Menuju konten utama

Sidang Gugatan Eks-HTI: Yusril Klaim Gerakan Khilafah Masih Kajian

Yusril Ihza Mahendra menilai alasan keputusan pemerintah dalam pembubaran HTI tidak tepat. Dia berdalih organisasi ini belum mendorong gerakan untuk mempraktikkan khilafah di Indonesia.

Sidang Gugatan Eks-HTI: Yusril Klaim Gerakan Khilafah Masih Kajian
Kuasa Hukum HTI Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama Juru Bicara HTI Ismail Yusanto (kanan) menyerahkan permohonan gugatan uji materi kepada petugas di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/7/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Pengacara Eks-HTI, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan lagi dalilnya tentang kelemahan dasar keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menurut Yusril, kampanye khilafah yang selama ini didorong oleh HTI masih dalam tahap normatif dan kajian. Dia mengklaim kampanye gagasan ini belum masuk ke tahap gerakan mendorong pembentukan pemerintahan khilafah di Indonesia.

Yusril menyampaikan pendapatnya itu di sela masa jeda usai tahap pertama sidang lanjutan gugatan dari Eks-HTI terhadap surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pencabutan keputusan pengesahan pendirian perkumpulan HTI, pada hari ini.

Pada sidang hari ini, HTI mengajukan dua saksi ahli. Dalam sidang tahap pertama, Daud Rasyid memberikan keterangan sebagai ahli hukum syariah dan politik Islam. Selanjutnya, M. Hazbullah memberikan keterangan sebagai ahli sejarah dan sosialogi Islam.

Yusril menambahkan kegiatan HTI di Indonesia baru dalam tataran kajian penafsiran buku-buku rujukan organisasi ini, terutama karya-karya Taqiyuddin An-Nabhani. Yusril juga mengklaim gagasan dalam buku-buku tersebut diterima oleh mayoritas umat Islam.

"Tapi, bagaimana penerapan khilafah di Indonesia? HTI belum pernah membahas itu. Menurut saya belum pada tahap harus dilarang," ujar Yusril di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, pada Kamis (8/2/2018).

Menurut Yusril, aktivitas HTI tersebut tidak mengancam kedaulatan negara sebab konstitusi juga menyatakan bahwa Republik Indonesia juga berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Jadi di samping kedaulatan rakyat, juga ada kedaulatan tuhan, kedaulatan hukum, ada kedaulatan pemerintahan. Hukum tata negara bisa menjelaskan itu. Kalau kita mempelajari, hukum tata negara kita membahas tentang kedaulatan Tuhan, sesuatu yang normal saja," kata Yusril.

Karena itu, dia menilai, kekhawatiran pemerintah bahwa aktivitas HTI mengancam kedaulatan negara berlebihan. "Jadi, apa yang harus dikhawatirkan sebenarnya?” Kata Yusril.

Di kesempatan yang sama, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto juga berdalih konsep khilafah dalam Islam wajib diperkenalkan kepada umat muslim meski ide tersebut tidak cocok dengan kondisi saat ini.

"Yang namanya normatif itu satu, dua, tiga, empat, lima, enam, sepuluh persen itu enggak cocok dengan situasi, itu pasti. Kalau saya ditanya bagaimana kelanjutannya (praktik khilafah), saya enggak mengerti, karena saya bukan peramal," kata Ismail.

Dia mengatakan organisasinya baru dalam tahap bergerak memperluas pemahaman mengenai gagasan khilafah dan belum mengarah pada aksi untuk mempraktikkannya. "Ini kita masih dalam proses pemahaman, tapi sudah disemprit, disebut anti macam-macam, mau menghancurkan negara,” ujarnya.

Dalam persidangan perkara ini, Tim Kuasa Hukum Kemenkumham mengajukan 86 bukti yang menjadi dasar penilaian pemerintah bahwa HTI mengancam kedaulatan negara. Di antara bukti itu adalah materi kampanye HTI yang memuat gagasan untuk menggantikan pancasila sebagai dasar negara.

Baca juga artikel terkait HTI atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Hukum
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom