tirto.id - Sidang lanjutan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung kembali digelar Senin (6/08/2018). Dalam sidang ini jaksa KPK menghadirkan 2 orang saksi dan 1 orang ahli.
"Jika tidak ada perubahan kondisi, hari ini merupakan persidangan terakhir JPU [Jaksa Penuntut Umum] menghadirkan saksi-saksi. Satu orang ahli dihadirkan hari ini dan ahli lain akan dihadirkan di sidang berikutnya," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulis (06/08/2018).
Dua orang saksi yang dihadirkan KPK adalah Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen MS Yusuf Timbul Thomas Lubis dari kantor hukum LGS, dan seorang ahli yang merupakan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) I Nyoman Wara.
Febri mengatakan KPK semakin meyakini sejumlah poin-poin krusial di dakwaan telah terbukti di persidangan. Adapun yang perlu dilakukan tinggal penajaman dan penegasan perhitungan kerugian keuangan negara hari ini. Dari hasil perhitungan BPK, dari kasus ini diduga negara dirugikan Rp4.58T.
"Hari ini hal tersebut akan dijelaskan sekaligus perbedaan antar sejumlah audit juga secara gamblang dapat diuraikan jika dibutuhkan di sidang," kata Febri.
Jaksa KPK mendakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan surat keterangan lunas piutang Bank Dagang Nasional Indonesia kepada petani tambak.
Ia didakwa menerbitkan SKL bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-jakti, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istri Sjamsul, Itjih S. Nursalim.
Syafruddin didakwa menerbitkan surat keterangan lunas untuk piutang Sjamsul Nursalim. Syafruddin menerbitkan surat keterangan lunas padahal Sjamsul belum membayar lunas kewajiban kepada pemerintah. Akibat tindakan tersebut, Syafruddin dianggap melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Sjamsul Nursalim, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp4,58 triliun atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Atas perbuatan tersebut, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yantina Debora