tirto.id - Halloween adalah tradisi Celtic kuno, yang dikenal dengan nama festival Samhain (akhir musim panas). Saat itu orang-orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum untuk mengusir hantu. Samhain juga dianggap sebagai waktu berkomunikasi dengan orang mati.
Awal November menandai akhir musim panas dan panen serta awal musim dingin yang gelap dan dingin, masa yang sering dikaitkan dengan kematian manusia. Orang Celtic percaya, pada malam sebelum tahun baru, batas antara dunia yang hidup dan yang mati menjadi kabur. Oleh karena itu pada malam 31 Oktober mereka merayakan Samhain dan meyakini hantu orang mati kembali ke bumi.
Selain menyebabkan masalah dan merusak tanaman, Orang Celtic juga berpikir kehadiran roh-roh itu akan mempermudah para Druid atau pendeta Celtic untuk membuat prediksi tentang masa depan. Bagi orang yang sepenuhnya bergantung pada dunia alami yang tidak stabil, ramalan-ramalan ini merupakan sumber kenyamanan penting selama musim dingin yang panjang dan gelap.
Untuk memperingati peristiwa itu, Druid membangun api unggun besar yang sakral, tempat orang-orang berkumpul untuk membakar tanaman dan hewan sebagai pengorbanan bagi para dewa Celtic. Selama perayaan, bangsa Celtic mengenakan kostum, biasanya terdiri atas kepala dan kulit binatang, dan berusaha saling menceritakan nasib satu sama lain. Api unggun juga dipercaya mampu melindungi mereka selama musim dingin yang akan datang.
Pada 43 M, Kekaisaran Romawi telah menaklukkan mayoritas wilayah Celtic. Selama 400 tahun mereka memerintah tanah Celtic, perayaan Celtic tradisional Samhain pun digabungkan dengan dua perayaan bangsa Romawi, yaitu Faralia dan hari untuk menghormati Pomona.
Feralia merupakan suatu hari di akhir Oktober ketika orang-orang Romawi secara tradisional memperingati meninggalnya orang mati, sedangkan hari Pomona adalah hari untuk memperingati Pomona, dewi buah dan pohon Romawi. Simbol Pomona adalah apel.
Penggabungan perayaan ini ke Samhain mungkin menjelaskan tradisi bobbing untuk apel yang dipraktikkan di hari Halloween. Namun fakta Halloween dikhususkan untuk orang mati tak punya bukti yang pasti. Hal itu dijelaskan oleh Nicholas Rogers, seorang profesor sejarah di York University di Toronto dan penulis Halloween: From Raganual to Party Night (Oxford University Press, 2003).
"Tidak ada bukti kuat Samhain dikhususkan untuk orang mati atau untuk pemujaan leluhur. Menurut kisah-kisah kuno, Samhain merupakan peristiwa ketika orang-orang suku membayar upeti kepada para penakluk mereka dan ketika 'sidh' atau gundukan kuno mereka anggap sebagai istana megah para dewa di dunia bawah," tulis Rogers seperti dilansir Live Science.
Banyak orang percaya Halloween dan Samhain berhubungan, meski tidak pernah terbukti. Sebab, All Saints 'Day atau All Hallows' Massa, dirayakan pada 1 November, yang begitu dekat dengan perayaan Samhain dalam kalender sehingga kedua perayaan itu dipercaya saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu beberapa orang kemudian menganggap atau menggabungkan peristiwa-peristiwa itu yang sekarang disebut Halloween.
History menulis ada banyak tradisi yang dilakukan dalam perayaan Halloween. Selain All Saints Day yang dirayakan dengan cara yang sama dengan Samhain, dengan api unggun besar, parade, dan berdandan dengan kostum orang suci, malaikat, dan setan, juga ada tradisi "trik-or-treat".
Tradisi "trik-or-treat" ini adalah cara yang relatif murah bagi seluruh komunitas untuk berbagi perayaan Halloween. Permainan inilah yang kemudian diduga pelan-pelan memburamkan kesakralan Halloween karena jika perayaan Halloween tiba orang-orang akan mulai berpikir tentang hari bermain dan bersenang-senang.
Lalu ada tradisi pembagian kue jiwa (soul cake) yang didorong oleh gereja sebagai cara untuk menggantikan praktik kuno meninggalkan makanan dan anggur untuk arwah berkeliaran. Praktik ini disebut “go a souling”.
Ratusan tahun yang lalu, musim dingin adalah waktu yang tidak pasti dan menakutkan. Persediaan makanan sering menipis dan bagi banyak orang yang takut akan kegelapan, hari-hari musim dingin yang singkat penuh dengan kekhawatiran.
Mereka juga takut makanan mereka akan diambil oleh arwah. Maka untuk menghindari dikenali oleh hantu-hantu ini, orang-orang akan memakai topeng ketika mereka meninggalkan rumah mereka setelah gelap sehingga hantu-hantu itu akan mengira mereka sebagai sesama roh.
Lalu ada tradisi perjodohan dalam Halloween. Secara khusus, banyak yang harus dilakukan dengan membantu para wanita muda mengidentifikasi calon suami mereka dan meyakinkan mereka suatu hari nanti mereka akan menikah karena keberuntungan di hari Halloween. Di Irlandia abad ke-18, seorang koki akan mengubur cincin di kentang sambil berharap kentang itu akan ditemukan oleh cinta sejatinya.
Di Skotlandia, peramal merekomendasikan seorang wanita muda yang memenuhi syarat untuk memberi nama hazelnut sebagai lambang untuk masing-masing pelamarnya. Kacang hazelnut itu kemudian dilempar ke perapian.
Kacang yang akan terbakar menjadi abu mewakili calon suami gadis itu. Kisah lain mengatakan, jika seorang wanita muda memakan ramuan manis yang terbuat dari kacang kenari, hazelnut, dan pala sebelum tidur pada malam Halloween, dia akan bermimpi tentang calon suaminya.
Selain tradisi juga ada mitos-mitos seperti pada perayaan Halloween orang-orang akan menghindari bertemu dengan kucing hitam, takut ia akan membawa sial. Gagasan ini berakar pada Abad Pertengahan, ketika banyak orang percaya penyihir menghindari deteksi dengan mengubah diri mereka menjadi kucing hitam.
Penulis: Febriansyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra