tirto.id - Kristen Stewart berjalan nyeker di acara Festival Film Cannes 2018 lalu. Ia melakukannya sebagai protes lantaran sepatu berhak tinggi diwajibkan bagi perempuan yang menghadiri festival tersebut. Pada 2015, beberapa perempuan dikabarkan diminta balik kanan gara-gara mengenakan sepatu rata. Pada helatan setahun kemudian, Julia Roberts memilih buka sepatu dan telanjang kaki.
Anggun dan cantik. Dua kata itu dianggap mewakili sepatu berhak tinggi dan pemakainya. Sepatu bertumit tinggi juga dianggap sebagai standar etiket bagi perempuan dalam menghadiri acara-acara formal. Sebuah studi yang dilakukan Nicholas Gue'guen (PDF) (2014) menyimpulkan bahwa hak tinggi memang meningkatkan daya tarik.
Dalam rangkaian penelitian itu, seorang perempuan diminta untuk mengenakan sepatu hitam dengan ketinggian tumit antara 0,5 sampai 9 cm, yakni sepatu flat, sepatu bertumit sedang, dan sepatu berhak tinggi. Perempuan tersebut kemudian meminta bantuan kepada pria dalam berbagai kondisi, seperti mengikuti survei singkat kesetaraan gender, mengikuti survei tentang konsumsi makanan lokal, serta menjatuhkan sarung tangan dan berpura-pura tak menyadarinya.
Hasil dari ketiga riset tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi hak yang dipakai, persentase responden mau memberikan bantuan semakin tinggi.
Mairi Macleod, seorang ahli biologi evolusi, mengatakan bahwa sepatu hak tinggi membuat perempuan lebih menarik secara seksual. “Mengenakan sepatu hak tinggi membuat perempuan terlihat lebih berkaki jenjang dan memberikan postur yang lebih seksi,” ujar Macleod kepada Glamour.
Di luar urusan membikin menarik atau tidak, membuat pemakainya lebih seksi atau biasa saja, dan seterusnya; ada banyak perempuan yang merasa tak nyaman memakai sepatu bertumit tinggi. Memakai sepatu tinggi itu menyiksa. Kok bisa?
Sepatu Tumit Tinggi Menekan Ibu Jari
Meski menawarkan keseksian, sepatu hak tinggi memiliki dampak kesehatan. Seperti dikatakan Caroline Robinson dalam esainya di The Conversation, ia memaparkan beragam risiko kesehatan yang muncul akibat penggunaan sepatu berhak tinggi dalam jangka panjang, seperti mengubah keselarasan kaki, tungkai, dan punggung. Sepatu berhak tinggi juga berdampak pada postur dan kesehatan tubuh.
“Kaki akan sangat menderita menggunakan sepatu hak tinggi. Semakin tinggi tumit, kemiringan kaki semakin tinggi dan semakin besar tekanan dan gesekan di bawah tumit, bola kaki, dan jempol,” ujar dosen di Charles Sturt University tersebut.
Robinson menjelaskan bahwa gesekan yang timbul dari penggunaan sepatu hak tinggi itu akan menimbulkan sensasi terbakar dan lecet. Seiring berjalannya waktu, ia akan menyebabkan kulit mengeras. Tekanan tersebut juga menyebabkan masalah pada jaringan lunak di dalam kaki, seperti neuroma (penebalan saraf).
Tak hanya itu, ketika tinggi tumit meningkat, berat badan akan bergeser ke arah batas dalam kaki dan di bawah ibu jari kaki. Lama kelamaan, tekanan yang meningkat pada ibu jari ini akan mendesak jari di sebelahnya.
Jika Anda melihat kaki pada orang-orang yang gemar menggunakan sepatu berhak tinggi, mereka umumnya memiliki area kaki depan yang lebih besar dan jempol kaki yang lebih panjang.
Pendapat Robinson itu sejalan dengan Hylton B. Menz, seorang dosen dari La Trobe University yang mengungkapkan bahwa penggunaan sepatu hak tinggi secara terus-menerus membuat kaki kapalan dan mengalami bunion (benjolan di pangkal jempol kaki).
“Perempuan yang secara teratur mengenakan sepatu hak tinggi memiliki tendon Achilles yang lebih kaku daripada perempuan yang tidak mengenakannya, dan bukti terbaru menunjukkan bahwa bunion lebih sering terjadi pada perempuan yang sering mengenakan sepatu hak tinggi. Tetapi kecenderungan genetik juga mungkin memainkan peran,” ujr Menz kepada The Conversation.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh N. Venkatesh Kumar bersama tiga rekannya (PDF) menemukan bahwa penggunaan sepatu hak tinggi mengakibatkan nyeri tumit dan punggung.
Dalam studi tersebut, mereka meneliti 100 pasien pengguna sepatu hak tinggi yang datang ke klinik rawat jalan ortopedi dari rumah sakit perawatan tersier pada bulan Juli 2014 sampai Desember 2014.
Dari 100 peserta itu, 44 pasien melaporkan keluhan nyeri tumit dan 56 pasien menderita sakit punggung. Para peneliti ini kemudian mengelompokkan mereka berdasarkan tinggi hak tinggi yang digunakan, durasi pemakaian (dalam tahun), dan durasi pemakaian per hari.
Caroline Robinson dalam artikel di The Conversation menerangkan bahwa ketika kita mengenakan sepatu hak tinggi, setiap langkah yang kita ambil akan mengirimkan gelombang kejut ke atas melalui kaki dan kaki ke tulang belakang. Kaki yang berjalan di atas tumit sepatu yang keras dan sempit bisa meningkatkan kekuatan ini.
Menggunakan hak tinggi berarti membuat kaki kita berada di posisi yang tidak wajar. Akibatnya, sepatu tak mampu bertindak sebagai peredam kejut dan lutut harus lebih banyak menekuk untuk menyerap kekuatan yang meningkat. Akibatnya, tekanan pada lutut akan meningkat dan meningkatkan risiko degenerasi sendi dan radang sendi.
Mengganggu Keseimbangan Tubuh
Selain menimbulkan nyeri-nyeri, sepatu hak tinggi juga membuat tubuh menjadi tak stabil karena menaikkan ketinggian pusat massa tubuh. Sepatu hak tinggi membuat tubuh sulit mempertahankan postur simetris, dan hal tersebut berpengaruh terhadap keseimbangan.
‘”Untuk berdiri tegak dan berjalan dengan sepatu hak tinggi, sendi pergelangan kaki harus diperpanjang dan ini adalah posisi sendi yang paling tidak stabil,” ujar Caroline Robinson.
Pada orang yang mengenakan sepatu hak tinggi, gerakan kaki ke atas dan ke luar pada sendi pergelangan kaki menjadi terbatas akibat otot betis yang memendek dan tendon achilles menjadi luas dan kaku.
Untuk menjaga keseimbangan saat berjalan dengan sepatu hak tinggi, otot punggung bagian bawah harus bekerja lebih keras untuk melindungi tulang belakang. Perubahan dalam pola aktivasi otot ini bisa membuat cedera otot berlebihan dan berulang.
Pada orang muda, sepatu hak tinggi bisa memiringkan panggul ke depan dan meningkatkan kelengkungan tulang belakang bagian bawah atau lumbar lordosis. Jika kelengkungan ini berlebihan (hiperlordosis) maka akan membawa masalah punggung jangka panjang.
Editor: Maulida Sri Handayani