tirto.id - Kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki sidang ke-15. Pada sidang kali ini, tim penasihat hukum Ahok akan menghadirkan 3 saksi ahli yakni saksi ahli hukum pidana, bahasa, dan agama. Salah satunya saksi ahli agama dari PBNU yakni KH Ahmad Ishomuddin.
Menurut kuasa hukum Ahok, I Wayan Sidarta, ketiga saksi tersebut adalah Djisman Samosir sebagai saksi ahli hukum pidana, Rahayu Surtiarti Hidayat sebagai saksi ahli bahasa dan saksi ahli agama Ahmad Ishomuddin.
Wayan menilai bahwa pemilihan ketiga saksi ini didasarkan pada kredibilitas saksi yang ahli di bidangnya masing-masing, bukan karena atas dasar kedekatan pribadi saksi-saksi dengan terdakwa kasus penistaan agama tersebut.
“Nggak. Nggak ada saya rasa (hubungan dengan Ahok). Ini saksi-saksi objektif,” jelas Wayan ketika dihubungi Tirto pada Senin (20/3/2017).
Saksi ahli hukum pidana Djisman Samosir adalah dosen dari Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung. Salah satu mata kuliah pengajaran Djisman adalah tentang delik-delik khusus yang di dalamnya juga terkandung tentang penistaan agama. Djisman sekarang juga menjabat sebagai lektor kepala atau profesor di Universitas Parahyangan.
Saksi yang lain adalah Rahayu Surtiarti Hidayat adalah ahli bahasa dari Universitas Indonesia. Selain menjadi pengajar, Rahayu juga merupakan Guru Besar Tetap dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia bidang linguistik atau bahasa. Pengukuhan tersebut sejak tahun 2006 silam dan Rahayu telah mendalami linguistik terapan selama 10 tahun.
Sedangkan saksi ahli agama yang dihadirkan adalah Kyai Haji Ahmad Ishomuddin yang juga menjabat sebagai Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Sebenarnya, semenjak namanya didaftarkan sebagai saksi dari pihak terlapor, Ishomuddin sudah menuai banyak kecaman. Namun, kali ini dirinya benar-benar dikabarkan akan hadir sebagai saksi ahli agama pada persidangan hari ini (Selasa, 21/3/2017).
Ishomuddin yang juga menjabat sebagai dosen di kampus IAIN Lampung ini juga dikabarkan sering memperjuangkan bahwa pemimpin Islam boleh jadi tidak harus dari agama Islam.
Wayan mengklaim bahwa ketiga saksi ini masih akan ditambah berdasar perkembangan situasi yang terjadi besok di dalam persidangan. Bila dirasa perlu, barulah pihak tim penasihat hukum akan memanggil saksi-saksi ahli yang lainnya.
“Saya kira alot atau tidaknya persidangan tergantung pada ahli dan saksi. Jika saksi dan ahlinya memberikan keterangan yang berbelit-belit, maka tentunya persidangan juga akan berjalan lama,” jelasnya. “Mudah-mudahan lancar dan tidak ada masalah.”
Sedangkan, gubernur petahana non-aktif, Ahok malah terlihat santai ketika ditanya kesiapannya terhadap persidangan yang akan berlangsung besok. Ditemui di Jalan Proklamasi nomor 53, Menteng, Jakarta Pusat, Ahok hanya menjawab pertanyaan singkat awak media sembari tersenyum.
“Besok sidang ke-15. Dengar aja. ‘Kan saksi ahli kita,” pungkasnya.
Sidang ke-15 Ahok pada hari ini dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Pasal 156 KUHP menyebutkan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri