tirto.id - Penasihat hukum terdakwa kasus korupsi SKL BLBI Syafruddin Arsyad Tumenggung, Yusril Ihza Mahendra memastikan Syafruddin siap mendengarkan putusan hakim. Namun, Yusril menyebut, Syafruddin akan banding bila terbukti bersalah dalam kasus SKL BLBI.
"Pak Syafruddin itu sampai tadi pun mengatakan kepada saya ya saya tidak merasa melakukan apa yang didakwakan kepada saya. Jadi dihukum sehari pun saya tetap mengajukan banding," ujar Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Meskipun memastikan banding bila divonis, Yusril melihat perkara sudah objektif. Berdasarkan proses persidangan, tim penasihat hukum tetap meyakini Syafruddin tidak bersalah.
Yusril menyebut beberapa alasan kliennya harus bebas. Pertama, mereka menyoalkan waktu pidana. Menurut tim penasihat hukum, Syafruddin tidak bisa dipidana karena kerugian negara dalam pemberian SKL BDNI terjadi saat Syafruddin tidak menjadi Kepala BPPN. Poin kedua adalah hukum yang berbeda. Ia mengingatkan, delik korupsi sebelumnya menyangkut material dan formil. Namun, MK mengubah pidana korupsi harus delik materiil. Apabila seorang terdakwa didakwa saat ada perubahan hukum, terdakwa harus didakwa dengan hukuman yang lebih menguntungkan.
"Di samping hal-hal lain saya berkeyakinan bahwa Pak SAT tidak cukup alasan untuk dihukum dalam kasus ini, tapi apapun nanti kita dengarkan dulu dan kita hormati putusan hakim," kata Yusril.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan menjatuhkan vonis terhadap mantan kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung, Senin (24/9/2018). Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum meyakini Syafruddin telah merugikan negara Rp4,58 triliun.
Kerugian berawal ketika ia berusaha menghapus utang Bank Dagang Nasional Indonesia yang diajukan PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM). Kemudian, Syafruddin mengajukan ke rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Hal yang dilakukan mantan Kepala BPPN itu menghilangkan hak tagih terhadap Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL membuat pemerintah tidak bisa menagih utang BLBI yang dipinjam Sjamsul. Ia pun menggunakan nama Presiden Megawati untuk melegalkan penghapusbukuan hutang PT BDNI.
Jaksa berpendapat, Syafruddin telah melanggar pasal 2 ayat 1 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. Jaksa pun menuntut Syafruddin dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri