tirto.id - Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengaku bahwa pihak Indonesia sudah mengetahui lokasi penyanderaan kelompok Abu Sayyaf melalui citraan satelit. Pramono menyebutkan bahwa Indonesia memiliki peralatan untuk memantau posisi mereka.
"Dari pantauan satelit, sebenarnya kita tahu lokasi orang-orang kita yang disandera. Tetapi kita menghormati Pemerintah Filipina dan berharap dapat segera dibebaskan,," kata Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, (8/4/2016).
Ia menyebutkan Presiden Jokowi melalui Menlu Retno Marsudi terus memantau perkembangan terakhir karena saat ini pemerintah telah mendekati batas waktu penyerahan tebusan yang ditentukan oleh kelompok Abu Sayyaf.
"Tentunya kita tetap pada harapan bahwa kita menghormati Pemerintah Filipina dan berharap mereka menindaklanjuti dan melakukan pendekatan sekaligus bisa membebaskan WNI yang disandera," ungkap politisi PDI Perjuangan ini.
Indonesia, lanjut Pramono, menghormati Konstitusi Filipina tetapi TNI dan Polri sudah siap kalau sewaktu-waktu diperlukan. "Kemarin Kapolri dan Panglima TNI sudah melaporkan kepada Presiden tentang kesiapan ini," ujarnya.
Menurut dia, apabila Filipina mengijinkan, Indonesia siap melakukan operasi pembebasan sandera. "Tetapi kita mengedepankan langkah-langkah yang mengutamakan persaudaraan dan soft diplomasi," tegas Pramono.
Dalam kesempatan berbeda, keluarga Renaldi alias Aldi (25, korban pembajakan Kapal Brahma 12 yang disandera kelompok milisi bersenjata Abu Sayyaf di Filipina, menyimpan harapan supaya negosiasi pembebasan bisa berjalan lancar dan semua sandera selamat.
"Kami sangat berharap agar negosiasi itu berjalan lancar sehingga anak kami bisa pulang dengan selamat," kata bibi Vikorban Hamsiar di rumahnya jalan Tinumbu lorong 132 J, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, (8/4/2016).
Menurut dia, pihaknya selalu mendapatkan kabar dari pihak pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri terkait perkembangan negosiasi pembebasan sandera yang diculik pembajak.
"Mudah-mudahan negoisasi berjalan lancar. Kami berharap sepenuhnya kepada pemerintah. Kementerian Luar Negeri katanya terus berusaha melakukan negosiasi pembebasan para sandera," ujarnya.
Saat ditanyakan tentang batas waktu yang ditentukan penculik pada 8 April 2016 atau hari ini ,terkait dengan permintaan uang tebusan senilai 50 juta peso setara Rp15 miliar, kata dia, pihaknya berharap supaya anggota keluarganya kembali dengan selamat.
"Mengenai dengan uang tebusan itu merupakan urusan pemerintah dan pihak perusahaan. Kami hanya menginginkan dan berharap anak kami pulang dengan selamat," pungkasnya sembari terharu. (ANT)