tirto.id - Kubu Indonesia dirundung kesedihan setelah tendangan Rifad Marasabessy mampu ditepis kiper Thailand, Kantaphat Manpati. Thailand menang adu penalti dengan skor 3-2. Langkah Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-18 2017 terhenti di semifinal, gagal mengulangi prestasi juara 4 tahun silam.
“Kami banyak peluang namun gagal tercipta gol. Minta maaf dan terima kasih atas dukungan masyarakat Indonesia," ucap pelatih Indra Sjafri usai laga yang digelar di Stadion Thuwunna, Yangon, Myanmar, pada Jumat, 15 September 2017, seperti dikutip dari situs resmi PSSI.
Dewi Fortuna tampaknya memang belum berpihak kepada Indonesia. Dalam turnamen regional dua kali beruntun dalam waktu berdekatan, anak-anak muda Garuda gagal mencapai target juara. Skuad Indra Sjafri bernasib nyaris sama dengan Timnas Indonesia U-22 yang sebelumnya juga kandas di semifinal sepakbola SEA Games 2017.
Tim Terbaik Belum Tentu Menang
Penampilan Timnas Indonesia U-19 saat meladeni Thailand di semifinal Piala AFF U-18 2017 sebenarnya cukup apik. Rachmat Irianto dan kawan-kawan tidak gentar menghadapi nama besar Thailand yang selama ini merajai di persepakbolaan Asia Tenggara segala level usia.
Bahkan, setelah diusirnya Saddil Ramdani karena menyikut pemain lawan menjelang jeda dan harus bermain dengan 10 orang selama babak kedua, Indonesia masih mampu melancarkan serangan demi serangan yang merepotkan lini belakang Thailand. Hanya saja, aksi gemilang Kantaphat Manpati, berulang kali menyelamatkan gawangnya dari kebobolan.
Baca Juga: Problem Mentalitas Timnas Indonesia U19
Tengok saja statistik laga yang nihil gol hingga waktu normal habis itu. Indonesia memang kalah dalam penguasaan bola. Namun, Thailand cuma unggul memainkan bola saja karena jarang memperoleh peluang matang, bahkan setelah Indonesia kehilangan Saddil Ramdani.
Sepanjang 2 x 45 menit, Thailand mencatatkan total 11 tembakan ke arah gawang Indonesia, tapi hanya 4 yang tepat sasaran. Sementara Indonesia melepaskan 10 tembakan yang 7 di antaranya shots on goal, dan sebagian besar peluang itu sanggup dimentahkan oleh Kantaphat Manpati yang tampil mantap mengawal gawang tim muda Gajah Putih.
Thailand juga melakukan pelanggaran yang lebih banyak ketimbang Indonesia, 8 berbanding 5. Itu bisa diartikan, Thailand cukup kewalahan meladeni pergerakan liat para pemain Indonesia, terutama Egy Maulana Vikri yang memang memiliki skill individu di atas rata-rata kendati gagal mencetak gol di waktu normal dalam laga tersebut.
Baca Juga: Bulan Madu Kedua Indra Sjafri.
Bermain apik, apalagi tampil militan dengan 10 orang, namun akhirnya harus mengakhiri duel dengan kekalahan tentu saja sangat menyesakkan. Itulah yang baru saja dirasakan oleh Timnas Indonesia U-19. Dengan tangisan memilukan, anak-anak muda Garuda terpaksa mengubur dalam-dalam misi membawa pulang gelar juara.
Menjanjikan Tapi Susah Juara
Setali tiga uang dengan apa yang dialami skuad asuhan Indra Sjafri di Piala AFF U-18 2017, Timnas Indonesia U-22 juga menelan nasib nyaris serupa. Pasukan pimpinan Hansamu Yama Pranata tampil cukup menawan di sepanjang babak penyisihan grup sepakbola SEA Games 2017 di Malaysia. Dari 5 laga, Indonesia tak terkalahkan kendati dua kali imbang melawan Thailand dan Vietnam.
Namun, tim besutan Luis Milla juga harus menerima kenyataan pahit, anti-klimaks di semifinal. Menghadapi rival abadi sekaligus tetangga paling menjengkelkan, Malaysia, Indonesia tersingkir karena kalah 0-1. Padahal, Evan Dimas dan kawan-kawan menguasai jalannya pertandingan sebelum gawang Indonesia bobol jelang laga usai, itu pun bukan melalui permainan terbuka dari konsep serangan yang tertata, melainkan dari sepak pojok.
Baca Juga: Eks Timnas Indonesia U-19 yang Meredup Setelah Juara.
Kegagalan mencapai target juara yang dirasakan Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-18 2017 maupun Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2017 memang menyakitkan. Namun, dilihat dari performa dan kemampuan individu para pemainnya, dua skuad tim nasional muda Garuda itu cukup menjanjikan.
Timnas U-22 misalnya, Luis Milla punya banyak pilihan di hampir semua lini, dari kiper hingga striker. Satria Tama, Hansamu Yama, Andy Setyo, I Putu Gede Juni Antara, Ricky Fajrin, Gavin Kwan Adsit, Rezaldi Hehanusa, Evan Dimas, M. Hargianto, Septian David Maulana, Osvaldo Haay, Febri Hariyadi, sampai Ezra Walian atau Marinus Wanewar bukan tidak mungkin akan segera menjadi tulang punggung timnas senior.
Begitu pula Timnas U-19. Indra Sjafri lagi-lagi berhasil menemukan talenta-talenta muda berbakat dari seluruh penjuru tanah air. Ada Muhammad Riyandi, Rachmat Irianto, Nurhidayat, Rifad Marasabessy, Feby Eka Putra, Witan Sulaeman, M. Iqbal, Saddil Ramdani, Rafli Mursalim, dan tentu saja Egy Maulana Vikri yang oleh pelatih Thailand U-19, Marc Alavedra Palacios, disebut sebagai pemain terbaik di Piala AFF U-18 2017.
Baca Juga: Bulan Madu Kedua Indra Sjafri.
Itu belum termasuk para pemain Timnas Indonesia U-16 yang ditangani oleh Fachri Husaini dan sebentar lagi akan tampil di Kualifikasi Piala Asia U-16 2018. Tim ini sebenarnya juga mengalami nasib serupa dengan kakak-kakak seniornya. Tampil meyakinkan di berbagai laga ujicoba, namun justru melempem di ajang yang sebenarnya, yakni Piala AFF U-14 2017 lalu.
Stok pemain muda berbakat melimpah-ruah, pelatih berkualitas tersedia dan jika perlu didatangkan dari mancanegara, dukungan dana dari PSSI dan pemerintah –yang kini sudah akur– pun siap digelontorkan. Lantas, mengapa Timnas Indonesia di berbagai jenjang usia saat ini sangat sulit mengangkat trofi alias meraih gelar juara?
Jika dirinci lagi, dalam setahun terakhir, tim Merah-Putih selalu gagal menjadi kampiun, bahkan di ajang regional Asia Tenggara sekalipun. Timnas Indonesia senior kandas di final Piala AFF 2016, Timnas U-22 dan U-19 terhenti di semifinal SEA Games 2017 dan Piala AFF U-18 2017, juga skuad U-16 yang secara mengejutkan gagal total di Piala AFF U-15 2017 lalu.
Apakah ada yang salah dengan sepakbola Indonesia? Atau hanya karena faktor Dewi Fortuna semata, seperti yang orang kita sering bilang setiap kali mengalami kegagalan: ambil hikmahnya, petik pelajarannya.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti