Menuju konten utama

Senjata SAGL yang Didatangkan Polri Tak Bisa Hancurkan Tank

40x46 mm Stand-alone Grenade Launcher keluaran Arsenal dikirim lewat Ukraine Airliance Airline dan diimpor oleh PT Mustika Duta Mas.

Senjata SAGL yang Didatangkan Polri Tak Bisa Hancurkan Tank
Dankorbrimob Irjen Pol Murad Ismail (kiri) dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto memegang contoh senjata Grenade Launcher. tirto.id/Taher

tirto.id - Komandan Brimob, Irjen Pol Murad Ismail, mengatakan bahwa senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang dibeli Brimob tidak digunakan untuk menghancurkan tank (anti-tank), melainkan lebih untuk menjaga wilayah, terutama di wilayah "panas" seperti Poso dan Papua.

"Senjata ini kita gunakan untuk daerah operasi," kata Murad di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (30/9) pekan lalu.

Murad perlu mengkonfirmasi ini setelah beredar isu yang cukup sensitif di tengah masyarakat, bahwa senjata-senjata ini didatangkan secara ilegal dan dengan maksud yang tidak baik. Banyak yang mengaitkannya dengan pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo beberapa waktu sebelumnya yang menyebut bahwa ada institusi di luar militer yang mengimpor senjata secara ilegal.

Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto malah mengatakan bahwa telah sejak lama mereka tidak punya senjata yang dapat menghancurkan tank atau menjatuhkan pesawat. Senjata otomatis dengan peluru 7,62 mm menjadi yang paling canggih dimiliki kepolisian.

"Senjata yang kaliber besar saja 12,57 [mm, untuk menembus kendaraan lapis baja] saja kita enggak punya, kita hanya paling besar 7,62 [mm] ya, itu senjata lama. Senjata baru 5,56 [mm] semua," kata Setyo, kepada Tirto, Selasa (26/9) lalu.

Lantas, apa benar senjata baru yang diimpor ini tidak punya kemampuan melumpuhkan tank atau kendaraan lapis baja sejenis? Sementara jika merujuk pada Permenhan Nomor Nomor 7 Tahun 2010, senjata ini memang termasuk senjata dengan standar militer.

"Senjata yang dibeli Polri itu memang masuk spesifikasi senjata militer. Karena senjata itu memiliki kaliber untuk digunakan sebagai alat perang. Kegunaannya juga pasti disesuaikan. Bisa untuk anti-teror dan lain sebagainya," kata Connie Rahakundini Bakrie, pengamat militer.

Baca juga:

Dalam situs resmi produsen senjata, arsenal-bg.com, disebutkan bahwa 40x46 mm ARSENAL Stand-alone Grenade Launcher adalah "peluncur granat berjenis single shot (hanya bisa diisi satu amunisi per tembakan), senjata yang kuat, yang ditujukan untuk penggunaan dengan jarak hingga 400 m.

Tidak dijelaskan bagaimana daya rusak dari senjata ini. Namun ini wajar karena hal tersebut sangat tergantung dari amunisi apa yang dimasukkan. Dalam hal ini, amunisi yang dipakai adalah 40x46mm round RLV-HEFJ, yang didatangkan satu paket dengan pelontar granat.

Menurut situs LANTA Group, konsultan peralatan militer, amunisi 40x46 mm RLV-HEFJ punya kemampuan untuk "menghancurkan personel musuh, sarana transportasi, dan material lapis baja ringan."

Tidak ada keterangan kemampuan yang lebih dari itu. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa senjata yang didatangkan polisi itu memang tidak punya kemampuan untuk menghancurkan tank, meski tetap punya daya ledak tinggi dan efektif untuk musuh dengan jarak 400 meter.

Mabes Polri sebelumnya membenarkan bahwa pihaknya membeli 280 pucuk senjata pelontar granat, Sabtu (30/9) pekan lalu. Mereka menegaskan pembelian senjata senjata dari produsen asal Bulgaria ini sesuai mekanisme pembelian (legal) yang diatur dalam peraturan menteri pertahanan.

"Saya nyatakan bahwa barang yang ada di Soekarno-Hatta yang dimaksud oleh rekan-rekan senjata adalah betul milik Polri dan adalah barang yang sah," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta.

Senjata tersebut dikirim lewat Ukraine Airliance Airline dan diimpor oleh PT Mustika Duta Mas. Senjata itu dibeli dengan proses lelang sebagaimana ketentuan pengadaan barang dan jasa. Setyo juga menyatakan, senjata itu sudah dikaji oleh Irwasum dan BPKP.

Baca juga artikel terkait SENJATA API atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Maulida Sri Handayani