tirto.id - Setara Institute menilai, kualitas produk legislasi daerah masih sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari 3.143 peraturan daerah (perda) yang dibatalkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena dianggap bermasalah dan menghambat iklim investasi.
Pernyataan itu ditegaskan Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (14/6/2016). “Mekanisme pencegahan dalam pembentukan perda yang seharusnya dijalankan Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri juga tidak berjalan optimal,” kata dia.
Pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan pembatalan peraturan daerah yang cukup banyak tersebut harus mendorong reformasi mekanisme legislasi daerah.
Selain itu, diperlukan mekanisme yang memungkinkan terdapat konsistensi pembentukan peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi termasuk dengan Konstitusi dan Pancasila.
“Dua hal itu merupakan kebutuhan nyata dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” ujarnya.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 peraturan daerah yang bermasalah.
Peraturan daerah yang dibatalkan meliputi peraturan yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi, menghambat kemudahan berusaha serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Menurut Setara Institute, jumlah tersebut merupakan rekor dalam praktik pembatalan peraturan daerah sejak pemberlakuan otonomi daerah.
Sebelumnya, sepanjang 2002 hingga 2009 terdapat 2.246 peraturan daerah dibatalkan, 2010 hingga 2014 sebanyak 1.501 peraturan daerah, kemudian November 2015 hingga Mei 2015 ada 139 peraturan daerah. Bila dijumlah, maka sejak 2002 pemerintah telah membatalkan 7.029 peraturan daerah.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz