tirto.id - Postingan akun instagram @tni_indonesia_update yang mengunggah video dengan caption provokatif dikritik Kepala Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. Ia menilai postingan itu melanggar aturan.
Akun tersebut mengunggah tulisan bernada provokatif yang mempersoalkan PKI dan kelompok yang kritis. Menurut Isnur, perlu ada klarifikasi yang serius apakah unggahan itu berasal dari TNI atau hanya "mencatut TNI".
"Tentu sangat bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin segenap tumpah darah seluruh warga negara. Bertentangan juga dengan UU TNI yang menghargai prinsip HAM dan lain-lain,” kata Isnur dalam keterangan tertulis kepada reporter Tirto, Selasa (5/2/2019) malam.
Berdasarkan pantauan Tirto pada Selasa (5/2/2019), akun @tni_indonesia_update mengunggah salah satu video tentang keberadaan tank Leopard. Akun tersebut memiliki tanda centang biru.
Dalam penjelasan video tersebut bertuliskan: "Sebaiknya para PKI dan Generasi PKI baru serta para pemuda pemudi kritis di garis kiri. Dikumpulkan dalam satu gudang kemudian dijadikan sasaran tembak oleh Lepoard. Aksi Yonkav 8 Narasingawaratama."
Unggahan tersebut sempat direspons beberapa warganet lain. Salah satu akun yang mengikuti akun @tni_indonesia_update di Instagram mengkritik unggahan tersebut. Beberapa bahkan mengaitkan dengan insiden razia buku.
"Beda dikit hantam, berpikir kritis disikat, buku dirazia, memang pakai fisik lebih mudah daripada otak pantes gini gini aja negeri ini #2019gantiakal," tulis ujar akun @thufaail dalam komentar video tersebut saat dilihat Tirto, Selasa malam.
Sementara beberapa lainnya sempat menyoalkan kenapa akun tersebut tidak mengkritik masalah gerakan khilafah. “Kenapa admin jarang bicara tentang bahaya laten khilafah" tulis akun @Sintus007.
Isnur menyatakan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan dalam penjelasan video sudah mengarah pada upaya provokatif. Ia khawatir, propaganda dengan bahasa provokatif bisa memicu kericuhan seperti kasus Genosida Rwanda atau Holocaust.
Genosida Rwanda berawal dari pembunuhan Presiden Rwanda J. Habyarimana pada 1994. Habyarimana dibunuh karena berusaha membangun pemerintahan yang melibatkan kelompok di luar suku mayoritas kala itu, yaitu suku Hutu.
Habyarimana diduga dibunuh warganya yang tidak terima pemerintahan di luar suku mayoritas. Kasus tersebut diduga berawal dari ujaran kebencian hingga akhirnya memakan 800 ribu nyawa melayang setelah pembunuhan Habyarimana.
Karena itu, Isnur menganggap TNI harus segera mengklarifikasi apakah akun tersebut akun resmi atau tidak. "Sebaiknya diklarifikasi. Karena itu kan membawa nama institusi," kata Isnur.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi menyampaikan, akun media sosial resmi milik TNI sudah tertera di laman Tni.mil.id, yakni: @PuspenTNI (Instagram), @Puspen_TNI (Twitter), Puspen TNI (YouTube), dan Pusat Penerangan TNI (Facebook).
Sisriadi menegaskan akun yang mencatut nama TNI masih gampang dibuat. Mereka menduga ada kepentingan tertentu dalam pembuatan akun menggunakan nama instansinya ini.
"Saat ini, kan, orang mudah membuat akun palsu di media sosial. Tentu dengan tujuan dan kepentingan masing-masing, antara lain untuk memprovokasi netizen supaya antipati kepada seseorang atau institusi," kata Sisriadi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa malam.
Sisriadi memastikan, TNI akan bertindak bila ada penggunaan nama instansi TNI yang bermuatan pidana. Mereka pun siap membawa ke ranah hukum sesuai aturan yang berlaku.
"Dalam kaitan penggunaan nama TNI untuk menyebar ujaran provokatif, kami akan lakukan langkah-langkah terukur sesuai ketentuan perundangan yang berlaku," kata Sisriadi.
Namun, postingan video dengan keterangan teks provokatif di akun instagram @tni_indonesia_update telah dihapus setelah mendapat sorotan publik. Saat reporter Tirto mencoba melihat kembali pada Selasa malam, sekitar pukul 23.35, unggahan itu sudah lenyap.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz