tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan rencana Pemprov DKI menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai proyek infrastruktur jangka panjang. Selama ini, pembiayaan selalu menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kami sedang atur strateginya, mana yang pas untuk mendampingi pendanaan jangka panjang. Karena selama ini cara kita di pemerintah daerah, dimana-mana APBD dihabiskan setiap tahunnya,” kata Anies di Kompleks Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Namun, rencana tersebut mendapat penolakan dari anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Bestari Barus. Politikus Partai Nasdem ini menilai Pemprov DKI tidak perlu obligasi karena postur APBD DKI Jakarta sudah besar.
“APBD kita, kan, cukup. Ngapain utang-utang segala? Seberapa mendesak itu?” kata Bestari saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (3/1/2019).
Bestari menerangkan ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan apabila pemprov mau menerbitkan surat utang, di antaranya memastikan tujuan penggunaan dana obligasi dan pola pelunasannya.
Dengan rendahnya serapan anggaran tahun 2018 dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) yang mencapai Rp9,7 triliun, Bestari mengimbau Pemprov DKI tidak perlu menerbitkan obligasi.
"Kalau APBD dioptimalkan, Pemprov DKI tidak perlu berutang untuk membangun infrastruktur," katanya.
Anies sendiri bukannya tak memikirkan besaran Silpa DKI Jakarta 2018. Justru, ia tengah mengkaji pemanfaatan Silpa untuk pembiayaan pembangunan.
“Obligasi daerah itu baik bila memang kita tidak punya anggarannya. Tapi kalau kami ini, kan, punya Silpa. [Pemanfaatan] Silpa ini yang kami kaji. Mudah-mudahan akhir semester I [2019] sudah punya kesimpulannya,” ucap Anies.
Harus Hati-hati
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan Pemprov DKI harus memastikan kapasitas fiskal DKI Jakarta memadai sebelum menerbitkan obligasi daerah.
Eko mengatakan kapasitas fiskal merupakan aspek krusial yang perlu diperhatikan agar DKI Jakarta tidak sampai gagal membayar utang di kemudian hari. Karena itu, Pemprov DKI harus ekstra hati-hati apabila hendak menerbitkan obligasi daerah.
“Untuk daerah-daerah yang kapasitas fiskalnya sedang atau rendah, tidak selayaknya diberi izin. Karena tetap berisiko, potensi gagal bayar masih tinggi,” ucap Eko kepada Tirto, Kamis (3/1/2019).
Sependapat dengan Bestari, Eko juga menilai Pemprov DKI semestinya bisa memaksimalkan APBD terlebih dahulu. Pada 2018, serapan anggaran Pemprov DKI hanya 82,03 persen (setara Rp61,59 triliun) dari total alokasi APBD senilai Rp75,09 triliun.
Selain meningkatkan penyerapan anggaran, Eko mengingatkan Pemprov DKI agar lebih berhati-hati menerbitkan obligasi daerah sebab jika gagal membayar akan berdampak pada keuangan pemerintah pusat.
“Ketika anggaran daerah buruk, maka pemerintah pusat harus mengucurkan dana untuk menutup gagal bayar itu,” jelas Eko.
Eko menjelaskan obligasi daerah memang memiliki sisi positif, misalnya sebagai sumber likuiditas pembangunan sehingga percepatan pembangunan bisa digenjot. Namun, obligasi juga berpotensi membebani para pimpinan daerah selanjutnya.
“Kalau tidak hati-hati, infrastruktur belum terbangun, tapi malah muncul masalah di kemudian hari,” ujar Eko.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abul Muamar