imam di Mapolres Metro Jakarta Barat.
Imam mengklaim Kemenristek Dikti sudah memahami ancaman peredaran narkoba di kampus. Atas dasar itu, ia mengatakan lembaganya telah membentuk tim yang dinamakan Anti-Penyalagunaan Narkoba (Arti Pena).
Tim yang bekerja sama dengan Polisi dan Badan Narkotika Nasional (BNN) itu bertugas mensosialisasikan bahaya narkoba kepada mahasiswa. Tim tersebut tersebar di 316 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta yang tercatat di Jakarta.
Menanggapi kasus tersebut, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Ismunandar menyatakan tidak segan memberi sanksi kepada perguruan tinggi yang terlibat dalam peredaran narkotika.
"Kami harus cek dulu, bisa mulai surat peringatan. Namun sekali lagi kami akan minta Kepala LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) memanggil pemimpin PT-nya dulu. Kasus hukumnya tentu akan diproses aparat hukum, itu juga akan berdampak sanksi sosial," ujar Ismunandar kepada reporter Tirto, Selasa (30/7/2019).
Menurut Ismunandar, perguruan tinggi semestinya menjadi pihak paling berperan dan tidak abai dalam pencegahan peredaran narkoba. Ia berdalih Kemenristek Dikti hanya sebagai pemegang kebijakan saja.
"Kampus dan Civitas akademik harus bebas narkoba, harus dilakukan upaya memagari jangan sampai ada yang terpapar. Bagi yang terpapar dan tersangkut dalam peredaran harus dilaporkan dan akan ditindak aparat hukum," kata dia.
Perlu Peran Semua Pihak
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Robby Atsaka mengatakan peredaran ganja di lingkungan perguruan tinggi bukanlah hal baru. Menurutnya, masalah ini perlu mendapat perhatian khusus dari aparat penegak hukum dan pemerintah.
"Harus mengambil sikap yang sistematis dalam memikirkan masalah ini ke depan," ujar Robby kepada reporter Tirto, Selasa (30/7/2019).
Lebih lanjut, Robby mengatakan peredaran narkoba di kampus tidak cukup hanya dengan memperketat pengawasan dan pemberian sanksi di internal kampus.
"Dalam UU narkotika yang hukuman terberat adalah hukuman mati dan banyak bandar yang di eksekusi mati output-nya jelas tidak membuat efek jera," ujarnya.
Sebab itu perlu semua kementerian, lembaga, dan masyarakat duduk bersama menentukan langkah jitu dalam menyelesaikan masalah ini.
"Mau berapa banyak lagi orang tua yang menangis karena mendengar anak masa depannya harus di penjara karena terlibat kasus ini," tandasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan