tirto.id - Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Ikhwan Mansyur Situmeang menggugat aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan Ikhwan terdaftar dengan Nomor 2/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022 [PDF].
"Menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," bunyi petitum dalam permohonan Ikhwan yang dikutip pada Selasa (4/1/2021).
Pasal 222 UU Pemilu berbunyi: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Sementara Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 berbunyi: "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum."
Ikhwan berdalil Pasal 222 UU Pemilu melanggar Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Hal itu mengamputasi fungsi partai politik untuk menyediakan dan menyeleksi calon presiden dan wakil presiden.
Ikhwan juga menilai bahwa Pasal 222 juga menghilangkan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyakannya calon presiden dan wakil presiden.
"Partai politik dalam melaksanakan hak konstitusionalnya mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden mengabaikan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan sebanyak-banyak calon pemimpin bangsa dan justru mengakomodir kepentingan pemodal (oligarki)," tulisnya.
Selain Ikhwan, 27 diaspora yang tersebar di beberapa negara mengajukan gugatan terhadap Pasal 222 UU Pemilu ke MK. Permohonan mereka terdaftar dengan Nomor 1/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022 [PDF].
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," bunyi petitum mereka.
Gugatan terhadap ambang batas pencalonan presiden tersebut menambah daftar gugatan yang sama di MK. Sebelumnya, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono, dan Anggota DPD RI Fahira Idris menggugat pasal yang sama.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan